Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. BRI Danareksa Sekuritas mempertahankan peringkat netral pada sektor tembakau. Adanya kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) berpotensi melanjutkan downtrading atau perpindahan konsumsi perokok ke produk dengan cukai dan harga yang lebih murah.
Analis BRI Danareksa Sekuritas Natalia Susanto mengatakan bahwa Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah merilis aturan cukai tahun 2023-2024 dengan Harga Jual Eceran (HJE) yang lebih tinggi. Penerapan tarif baru dan HJE dimulai pada 1 Januari 2023 untuk tahun 2023 dan 1 Januari 2024 untuk tahun 2024.
Imbasnya, emiten rokok seperti PT Gudang Garam Tbk (GGRM) dan PT H.M. Sampoerna Tbk (HMSP) sudah mulai menyesuaikan harga jual untuk menyambut kebijakan cukai 2023.
Natalia dalam risetnya tertanggal 5 Januari 2023 menjelaskan bahwa aturan yang dirilis oleh Kemenkeu sudah sesuai ekspektasi BRI Danareksa Sekuritas mengenai tarif cukai, khususnya untuk tarif yang dikenakan bagi produsen rokok tingkat 1.
Baca Juga: Saham Sektor Indeks Bahan Baku Unjuk Gigi, Cermati Saham Pilihan Analis
Cukai untuk golongan Sigaret Kretek Tangan (SKT) naik sekitar 4,8%, sementara Sigaret Putih Mesin (SPM) naik hingga 12% di tahun 2023. Tarif diperkirakan menunjukkan pertumbuhan serupa untuk tahun 2024.
Kemenkeu juga menaikkan Harga Jual Eceran Minimum (HJE) tahun 2023-20 24 sebesar 7,9% hingga 10% untuk kategori tingkat 1. HJE yang lebih tinggi akan menghasilkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang lebih tinggi.
Untuk produsen rokok di bawah tingkat 1, kenaikan HJE yang lebih tinggi mulai dari 10% sampai 20%. Kenaikan secara bertahap mengarah pada harga jual atau Average Selling Price (ASP) yang lebih tinggi dan mengurangi keterjangkauan produk rokok di bawah tingkat 1.
Natalia berujar, dalam beberapa tahun terakhir, kategori di bawah tingkat 1 telah menjadi pendorong pertumbuhan industri rokok. Pada akhir September 2022, pangsa pasar produsen rokok di bawah tingkat 1 telah meningkat menjadi 36% dari 20% pada 2019.
Kesenjangan tarif antara produsen rokok tingkat 1 dan di bawahnya dipertahankan untuk Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan SPM, tapi dipersempit untuk SKT.
BRI Danareksa Sekuritas mencatat bahwa kesenjangan tarif antara tingkat 1 dan di bawah tingkat 1 untuk golongan SKM dan SPM dipertahankan sekitar 39,2% hingga 40,6%. Hal ini berpotensi memberikan celah yang cukup untuk melanjutkan downtrading.
Namun, terdapat kesenjangan tarif yang lebih sempit untuk golongan SKT antara tingkat 1 dan di bawah tingkat 1.
Adapun per 14 Desember 2022, Kementerian Keuangan melaporkan bahwa penerimaan cukai tembakau naik 16,83% year-on-year (YoY) ke Rp 198 triliun. Penerimaan pajak cukai secara year to date (YtD) tersebut telah mencapai 94% dari total target. Ini karena didukung oleh tarif cukai yang lebih tinggi sekitar 10,7% dan pemberantasan rokok ilegal.
Sedangkan, produksi rokok turun 1,9% YoY menyusul penurunan di tingkat 1 (turun 6,2%) dan tingkat 2 (turun 2,2%). Sementara itu, tingkat 3 melaporkan pertumbuhan tahunan sebesar 23% dalam periode yang sama.
"Setelah aturan pembebasan cukai berakhir pada 2022, perusahaan rokok mulai menyesuaikan harga jual mereka untuk memperhitungkan cukai yang lebih tinggi tahun depan," papar Natalia.
Baca Juga: Emiten BUMN Karya Mengejar Pertumbuhan Kinerja, Intip Rekomendasi Sahamnya
GGRM meningkatkan harga ex-factory (harga pokok penjualan barang dari pabrik penjual) mulai dari 5-8%, berlaku efektif sejak tanggal 21 Desember 2022, dan menjadi peningkatan keenam tahun 2022.
Sementara, harga penyesuaian beberapa merek besar HMSP mulai dari 2-4%, yang dimulai pada November 2022.
Berdasarkan data bea cukai dan pajak, kategori produsen rokok tingkat 1 memberikan kontribusi sebesar 50% terhadap total nilai pita cukai.
Menurut Natalia, peraturan cukai baru-baru ini mempertimbangkan beberapa faktor termasuk tujuan untuk mengurangi konsumsi rokok dengan cara meningkatkan HJE yang lebih tinggi untuk produk dari produsen di bawah tingkat 1.
Selain itu, aturan cukai guna mencapai target penerimaan pajak pemerintah yang dititikberatkan pajak cukai yang lebih tinggi untuk tingkat 1 SKM dan SPM, sambil mendukung pekerja dan petani tembakau dengan penerapan cukai yang lebih rendah untuk produk SKT.
Dalam kondisi ini, HMSP dinilai berada di posisi yang lebih baik untuk meraih pertumbuhan pendapatan pada tahun 2023, didukung oleh pertumbuhan volume yang positif dan portofolio produk yang luas untuk memanfaatkan potensi downtrading.
Natalia merekomendasikan hold untuk HMSP dengan target harga di Rp 990 per saham. Sementara GGRM baiknya Sell dengan target harga senilai Rp 15.900 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News