kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tarif Logistik Rantai Dingin Naik, Bagaimana Efeknya ke Emiten Frozen Food?


Jumat, 09 September 2022 / 07:55 WIB
Tarif Logistik Rantai Dingin Naik, Bagaimana Efeknya ke Emiten Frozen Food?


Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Rantai Pendingin Indonesia (ARPI) memprediksi biaya logistik rantai pendingin akan terkerak sebesar 25% hingga tiga bulan ke depan.

Ketua Umum ARPI Hasanuddin Yasni mengungkapkan, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) akan memberikan dampak pada industri yang menggunakan sistem rantai dingin, terutama dalam pengiriman produk makanan dan minuman.

Saat ini, pemain third party logistics (3PL) yang menyediakan jasa handling in-out produk tersebut tengah mencari solusi atas kenaikan harga BBM ini yang diikuti dengan kenaikan tarif. Hasan mengungkapkan, industri pengiriman produk seperti reefer truck dan reefer container sudah menaikkan tarif pengiriman sebesar 15%-20%.

Baca Juga: Kinerja Emiten Poultry Prospektif, Simak Rekomendasi Saham JPFA, CPIN dan MAIN

"Para pelanggan yang menggunakan jasa rantai dingin masih keberatan dengan kejutan penyesuaian tarif tersebut," kata Hasan kepada Kontan.co.id, Kamis (8/9).

Dia menilai, untuk reefer truck yang hanya menghubungkan antar kota dalam satu pulau dengan kenaikan 15%-20% masih terbilang aman. Tetapi, jika dalam pengiriman menggunakan beberapa moda transportasi seperti laut dan darat, dimana ada biaya lainnya seperti di terminal peti kemas, maka hitungan kenaikan ada di angka 25%. Hasan bilang, penyesuaian tarif di pengiriman sudah dilakukan sejak minggu lalu.

Analis Ciptadana Sekuritas Asia Michael Filbery menilai kenaikan tarif pengiriman ini akan memperberat biaya penjualan bagi emiten makanan olahan atau produsen makanan beku. Bahkan, Michael memperkirakan margin emiten makanan olahan beku ini akan tergerus pada kuartal tiga ini jika tak melakukan penyesuaian harga produk dalam waktu dekat.

Meski begitu, prospek bisnis makanan olahan termasuk segmen yang masih berpotensi bertumbuh. Pasalnya, ada peningkatan kenaikan konsumsi masyarakat pada produk ayam olahan dan sumber protein olahan. 

Baca Juga: Pendapatan Meningkat, Kinerja Japfa (JPFA) Masih Dibayangi Kenaikan Harga Bahan Baku

Menurut Michael, kenaikan harga produk makanan olahan tidak akan terlalu berdampak signifikan pada penurunan penjualan. Produk makanan olahan masih masuk pada sektor konsumsi esensial.

"Emiten kemungkinan dituntut untuk lebih efisien dan efektif dalam utilisasi kanal distribusi yang ada untuk meng-offset kenaikan tarif logistik jasa pendingin," kata Michael.

Kemudian, secara bertahap tentunya emiten-emiten makanan olahan ini perlu menyesuaikan kembali harga jual produk dengan tetap mempertimbangkan sensitivitas pada potensi penurunan volume penjualannya.

Dari beberapa saham emiten yang berkecimpung di segmen makanan olahan dan beku, Michael menjagokan saham PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) dengan rekomendasi beli dan target harga di Rp 2.000 per saham. Sementara untuk saham PT Charoen Pokphand Indonesia (CPIN), ia memberikan rekomendasi hold dengan target harga di Rp 5.650 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×