Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah mengalami pemulihan ekonomi yang naik-turun dan tidak merata pada tahun ini, ekonomi global diproyeksikan akan jauh lebih baik pada tahun depan. Apalagi, The Fed akhirnya mengumumkan teknis pelaksanaan tapering yang sudah dinantikan pelaku pasar beberapa waktu terakhir.
Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Dimas Ardhinugraha meyakini tahun depan akan jadi tahun yang lebih baik. Ia melihat tahun depan outlook pasar investasi akan prospektif seiring adanya sinyal positif dari global.
Mulai dari Dana Moneter Internasional (IMF) yang memperkirakan pertumbuhan di 2022 sebesar level 4,9%. Proyeksi ini masih lebih tinggi dibandingkan data historis jangka panjang, dan tetap suportif bagi pasar finansial.
Selain itu, peningkatan dan pemerataan vaksinasi secara global di 2022 diyakini akan menopang pertumbuhan global di 2022.
Baca Juga: Perbankan menengah besar ikut semarakkan aksi penambahan modal
Menurutnya, ketika semakin banyak negara yang mengubah strategi penanganan pandemi dari zero covid menjadi live with covid akan mengurangi risiko restriksi ketat dan kondisi ini dapat mendukung konsistensi pertumbuhan global di 2022.
“Mengantisipasi ekspektasi peningkatan inflasi, pasar finansial mulai menyesuaikan ekspektasi peningkatan frekuensi kenaikan Fed Rate di 2022. Namun sejauh ini The Fed memandang kenaikan inflasi bersifat sementara dan belum melihat potensi kenaikan suku bunga secara agresif,” jelas Dimas dalam keterangan tertulis, Kamis (11/11).
Berbeda dengan di Amerika Serikat (AS), tekanan inflasi di Asia saat ini relatif lebih terjaga, dipengaruhi oleh pembatasan aktivitas ekonomi, intervensi pemerintah atas harga energi, dan juga pangan yang berkontribusi besar dalam keranjang inflasi. Di tengah kebijakan fiskal yang lebih ketat, Dimas menyebut outlook kebijakan moneter Asia diperkirakan tetap akomodatif dan menjadi salah satu faktor pendorong utama pemulihan ekonomi.
Menurutnya, walaupun Indonesia yang sempat mengalami mismanagement penanganan pandemi, dukungan stimulus yang tidak terlalu agresif, dan pembukaan aktivitas ekonomi yang kurang merata, justru memiliki ruang ekspansi ekonomi yang lebih tinggi di 2022.
Kondisi ini diharapkan memberikan sentimen yang positif terhadap perekonomian dan pasar finansial Indonesia.
Peluang di pasar obligasi dan pasar saham
Dimas mengatakan, pasar obligasi kini lebih siap dalam menghadapi tren perubahan sentimen global ini. Faktor kepemilikan asing yang jauh lebih rendah dibandingkan periode-periode sebelumnya, dinamika pasokan obligasi yang lebih baik dan tingkat imbal hasil obligasi Indonesia yang menarik diharapkan dapat meredam dampak kebijakan moneter The Fed yang lebih ketat di 2022.
“Fundamental makro yang lebih baik dan stabilitas eksternal yang terus diperkuat diharapkan dapat menjaga volatilitas pasar obligasi Indonesia,” imbuhnya.
Sementara di pasar saham, aliran dana asing yang masuk semakin kuat bahkan menjelang pengetatan moneter The Fed. Minat terhadap saham kapitalisasi besar mulai menunjukkan perbaikan didukung oleh membaiknya situasi pandemi dalam negeri.
Sedangkan untuk saham ekonomi digital, Dimas menilai saham ini menawarkan prospek jangka panjang yang menarik didukung tren struktural industri yang mengarah ke digital dan potensi inklusi pada indeks saham global.
Alhasil ia menyebut faktor-faktor di atas dapat menjadi peluang bagi investor untuk menambah portofolio investasinya di reksadana pendapatan tetap dan reksadana saham.
“Sekarang tinggal investor yang menentukan, akan memilih yang mana. Namun sebelum keputusan investasi dijatuhkan, pastikan untuk menyesuaikan terlebih dahulu dengan profil risiko masing-masing, agar tidak menyesal kemudian,” tutup Dimas.
Selanjutnya: Ekonomi Indonesia diproyeksi bullish, simak saham pilihan dari Morgan Stanley
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News