kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.904.000   15.000   0,79%
  • USD/IDR 16.800   4,00   0,02%
  • IDX 6.262   8,20   0,13%
  • KOMPAS100 896   3,65   0,41%
  • LQ45 707   -0,42   -0,06%
  • ISSI 194   0,88   0,46%
  • IDX30 372   -0,72   -0,19%
  • IDXHIDIV20 450   -1,01   -0,22%
  • IDX80 102   0,35   0,35%
  • IDXV30 106   0,47   0,45%
  • IDXQ30 122   -0,87   -0,70%

Tarif Royalti Nikel Berpeluang Naik, Vale Indonesia (INCO) Tidak Mau Berspekulasi


Selasa, 11 Maret 2025 / 16:02 WIB
Tarif Royalti Nikel Berpeluang Naik, Vale Indonesia (INCO) Tidak Mau Berspekulasi
ILUSTRASI. PT Vale Indonesia Tbk (INCO) belum mau berspekulasi mengenai rencana pemerintah melalui Kementerian ESDM yang hendak menyesuaikan tarif royalti mineral dan batubara.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten produsen nikel, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) belum mau berspekulasi mengenai rencana pemerintah melalui Kementerian ESDM yang hendak menyesuaikan tarif royalti mineral dan batubara.

Dalam berita sebelumnya, tarif royalti progresif komoditas nikel diusulkan meningkat menjadi 14%-19% berdasarkan Harga Mineral Acuan (HMA), dibandingkan sebelumnya yang hanya menggunakan tarif tunggal 10%.

Selain itu, komoditas nikel matte juga berpotensi mengalami kenaikan tarif royalti progresif menjadi 4,5%-6,5% mengikuti HMA, dengan penghapusan windfall profit. Sebelumnya, tarif tunggal yang berlaku untuk nikel matte adalah 2% ditambah windfall profit 1%.

Ada pula tarif royalti progresif ferro nikel yang berpotensi naik menjadi 5%-7% berdasarkan HMA, dari sebelumnya yang hanya menggunakan tarif tunggal 2%.

Baca Juga: Laba Vale Indonesia (INCO) Turun di 2024, Cek Prospek Kinerja & Rekomendasi Sahamnya

Chief Sustainability and Corp Affairs Officer Vale Indonesia Bernardus Irmanto mengatakan, lantaran kebijakan penyesuaian tarif royalti minerba ini masih tahap usulan, INCO belum mau berspekulasi terlebih dahulu, termasuk terkait dampak yang dihasilkan apabila kebijakan tersebut resmi berlaku.

Apalagi, pemerintah masih meminta masukan dari asosiasi dan pelaku industri di sektor pertambangan.

"Kami tidak mau berspekulasi terlebih dahulu. Ditunggu saja," kata Bernardus, Selasa (11/3).

Di sisi lain, INCO menyambut positif lonjakan harga komoditas bijih nikel global yang terjadi akhir-akhir ini. Pulihnya harga nikel di atas kertas akan berkolerasi positif terhadap kinerja emiten tersebut.

Walau begitu, Bernardus mengingatkan, ada faktor-faktor lain yang perlu diperhatikan terlepas dari pergerakan harga komoditas, yakni produksi dan biaya pengeluaran perusahaan. 

"Ini masih kuartal pertama, semoha tiga hal tadi (harga, produksi, biaya) bisa berada dalam kondisi yang baik," kata dia.

Mengutip situs Trading Economics, harga bijih nikel berada di level US$ 16.546 per dollar AS pada Selasa (11/3) pukul 14.00 WIB atau naik 7,32% month to month (mtm). Namun, dalam setahun terakhir harga komoditas ini terkoreksi 9,66% year on year (yoy).

Baca Juga: Komisaris Vale Indonesia (INCO) Mengundurkan Diri

Tahun 2024 lalu, pendapatan INCO menyusut 22,87% yoy menjadi US$ 950,38 juta. Laba bersih emiten anggota holding industri pertambangan BUMN, MIND ID ini juga tergerus 78,94% yoy menjadi US$ 57,76 juta.

Secara operasional, volume produksi dan penjualan nikel matte INCO tumbuh secara terbatas. Produksi nikel matte naik 0,82% yoy menjadi 71.311 metrik ton pada 2024. Realisasi produksi INCO ini melampaui target tahunan perusahaan yang dipatok sebesar 70.805 metrik ton.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×