Reporter: Nur Qolbi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan jasa transportasi laut, pertambangan, konstruksi, dan jasa perdagangan PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) berencana melaksanakan penambahan modal dengan memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue.
TRAM akan menerbitkan sebanyak-banyaknya 100 miliar saham baru atau setara dengan 201,43% dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Nilai nominal saham baru tersebut adalah Rp 100. Sebagai pemanis, TRAM juga akan menerbitkan Waran Seri III sebanyak-banyaknya 14 miliar waran yang dapat dikonversi menjadi 14 miliar saham baru.
Kepala Riset Koneksi Kapital Indonesia Alfred Nainggolan mengatakan, rights issue TRAM ini tidak begitu menarik bagi investor. Alasannya, dari sisi fundamental, price earning ratio (PER) TRAM sudah mencapai 59,5 kali per perdagangan Rabu (3/7). Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan emiten pertambangan batubara lainnya, seperti PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang memiliki PER 7,59 kali dan PT Adaro Enegery Tbk (ADRO) yang sebesar 6,42 kali.
"Kalau TRAM menawarkan rights issue dengan kisaran harga saham saat ini, yakni Rp Rp100-Rp 120 per saham, maka mereka termasuk mahal," kata Alfred kepada Kontan.co.id, Rabu (3/7). Per perdagangan Rabu (3/7), harga saham TRAM berada pada level Rp 119.
Di samping itu, TRAM juga bukan termasuk pemimpin pasar dalam sektor pertambangan batubara. Berdasarkan data RTI, kapitalisasi pasar TRAM adalah sebesar Rp 5,91 triliun, jauh di bawah PTBA yang sebesar Rp 34,56 triliun dan ADRO Rp 43,50 triliun.
Meskipun begitu, menurut Alfred, jumlah saham baru yang akan dilepas TRAM cukup fantastis. "Misalnya, TRAM jual saham dengan harga Rp 100, maka TRAM punya dana segar Rp 10 triliun. Ini fantastis apalagi dengan skala TRAM yang bukan termasuk pemain besar di batubara. Yang menarik adalah penggunaan dana ini untuk apa," ucap dia.
Oleh karena itu, menurut Alfred, dengan jumlah saham baru sebesar itu, kemungkinan TRAM sudah memiliki anchor investor. "Jika investor retail TRAM tidak eksekusi rights issue tersebut, maka mereka akan jual sahamnya ke anchor investor," ucap dia.
Terkait efek dilusi rights issue TRAM yang mencapai maksimum 66,83%, menurut Alfred, besaran dilusi ini tidak terlalu menjadi perhatian investor ritel. Alasannya, efek dilusi ini hanya akan mengurangi porsi kepemilikan investor ritel. Sementara itu, investor retail lebih memerhatikan pergerakan harga saham TRAM berkat rights issue ini.
Sementara itu, secara industri, Alfred memproyeksi kinerja emiten-emiten batubara tidak terlalu bagus pada tahun ini. Bahkan ia memprediksi, pertumbuhannya bakal lebih rendah dari tahun lalu.
Hal ini disebabkan oleh perlambatan ekonomi global yang membuat permintaan batubara turun. Padahal, pertumbuhan kinerja emiten batubara didorong oleh pertumbuhan ekspor. Sebagai contoh, China sebagai negara yang paling banyak menyerap ekspor batubara Indonesia menghadapi banyak dinamika, mulai dari isu lingkungan hingga pertumbuhan ekonomi yang masih belum naik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News