kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45910,98   -12,52   -1.36%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tertekan wabah corona, bagaimana prospek saham sektor konstruksi?


Minggu, 09 Agustus 2020 / 11:57 WIB
Tertekan wabah corona, bagaimana prospek saham sektor konstruksi?
ILUSTRASI. Prospek saham emiten konstruksi dalam jangka waktu dekat masih akan berat untuk pulih.


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten yang bergerak di sektor properti sepanjang semester I 2020 juga mengalami tekanan. Dari 10 perusahaan yang telah melaporkan kinerjanya, hanya PT Adhi Karya Tbk (ADHI) yang mampu mencatatkan kenaikan pendapatan 1,86% secara tahunan (yoy) menjadi Rp 5,53 triliun.

Meski pendapatan naik, ADHI tetap mengalami tekanan pada bottom line-nya. Laba bersih ADHI turun 94,76% yoy menjadi Rp 11,27 miliar dari yang sebelumnya Rp 215 miliar. Penurunan laba bersih juga dialami oleh PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA) yaitu turun 41,79% yoy menjadi Rp 43,12 miliar. Laba bersih PT PP Tbk (PTPP) juga tercatat turun 95,36% yoy menjadi Rp 15,94 miliar.

Dilihat dari perolehan kontrak baru, PTPP juga mengalami penurunan dari Rp 14,8 triliun menjadi Rp 8,98 triliun. ADHI juga mengalami penurunan dari Rp 5,4 triliun menjadi Rp 3,7 triliun. Kontrak baru NRCA juga turun dari Rp 1,53 triliun menjadi Rp 588,8 miliar. PT Waskita Karya Tbk (WSKT) juga mengalami hal serupa, kontrak baru hingga semester I-2020 sebesar Rp 4,37 triliun, turun dari perolehan di semester I-2019 yang sebesar Rp 8,18 triliun.

Baca Juga: Kontrak Baru Anjlok, Nusa Raya Cipta (NRCA) Pangkas Target

Analis Panin Sekuritas Ishlah Bimo Prakoso mengatakan, di semester I 2020, memang sangat berat situasinya bagi konstruksi. Kontrak baru turun karena aktivitas tender sangat minim. Penyebab utamanya adalah proyek infrastruktur di Indonesia yang menggunakan skema kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU). Hal ini menyebabkan perlu adanya kas dari BUMN maupun swasta untuk menginisiasi proyek infrastruktur.

"Nah di tekanan ekonomi, pihak BUMN atau pun swasta cenderung ingin mengamankan porsi kas di neracanya, ketimbang menjalankan proyek-proyek baru," jelas Bimo, Jumat (7/8).

Sementara untuk kontrak berjalan, pembangunannya sangat berpotensi besar tertunda atau molor. Dampaknya adalah kebanyakan pendapatan yang diakui secara progress of completion otomatis akan terhambat juga.

Di semester I -2020, Bimo melihat pemulihan ekonomi Indonesia besar berpotensi mengalami pola U-shape recovery. Sehingga beberapa tender proyek bisa mundur, bahkan ke 2021. Lalu untuk proyek berjalan, physical distancing tetap harus diperhatikan. Sehingga pengerjaan proyek akan molor dan pengakuan pendapatan konstruksi melambat.

Bimo memprediksi rata-rata penurunan kinerja sektor konstruksi bisa mencapai 50%-60%. Dus, Bimo melihat prospek saham emiten konstruksi dalam jangka waktu dekat masih akan berat untuk pulih. Kecuali apabila investor memiliki horizon investasi jangka panjang, maka masih cukup menarik.

Beberapa perusahaan konstruksi ada yang memiliki fundamental yang kuat, dengan posisi neraca yang masih solid. Sehingga dengan penurunan harga saham di sektor konstruksi menyebabkan harga sahamnya cukup undervalued. Diantara emiten sektor konstruksi, Bimo masih menyarankan beli saham WIKA dengan target harga Rp 1.450 per saham. Pada perdagangan Jumat (7/8), hatga saham WIKA ditutup pada level Rp 1.100 per saham.

Baca Juga: Kontrak Luar Negeri Seret, Wijaya Karya (WIKA) Merevisi Target Kinerja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×