Reporter: Dimas Andi | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Volume transaksi Surat Utang Negara (SUN) seri acuan (benchmark) di pasar sekunder selama September hingga November 2017 merosot. Penurunan transaksi berpotensi terjadi hingga akhir tahun ini.
SUN seri acuan itu adalah FR0061, FR0059, FR0074, dan FR0072. Mengutip data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan Risiko Kementerian Keuangan, volume transaksi SUN seri acuan selama September tercatat sebesar Rp 163,58 triliun. Jumlah ini turun 14% menjadi Rp 140,56 triliun pada Oktober. Penurunan volume transaksi berlanjut di November. Sampai 24 November lalu, transaksinya baru mencapai Rp 124,34 triliun.
Analis Fixed Income MNC Sekuritas I Made Adi Saputra mengatakan, penyebab penurunan volume transaksi adalah imbal hasil keempat SUN seri benchmark lebih rendah dari imbal hasil SUN seri nonbenchmark dengan tenor lebih pendek. Investor pun beralih ke seri yang menawarkan yield tinggi dengan tenor lebih pendek, katanya.
Made mengambil contoh seri FR0059. Seri benchmark bertenor 10 tahun ini memiliki imbal hasil yang lebih rendah ketimbang FR0056 yang berjangka waktu 9 tahun. Berdasarkan data Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA), yield FR0059 tertahan di 6,55% per 27 November. Di sisi lain, FR0056 mencatatkan yield 6,59% di waktu yang sama. FR0071, FR0070, dan FR0056 juga menjadi contoh seri non-benchmark tapi memiliki imbal hasil yang bagus, ungkap Made kemarin (27/11).
Di sisi lain, banyak investor yang kini tengah memburu SUN seri FR0075. Seri dengan tenor 20 tahun tersebut digadang-gadang akan menjadi benchmark tahun depan menggantikan FR0072.
FR0075 memang memiliki performa di atas rata-rata. Volume transaksi seri ini mencapai Rp 30,26 triliun pada Agustus lalu yang merupakan bulan perdana obligasi pemerintah itu terbit. Hingga akhir Oktober, transaksi FR0075 telah mencapai Rp 35,70 triliun atau naik 18% dari perolehan sepanjang Agustus.
Sebaliknya, seri FR0072 mengalami penurunan volume transaksi hingga 40%. Di akhir Oktober, volume transaksi seri ini hanya sebesar Rp 20,21 triliun. Padahal, selama Agustus, volume transaksi seri tersebut Rp 34,06 triliun.
Nicodimus Anggi Kristantoro, Analis IBPA, berpendapat, sejumlah faktor eksternal membuat investor berpaling dari empat SUN seri benchmark. Salah satunya adalah pergantian Gubernur The Fed yang membuat pelaku pasar cenderung wait and see. Pelaku pasar juga mengantisipasi kebijakan suku bunga acuan bank sentral di sejumlah negara dunia.
Nico pun memperkirakan, volume transaksi SUN seri acuan berpotensi kembali mengalami penurunan hingga akhir tahun. Libur Natal dan Tahun Baru juga membuat waktu bagi para investor untuk bertransaksi semakin terbatas, tambah Nico.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News