Reporter: Ruisa Khoiriyah, Agung Jatmiko | Editor: Ruisa Khoiriyah
Di tengah semarak penawaran sukuk ritel SR-006, beberapa manajer investasi tetap giat menjajakan reksadana terproteksi anyar. Aset dasar sukuk ritel dan obligasi korporasi menjadi pilihan. Investasi menarik bagi mereka yang meminati produk berimbal hasil tetap. Potensi cuannya bisa lebih tebal dibanding masuk sendiri ke pasar utama.
JAKARTA. Tren bunga simpanan di perbankan tengah menanjak. Tapi, minat masyarakat Indonesia – terutama kalangan menengah ke atas – terhadap produk investasi di pasar modal, rupanya, tetap berkobar.
Lihatlah, produk pasar modal seperti reksadana dan obligasi masih menjadi incaran banyak investor yang memiliki likuiditas berlebih. Padahal, kini bunga deposito perbankan tengah merayap naik seiring kenaikan BI rate. Kesimpulan itu tidak berlebihan jika Anda melihat antusiasme masyarakat berburu sukuk ritel terbaru, SR–006.
Kementerian Keuangan RI mencatat, menjelang berakhirnya masa penawaran pada 28 Februari lalu, sekitar 25.000 investor sudah memesan SR–006 senilai hampir Rp 15 triliun!
Fenomena sukuk ritel itu hanya salah satu cerminan bahwa minat investasi masyarakat kita masih begitu tinggi. Produk investasi yang menyasar profil investor konservatif lain seperti reksadana terproteksi juga semarak ditawarkan oleh para manajer investasi (MI).
Instrumen investasi yang termasuk kategori reksadana tertutup itu sudah menjadi andalan para MI dalam mengail dana kelolaan nasabah sejak lama. Catatan KONTAN, sejak awal tahun 2014, tak kurang 11 reksadana terproteksi baru telah dirilis oleh sekitar tujuh MI. Bahkan beberapa MI merilis banyak seri sekaligus dalam rentang waktu singkat.
Apa, sih, yang menarik dari reksadana terproteksi ini? Sekilas, karakter reksadana terproteksi mirip sekali dengan deposito perbankan, yakni memiliki periode jatuh tempo, memberikan keuntungan rutin, dan nilai investasi awal relatif lebih aman dari risiko hangus.
Berbeda dengan reksadana konvensional yang menyisakan risiko kehilangan dana investasi awal si investor, reksadana terproteksi lebih aman dari risiko tersebut meski bukan berarti tidak ada risiko sama sekali.
Rudiyanto, pengamat pasar modal, menjelaskan, risiko nan minim itu tidak terlepas dari strategi investasi yang diterapkan oleh MI untuk reksadana terproteksi. “Strateginya kebanyakan adalah strategi investasi pasif, yaitu membeli obligasi dan memegangnya sampai jatuh tempo,” kata dia.
Jika si obligor alias penerbit obligasi melunasi seluruh utangnya saat jatuh tempo, maka dana pokok investor akan kembali seutuhnya. Alhasil, investor kemungkinan besar tidak kehilangan nilai pokok investasi, jika memegang reksadana terproteksinya sampai obligasi yang menjadi aset dasar jatuh tempo. Reksadana terproteksi memiliki tenor sesuai dengan periode aset dasarnya. Di Indonesia, kebanyakan antara enam bulan hingga 3 tahun.
Cermati pasar obligasi
Meski begitu, tetap ada risiko nilai pokok investasi si investor berkurang atau bahkan habis sama sekali. Pertama, jika penerbit obligasi tidak mampu membayar bunga atau pokok obligasi hingga harganya jatuh.
Kedua, jika investor mencairkan investasi sebelum jatuh tempo dan harga jual obligasi yang menjadi aset dasar reksadana terproteksi lebih rendah dibanding dengan harga beli pertama kali.
Ketiga, ketika aset dasar reksadana terproteksi yang lain, misalnya saham, opsi, atau investasi derivatif, mengalami kerugian sangat besar sehingga tidak bisa ditutup oleh keuntungan di obligasi. “Tapi, kemungkinan yang terakhir ini sangat kecil,” imbuh Rudi.
Aset dasar reksadana terproteksi yang utama adalah obligasi alias surat utang. Bisa pula dipadukan dengan aset dasar lain dengan porsi lebih kecil. Maka itu, bagi Anda yang hendak membiakkan duit di reksadana ini, mau tidak mau Anda juga harus mencermati prospek pasar obligasi ke depan.
Beberapa pengamat pasar obligasi berpendapat, tahun ini gereget pasar obligasi kemungkinan rada menurun dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya. Kondisi defisit neraca berjalan RI, yang menjadi momok besar sejak tahun lalu, masih membayangi pasar obligasi.
Defisit neraca mempengaruhi arah suku bunga acuan BI rate. “Jika BI rate terus naik, penerbit obligasi akan kesulitan menjual surat utang karena yield terkerek naik,” ujar Herdi R. Wibowo, Head of Debt Capital Markets BCA Sekuritas.
