Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS akan menekan bisnis properti. Depresiasi tersebut akan menyebabkan beban yang ditanggung para pengembang. Bukan dari peningkatan biaya pembelian material terutama yang terkait dengan impor tetapi juga beban keuangan dari utang berbasis mata uang asing.
Dari data publikasi riset Moody's, ada dua emiten properti yang tidak melakukan hedging atau lindung nilai terhadap utang mata uang asing yang mereka punya. Keduanya adalah PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) dan PT Sentul City Tbk (BKSL).
Per Juni 2018, BSDE memiliki total utang dalam mata uang asing sebesar US$ 650 juta. Itu bagian dari global bond melalui anak usahanya Global Prime Capital Pte. Ltd., sebanyak lima tahap sejak tahun 2015. Surat utang tersebut dikenakan kupon rata-rata 6,5% per tahun.
Sementara BKSL, berdasarkan laporan keuangan per Juni 2018, memiliki utang dalam mata uang asing sebanyak US$ 69,25 juta kepada empat institusi yakni Golden Capital Foundation, Queen Bridge Investment, Perdana Securities, dan Bank QNB Indonesia. Lalu perusahan ini juga memiliki utang dalam dollar Hong Kong sebesar 4 juta.
Darmawan, Corporate Finance BKSL mengatakan, total utang perusahaan dalam mata uang asing tidak terlalu besar jika dibandingkan terhadap total utang mereka. Dengan begitu, dampak depresiasi rupiah menurutnya tidak terlalu besar terhadap beban keuangan yang harus mereka tanggung.
"Kalaupun rupiah melemah kami akan kena mungkin unrealased forex loss. Tetapi karena exposure utang dollar kami tidak besar maka dampaknya tidak akan terlalu besar. Nanti kalau rupiah menguat lagi, kami juga ada peluang untuk mendpaatkan forex gain," kata Darmawan pada Kontan.co.id, Selasa (11/9).
BKSL memilih tidak melakukan lindung nilai terhadap utang dollarnya lantaran dalam tiga tahun sebelumnya mata uang asing tersebut masih cukup stabil dan baru menguat tahun 2018. Sementara utang tersebut sebelumnya didapatkan ketika posisi dollar AS masih murah.
Meskipun dampaknya tidak terlalu besar, Darmawan mengatakan, pihaknya juga sedang memikirkan rencana untuk melakukan lindung nilai. "Ini sedang dipikirkan (untuk hedging) sambil melihat perkembangan yang ada," kata Darmawan.
Sementara Hermawan Wijaya, Direktur BSDE mengatakan, saat ini pihaknya masih memiliki kas dan setraa kas dalam bentuk dollar AS lebih dari US$ 300 juta. Sehingga utang yang tidak mendapatkan lindung nilai dari total global bond US$ 650 juta tinggal sekitar US$ 300 juta.
Menurut Hermawan, jika rupiah terus mengalami depresiasi maka akan berdampak pada net profit perusahaan ke depan. "Tetapi untuk gross margin tentu akan kami coba maintenance," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News