Reporter: Nova Betriani Sinambela | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepekan terakhir, rupiah terus menunjukkan penguatannya terhadap mata uang Amerika Serikat (AS). Tidak hanya itu, mata uang garuda juga menunjukkan performa paling baik diantara mata uang di kawasan.
Mengutip Bloomberg, pada perdagangan awal pekan ini, Senin (26/8), kurs rupiah spot ditutup menguat sekitar 0,35% ke level Rp 15.438 per dolar AS dibandingkan posisi Rp 15.492 per dolar AS per Jumat (23/8).
Rupiah Jisdor Bank Indonesia juga terpantau menguat sekitar 1,12% ke level Rp 15.380 per dolar AS dari posisi akhir pekan lalu di Rp 15.554 per dolar AS.
Baca Juga: Rupiah Melemah 1,17% Sepekan, Simak Penyebab dan Prospek Mata Uang Garuda
Direktur PT Laba Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan secara fundamental penguatan nilai rupiah ini disebabkan dolar AS yang melemah, di saat bersamaan kondisi ekonomi Indonesia yang bagus, tercermin dari rasio PDB pad kuartal II-2024 tumbuh 5,05% dan inflasi mendekati 2% .
Hal ini menjadi celah mendorong penguatan rupiah.
Namun sebenarnya, lanjut Ibrahim, faktor utama rupiah menguat karena indeks dolar terus melemah. Di tambah lagi pernyataan dovish Ketua The Fed, Jerome Powell untuk pemangkasan suku bunga acuan dalam waktu dekat membuat dolar AS kian terdepresi.
"Sehingga dimanfaatkan para investor untuk melakukan pembelian terhadap mata uang yang melawan dolar, karena pada saat dolar melemah mengakibatkan harganya terlalu murah," kata Ibrahim kepada KONTAN, Senin (28/8).
Baca Juga: Dolar AS Masih Kuat, Begini Prospek Mata Uang Utama
Sementara jika di antara mata uang kawasan, menurut Bloomberg dalam sebulan rupiah memang mengalami penguatan tertinggi ketiga yaitu menguat 5,9%. Penguatan tertinggi pertama dipegang MYR sebesar 7,1% kemudian disusul yen Jepang 6,8%.
Ibrahim melihat Indonesia mampu menunjukan data ekonomi yang bagus dan kondisi politik yang stabil sehingga meningkatkan kepercayaan investor. Alhasil dana asing semakin banyak masuk ke pasar modal dalam negeri dan mendorong penguatan rupiah diantara mata uang kawasan.
"Harus ingat menurut pemeringkat rating, rating untuk obligasi Indonesia itu BBB+. Artinya berapapun uang nasabah luar negeri masuk membeli obligasi, yield obligasi pemerintah tidak akan terjadi gagal bayar," lanjut Ibrahim.
Dengan situasi ini Ibrahim optimis rupiah pada akhir tahun berada di level Rp 13.500. Ia juga merekomendasikan sejumlah mata uang kawasan seperti dolar Singapura dengan target harga 1.29811, USDJPY dengan target harga 135.200, dan USDCNH di level 1.08311
Baca Juga: Kerja Sama Penggunaan Mata Uang Lokal Terus Naik, Transaksi dengan China Mendominasi
Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana setuju bahwa penguatan rupiah lebih karena dolar yang melemah. Walaupun secara real world data ekonomi Indonesia lebih baik dibanding AS, tetapi tidak bisa dipungkiri dari fundamental mata uang dan kondisi fiskal Indonesia terbilang masih belum bagus, hal ini berpotensi menahan rupiah terapresiasi lebih lanjut.
"Karena fisikal Indonesia defisit pada Juli ini sebesar 0,9% dari GDP, current account juga defisit 0,7% dari GDP," kata Fikri kepada KONTAN, Senin (28/8).
Sementara untuk negara kawasan, penguatan rupiah di dorong yield obligasi yang berada pada rentang 6,5% sampai 6,6% dan membuat rupiah lebih murah dibanding mata uang kawasan.
Alhasil mendorong capital inflow di pasar modal Indonesia. Di tengah situasi ini, Alwi memprediksi rupiah akan berada di level Rp 12.500 sampai Rp12.600 per dollar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News