Situasi itu jika berlanjut bisa mempengaruhi suplai obligasi di pasar yang menjadi pilihan aset dasar reksadana terproteksi. Bunga kredit bank yang tinggi juga bisa berdampak pada kekuatan likuiditas emiten obligasi sehingga meningkatkan risiko gagal bayar. “Namun, sejauh pengamatan saya, tidak ada obligasi default tahun lalu,” imbuh Budi Susanto, Kepala Riset Danareksa Sekuritas.
Untung bisa lebih tebal
Di mata Edbert Suryajaya, analis Infovesta Utama, menempatkan dana di reksadana terproteksi dibandingkan dengan di obligasi langsung, seperti sukri, bisa jadi lebih menguntungkan.
Sebagai contoh, jika menaruh dana di sukri SR–006 berkupon 8,75%, Anda masih kena potongan pajak 15% sehingga kupon bersih yang Anda terima sebesar 7,44%. Sedangkan, bila Anda membiakkan di reksadana terproteksi beraset dasar sukri SR–006, maka Anda mendapat imbal hasil bersih sekitar 8,31%. Angka itu diperoleh dari kupon SR–006 sebesar 8,75% dikurangi pajak bunga obligasi di reksadana 5% dan management fee.
Begitu pula ketika dibandingkan dengan deposito. Pajak bunga deposito saat ini masih yang tertinggi, yaitu 20%. “Untuk mengantongi return 8,31%, Anda setidaknya harus mendapatkan bunga deposito gross di level 10,4%,” imbuh Edbert.
Bagi investor ritel bermodal terbatas, masuk ke reksadana terproteksi juga lebih mudah dan murah ketimbang masuk langsung ke obligasi. Dengan investasi Rp 5 juta saja, investor sudah bisa beli. Sedangkan, jika hendak menaruh dana di obligasi secara langsung, peluang bagi investor ritel lebih kecil. Sekuritas biasa mengutamakan investor institusi dengan nilai investasi jumbo.
Begitupun jika ingin mendapat bunga deposito tinggi, dana Anda harus lumayan gede, setidaknya Rp 100 juta.
Nah, jika Anda tertarik menempatkan dana di reksadana terproteksi, ada beberapa hal yang sebaiknya Anda perhatikan. Pertama, cermati aset dasarnya. Apa jenis obligasi yang menjadi aset dasar, siapa penerbitnya, berapa lama tenor, besar kupon, dan seterusnya. “Itu untuk menghindari risiko gagal bayar,” kata Edbert.
Secara umum, sebagai aset dasar reksadana, MI bisa memilih Surat Utang Negara (SUN) atau obligasi korporasi, baik bersifat konvensional maupun syariah. Obligasi negara lebih likuid sehingga lebih mudah ditransaksikan jangka pendek. Risiko gagal bayar juga kecil karena penerbitnya negara.
Namun, khusus untuk reksadana terproteksi yang memiliki strategi pasif, memegang obligasi korporasi boleh jadi akan lebih menguntungkan karena imbal hasilnya lebih tinggi. Namun, risiko gagal bayar juga lebih besar ketimbang obligasi negara. Kupon obligasi korporasi bisa 200–350 basis poin di atas obligasi negara, bergantung pada peringkat dan tenor. “Rata-rata tahun ini, imbal hasil obligasi korporasi bisa 9%–11%,” prediksi Budi.
Kedua, perhatikan mekanisme pembelian dan pencairan (redemption). Investor bisa masuk ke reksadana terproteksi selama masa penawaran yang biasa digelar selama 90 hari. Pastikan ada atau tidak biaya penalti ketika Anda mencairkan reksadana terproteksi sebelum jatuh tempo.
Ketiga, biaya lain-lain seperti management fee, biaya pembelian di agen penjual, dan sebagainya. Dengan mengetahui besar biaya-biaya, Anda bisa menghitung potensi imbal hasil bersih yang diberikan oleh reksadana terproteksi tersebut, sebelum memutuskan masuk.
Berikut beberapa MI yang mulai sibuk menawarkan reksadana terproteksi baru:
Batavia Prosperindo Asset Management
MI yang satu ini sudah mengantongi pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 18 Februari 2014 lalu untuk produk Batavia Proteksi Gemilang I. Namun, hingga saat ini Batavia belum juga meluncurkan produk itu karena masih menggelar proses pematangan dengan agen penjual.
Karma P. Siregar, Associate Director, Mutual Fund Sales and Marketing Batavia Prosperindo, menjelaskan, Batavia masih mengkaji proyeksi return yang akan ditawarkan kepada investor berikut biaya-biaya yang menyertai reksadana terproteksi baru tersebut. “Kemungkinan baru di pekan kedua Maret 2014, produk ini siap meluncur,” jelas Karma.
Yang pasti, sebagian besar aset dasar Batavia Proteksi Gemilang itu akan diputar di sukuk ritel seri SR–006 dan SUN bertenor tiga tahun. Sukri SR–006 berimbal hasil 8,75%. Sedang, SUN seri FR0028 yang jatuh tempo tiga tahun lagi, besar yield 7,83%, Kamis (27/2).
