Reporter: Nathania Pessak | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Harga komoditas batubara sempat bertengger di level tertinggi pada pekan lalu. Meski masih berada dalam fase bullish, namun harga batubara terus begerak fluktuatif.
Mengutip Bloomberg, harga batubara kontrak pengiriman Oktober 2017 di ICE Future Exchanges, Jumat (28/7) naik 0,79% ke level US$ 83,45 per metrik ton dibandingkan sehari sebelumnya. Dalam sepekan, harga batubara melorot 0,12%.
Research & Analyst Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar melihat, tren kenaikan ini merupakan hal wajar, karena dalam beberapa pekan kemarin produksi batubara AS turun, dan China dilaporkan sedang membatasi produksi batubara domestik. "Hal ini tentu membantu mengangkat harga batubara," katanya.
Di sisi lain, Deddy menyebutkan, harga batubara juga turut ditopang permintaan yang masih cukup tinggi seperti dari Filipina, Korea, Jepang, dan Indonesia. Harga minyak yang juga tinggi turut mengerek harga batubara.
Sementara, Direktur Garuda Berjangka Ibrahim melihat, kenaikan harga batubara ini merupakan imbas dari faktor cuaca di China yang cukup ekstrem sehingga mengakibatkan banjir yang membuat transport pasokan batubara terhambat.
Kemudian, tingkat permintaan yang tinggi dari negara-negara seperti AS dan Eropa dinilai sebagai katalis positif. "Ini yang buat harga stabil," ujarnya.
Ibrahim memprediksi, harga batubara masih bisa mencapai level tertinggi hingga US$ 92 per metrik ton pada Desember mendatang. Menurutnya, faktor pendukung harga batubara hingga akhir tahun muncul dari ekonomi China yang membaik dan masalah politik Washington yakni ancaman dipulangkannya diplomat AS dari Rusia oleh Vladimir Putin.
Selain itu, di pertengahan kuartal III-2017, AS akan mulai mengerjakan infrastruktur program Presiden Donald Trump seperti membangun tembok. "Ini bagus, mereka akan melakukan impor besar-besaran," jelas Ibrahim.
Kendati demikian, Deddy menilai, fase bullish batubara ini tidak akan berlangsung lama. Karena dalam dua tahun ke depan, AS berencana menutup sekitar 500 Pembangkit Listrik tenaga Uap (PLTU) yang diproyeksi membuat permintaan batubara menurun.
Lebih lanjut, terdapat ancaman lain bagi batubara seperti tergantikannya batubara dengan energi-energi terbarukan. Menurut divisi energi Bloomberg, India akan menggunakan tenaga surya sebagai pembangkit tenaga listrik. "Ini merupakan hal-hal yang dapat membuat harga batubara koreksi," tambah Deddy.
Ibrahim juga melihat, terdapat dua katalis negatif yang dapat mematahkan harga batubara. Pertama, data manufaktur China yang akan dirilis di minggu ini mendapat ekspektasi yang kurang baik. Kemudian, harga minyak yang turun juga dapat menjatuhkan harga batubara. "Hanya dua ini saja, namun secara fundamental batubara masih bagus," kata Ibrahim.
Kendati demikian, Deddy menduga, jika harga batubara hingga akhir tahun ini akan mampu mencapai level US$ 85 per ton, maka masih berpeluang untuk kembali melanjutkan kenaikan hingga tahun depan.
Prediksi Deddy, Selasa, harga batubara masih berpeluang menguat di kisaran US$ 83,25-US$ 85,50 per metrik ton, dan sepekan di area US$ 80,30-US$ 86,05 per metrik ton. Prediksi Ibrahim, batubara masih fluktuatif pada rentang US$ 81,20-US$ 82,90 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News