kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.769   -9,00   -0,06%
  • IDX 7.470   -9,22   -0,12%
  • KOMPAS100 1.154   0,14   0,01%
  • LQ45 915   1,41   0,15%
  • ISSI 226   -0,75   -0,33%
  • IDX30 472   1,48   0,31%
  • IDXHIDIV20 570   2,21   0,39%
  • IDX80 132   0,22   0,17%
  • IDXV30 140   0,97   0,69%
  • IDXQ30 158   0,51   0,33%

Tenang, IHSG masih berpotensi naik sampai akhir tahun


Rabu, 15 Mei 2019 / 13:20 WIB
Tenang, IHSG masih berpotensi naik sampai akhir tahun


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga saham Gabungan (IHSG) masih bertada di zona merah. Hingga akhir perdagangan sesi I, Rabu (15/5), IHSG tergerus 2,98% secara year to date dan turun 7,64% dari posisi setelah pemilu, 18 April lalu.

Jika tidak memasukkan faktor transaksi merger PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN), asing mencatat net sell Rp 4,9 triliun sejak pemilu. Hal tersebut menjadikan IHSG sebagai indeks dengan performa terburuk ketiga jika dibandingkan dengan Asian Peers.

Analis Panin Sekuritas Nico Laurens mengatakan, indeks yang melemah memang kerap terjadi lantaran, pasar saham negara berkembang lebih rentan terhadap tekanan perlambatan ekonomi.

"Jika mengacu secara historis, pasar saham adalah leading indikator dan akan terkoreksi lebih dulu ketika awal perlambatan (initial slowdown) dan akan menunjukkan perbaikan di akhir resesi (late recession)," tulisnya dalam riset yang diterima Kontan.co.id, Rabu (15/5).

Misalnya seperti periode resesi di tahun 2000-2002 (bubble.com), periode 2008-2009 (subprime mortgage), 2011-2012 (krisis Venezuela dan Yunani) dan 2014-2015 (krisis keuangan di Rusia dan crash di pasar saham China). Secara historis, pasar saham negara berkembang akan lebih rentan terhadap tekanan.

"Secara drawdown rata-rata pasar saham negara berkembang turun -34,7% sedangkan negara maju, -23,1%, yang lebih disebabkan oleh shifting dari investor global ke non-risky asset," tambah Nico.

Apalagi, tekanan yang diakibatkan oleh perang dagang antara US dan China dapat mengakibatkan perlambatan pertumbuhan global. Meski begitu, Nico menganggap, dampak perang dagang akan lebih minim untuk Indonesia.

Pasalnya, porsi ekspor dalam negeri masih rendah (14% terhadap PDB) dan kondisi keuangan juga lebih kuat. "Sehingga kami melihat tidak ada alasan kuat untuk penurunan lebih dalam untuk IHSG secara fundamental," katanya.

Maka itu, ia menilai indeks saham masih berpotensi menguat di akhir tahun dengan target IHSG 6.759. Faktor pendorongnya adalah, pertama, dampak minimnya perang dagang. Kedua, rilis laporan keuangan yang inline di kuartal I-2019.

Ketiga, kondisi ekonomi yang lebih kuat dibandingkan peers dan krisis sebelumnya. Keempat, valuasi yang terdiskon dengan estimasi pertumbuhan laba yang lebih tinggi dibandingkan peers.

"Secara tactical asset allocation, kami tidak merekomendasikan meningkatkan alokasi saham di jangka pendek, dan merekomendasikan sektor perbankan, consumer-related serta telekomunikasi yang lebih defensif," ujar Nico. Dia pun merekomendasikan saham TLKM, BBNI, GGRM, ICBP, ANTM, ADRO, EXCL, CTRA, dan WIKA.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×