Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Kinerja PT Timah Tbk (TINS) semester I-2014 terlihat meningkat. Namun, para analis menilai, kenaikan kinerja ini masih jauh dari harapan. Selama semester I, laba bersih TINS meningkat 48% menjadi Rp 203 miliar.
Fajar Indra, Analis Panin Sekuritas dalam riset pada 25 Juli 2013 menilai, raihan laba bersih TINS masih jauh dari ekspektasi. Menurut dia, kenaikan laba bersih lebih karena depresiasi rupiah yang menguntungkan TINS. "Ini karena posisi Timah sebagai dollar earner," tulis dia, dalam riset. Pasalnya, pendapatan TINS hanya tumbuh 7,7% menjadi Rp 2,75 triliun secara year-on-year (yoy).
Volume penjualan TINS sampai semester I juga merosot 11,8% secara yoy menjadi 9.663 ton. Harga jual TINS hanya naik 2,8% menjadi US$ 23.193 per ton.
Andy Wibowo Gunawan, Analis Sucorinvest Central Gani pun menambahkan, Timah memang tidak berorientasi pada kuantitas. Manajemen TINS bahkan berencana mengerem penjualan agar mendapat harga jual yang diinginkan yakni di US$ 23.000 per ton. Namun, Andy mengatakan, harga jual timah justru kian jauh dari proyeksi awal.
Nah untuk menyiasatinya, Andy bilang, TINS akan meningkatkan kualitas produk. Produk yang dihasilkan harus memiliki ISO. Selain itu, tidak terlibat kasus hak asasi manusia seperti tidak mempekerjakan pekerja di bawah umur. Selain itu, perusahaan harus mendapat izin dari Departemen Energi dan Mineral, Departemen Kehutanan, Departemen Perdagangan dan Departemen Industri. "Kriteria ini harus dipenuhi perusahaan karena kebutuhan dari pembeli seperti Intel, Samsung dan Apple," papar Andy.
Tak hanya itu, TINS juga terus menggenjot efisiensi dengan mulai memperbesar eksploitasi lepas pantai alias off-shore dari di darat (on-shore). Andy mengatakan, penambangan on shore membutuhkan biaya yang lebih tinggi dari penambangan lepas pantai. "Biaya paling besar reklamasi wilayah," ujar dia.
Selain itu risiko penambangan on shore lebih besar. "Risiko dirampok lebih tinggi dari lepas pantai," papar Andi. TINS telah memiliki kapal Geotin III yang bakal meningkatkan produksi di tahun ini. Namun, emiten ini enggan menyebut karena menghindari adanya perampokan.
Fajar menambahkan, TINS memiliki kebijakan restocking persediaan timah. Hingga Juni 2014, jumlah persediaan logam dan barang dalam proses masing-masing 4.473 ton dan 8.814 ton. Angka ini lebih banyak dibandingkan posisi Juni 2013 1.293 ton dan 4.580 ton. "Adanya strategi pengumpulan persediaan, diharapkan TINS dapat menjual timah 2.700 ton setiap bulan di semester II-2014," ujar Fajar.
Sebab Fajar melihat, potensi stagnasi harga jual timah hingga semester I-2015. Karena itu dia memproyeksikan, penjualan TINS menjadi Rp 7,77 triliun di akhir 2015 dengan laba bersih Rp 740 miliar. Di tahun ini saja dia memproyeksikan penjualan TINS bisa menjadi Rp 7,37 triliun dari Rp 5,85 triliun di 2013.
Sedangkan laba bersih TINS bisa mencapai Rp 630 miliar dari Rp 515 miliar di 2013.
David N Sutyanto, Analis First Asia Capital dan Andy menyarankan, buy saham TINS dengan target masing-masing di Rp 2.000 dan Rp 1.550. Sedangkan Fajar menyarankan, netral di Rp 1.500. Senin (29/9) harga TINS turun 1,61% di Rp 1.225.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News