Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kejatuhan harga Bitcoin masih terus berlanjut. Pada Sabtu (18/6) kemarin, Bitcoin sempat anjlok ke level US$ 17.601 per BTC, atau yang terendah sejak November 2020 silam.
Namun, kini harga Bitcoin berhasil merangkak naik. Merujuk Coinmarketcap, pada hari ini, Senin (20/6) pukul 15.15 WIB, harga Bitcoin berada di level US$ 20.280,26 per BTC. Dalam 24 jam terakhir, harganya telah menguat 10,67%.
Trader Tokocrypto Afid Sugiono mengungkapkan, rebound tersebut terjadi lantaran nilai Bitcoin yang sudah oversold. Hal tersebut terlihat dari indikator Relative Strength Index (RSI) pada grafik mingguan yang sudah oversold. Artinya, tekanan jual sudah mereda, sehingga harganya bisa kembali naik dalam jangka pendek.
Dia juga melihat bahwa investor tampaknya memanfaatkan rendahnya volume trading di akhir pekan untuk melakukan buy the dip, sama seperti yang terjadi di pasar modal.
Baca Juga: Harga Bitcoin Kembali di Atas Ambang Batas US$ 20.000, Tetap Bertahan?
“Mereka memutuskan memborong aset kripto saat ini, karena takut menunggu fase bullish yang lebih lama lagi, jadi berusaha untuk take profit secara singkat,” katanya kepada Kontan.co.id, Senin (20/6)
Lebih lanjut, ia meyakini Bitcoin masih sulit keluar dari tekanan dalam jangka pendek. Pasalnya, investor tetap cemas dengan inflasi yang tinggi, berlanjutnya kejatuhan ekonomi dari invasi Rusia ke Ukraina, dan kemungkinan meningkatnya resesi global.
Belum lagi ada sentimen dari kekhawatiran mengenai rapuhnya sistem aset kripto. Hal ini muncul setelah platform Celsius sempat menghentikan proses withdrawals-nya, serta adanya rumor gagal bayar utang (insolvency) yang melanda perusahaan modal ventura, Three Arrows Capital.
“Saat ini, Bitcoin masih lemah dan tidak ada kejelasan di mana titik bottom yang akan ditujunya. Analisa teknikal tidak begitu berguna saat ini, tapi fundamental atau makroekonomi yang bisa menentukan arah Bitcoin,” imbuh Afid.
Apalagi, saat ini indeks Fear & Greed Bitcoin juga masih bertahan di wilayah Extreme Fear selama berminggu-minggu dan kemarin Minggu (19/6) sempat berada di 6, mendekati level terendah sepanjang masa pada skala nol hingga 100.
Baca Juga: Simak Strategi Investasi yang Bisa Diterapkan Saat Crypto Winter
Jika berkaca dari data historis, jatuhnya harga Bitcoin setelah mencapai level All Time High (ATH) sudah pernah terjadi beberapa kali.
Saat itu, kejatuhan Bitcoin pada 2015 perlu waktu sekitar 426 hari untuk akhirnya mencapai posisi bottom dari level ATH sebelumnya. Sementara pada periode 2017 perlu waktu sekitar 365 hari untuk mencetak bottom pada 2018. Lalu, dari puncak harga BTC pada Juni 2019, tren bearish berlangsung selama 274 hari.
Sementara pada tren bearish saat ini, Bitcoin mencapai level ATH pada November 2021 silam. Jika menuju titik bottom perlu waktu antara 274 hari atau 365 hari, maka bottoming baru akan terjadi pada September atau November 2022 mendatang. Bahkan, jika menggunakan periode 426 hari, maka BTC baru dapat menemui titik bottom pada Januari 2023.