Kendati belum menetapkan proyeksi return, kemungkinan besar tawaran imbal hasil yang dijanjikan Batavia tidak akan jauh dari kisaran tersebut. “Yang jelas di atas bunga deposito bank dan di atas BI rate,” tukas Karma.
Produk baru itu akan lebih fokus menggaet investor ritel ketimbang institusi. Dengan dana investasi awal Rp 5 juta, investor bisa masuk. Dari produk ini, Batavia menargetkan bisa menggaet Rp 100 miliar–Rp 200 miliar dana kelolaan.
BNI Asset Management
Manajer investasi pelat merah ini terbilang rajin merilis reksadana terproteksi baru. Setelah berhasil membungkus dana kelolaan sekitar Rp 50 miliar melalui penerbitan reksadana terproteksi BNI–AM Proteksi Spektra IX, beberapa pekan lalu, kini BNI Asset Management mulai giat menawarkan reksadana terproteksi baru dengan underlying asset sukri seri SR–006.
Direktur Utama BNI Asset Management Idhamsyah Runizam menuturkan, reksadana terproteksi yang membundel sukri seri terbaru itu menawarkan imbal hasil sedikit di bawah kupon SR–006. “Karena ada management fee sekitar 0,2%–0,3% dan biaya pembelian yang dikenakan oleh agen penjual,” jelas Idhamsyah.
Agen penjual yang ditunjuk BNI Asset Management untuk menjajakan produk ini adalah Bank BNI dan BNI Securities. Besar subscription fee dipatok sekitar 0,5%–1%. Jadi, hitungan kupon bersih yang bisa dikantongi investor reksadana terproteksi ini, setelah dipotong biaya dan pajak, bisa sekitar 8,2% per tahun.
Anda yang tertarik masuk, siapkan saja dana minimal senilai Rp 50 juta untuk bisa menikmati cuan sebesar itu. “Sasarannya memang investor ritel agak menengah atas,” imbuh Idhamsyah.
Masa penawaran dibuka paling lama hingga imbal hasil kupon pertama sukri SR–006 cair, yaitu pada 5 April mendatang. Investor reksadana terproteksi ini, kata Idhamsyah, akan mendapatkan hasil optimal jika mau memegang hingga jatuh tempo, yaitu selama tiga tahun, sesuai dengan jatuh tempo aset dasarnya.
Namun, apabila ada investor yang hendak melepas sebelum maturity date datang, dia berisiko mendapatkan harga berdasarkan harga pasar yang berlaku (marked to market). “Kami tidak bebankan biaya penalti jika investor mencairkan sebelum jatuh tempo,” imbuhnya.
Trimegah Asset Management
MI yang satu ini terbilang aktif juga merilis reksadana terproteksi. Pada 26 Februari 2014 lalu, Trimegah melansir tiga reksadana terproteksi baru sekaligus, yaitu TRAM Terproteksi Lestari 6, TRAM Terproteksi Lestari 7, dan TRAM Terproteksi Lestari 8.
Ketiganya memiliki karakter serupa, yaitu untuk aset dasar sebesar 80%–100% ditempatkan di obligasi korporasi bertenor
1 tahun–3 tahun. Corporate bond yang jadi pilihan adalah yang berperingkat idAA+, outlook stabil versi Pefindo.
Adapun sebanyak 0%–20% aset dasar akan diputar di instrumen pasar uang bertenor kurang dari setahun, termasuk sertifikat deposito. “Untuk berinvestasi di produk ini, minimal penempatan dana investor adalah sebesar Rp 10 juta,” ujar Sjane L. Kaawoan, Direktur Trimegah Asset Management.
TRAM Lestari 6 bakal jatuh tempo Desember 2014, menawarkan return 7,5%–7,8%. Lalu, TRAM Lestari 7 menawarkan imbal hasil 8,25%–8,6% dan akan jatuh tempo November 2016.
Terakhir, TRAM Lestari 8 jatuh tempo pada November 2016 menawarkan return 8,5%–8,65%. Angka itu merupakan proyeksi return bersih namun belum dikenai pajak bunga obligasi di reksadana, 5%.
TRAM Lestari 7 telah dibuka penawarannya mulai 25 Februari hingga 7 Maret 2014. Sedangkan masa penawaran Lestari 6 dan Lestari 8, belum dipastikan waktunya.
Jika berminat, Anda bisa memburu produk ini langsung ke bagian retail sales Trimegah Asset Management. Sayang, Sjane tidak memerinci detail biaya manajemen juga biaya pembelian reksadana tersebut.
Trimegah menargetkan bisa menggaet dana kelolaan sekitar Rp 200 miliar melalui tiga produk baru tersebut. Dengan banderol investasi mulai Rp 10 juta, Trimegah bermaksud menyasar investor ritel. Namun, MI ini juga tidak menutup pintu untuk kedatangan investor institusi.
Selamat berburu! o
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News