Reporter: Dian Sari Pertiwi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten batubara tengah menanti kebijakan final terkait kebijakan harga domestic market obligation (DMO) batubara untuk PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Namun, diantara beberapa emiten batubara, PT Bukit Asam (Persero) Tbk yang paling diuntungkan jika kebijakan harga DMO batubara batal maupun tetap berlanjut.
Analis Trimegah Sekuritas Sandro Sirait menuturkan, posisi emiten berkode PTBA sangat strategis di tengah tarik ulur kebijakan ini. Sebab, jika kebijakan harga DMO masih berlanjut, PTBA masih punya potensi mendulang pendapatan dari kebijakan transfer kuota kepada perusahaan tambang lainnya. "Kalau jadi, harga jual ke domestik juga jadi naik, penjualan PTBA ke pasar domestik paling banyak jadi pendapatannya bisa positif," ujar Sandro.
Saat ini, PTBA melempar 55% hingga 60% dari hasil produksinya ke pasar domestik. Sementara kewajiban DMO hanya sebesar 25% saja. Dalam enam bulan pertama tahun ini, PTBA juga mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 17% menjadi Rp 10,53 triliun.
Pendapatan ini ditopang oleh kenaikan volume penjualan sebesar 8% menjadi 12,22 juta ton. Begitu juga dengan rata-rata harga jualnya yang ikut merangkak naik 9% menjadi Rp 838.288 per ton.
Selain itu, PTBA juga mendapat angin segar dari sentimen holding pertambangan PT Inalum yang mengakuisisi saham PT Freeport Indonesia. Sandro menilai, sinergi PTBA dengan Inalum dalam membuat powetplant bisa jadi katalis positif bagi emiten ini. Catatan saja, PTBA tengah membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sumsel 8. Per bulan Juni 2018 lalu, proyek ini masuk tahap financial close.
Untuk itu, Sandro merekomendasikan beli saham PTBA dengan target 5.700 per saham. Dalam perdagangan hari ini (31/7) harga saham PTBA berada di level 4.480, naik 2,75% dari perdagangan hari sebelumnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News