kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Tak ada ekspansi bisnis, tiga emiten ini tak agresif anggarkan belanja modal


Senin, 11 Februari 2019 / 05:30 WIB
Tak ada ekspansi bisnis, tiga emiten ini tak agresif anggarkan belanja modal


Reporter: Auriga Agustina | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah Emiten yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) tak agresif menganggarkan capital expendicture (capex) atau belanja modal pada tahun ini. Pasalnya jumlah anggaran belanja modal beberapa emiten untuk tahun 2019 hampir sama dengan tahun 2018 silam.

Ambil contoh PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL). Tahun ini emiten tekstil dan garmen tersebut menganggarkan capex yang sama dengan tahun lalu yakni sebesar US$ 40 juta. 

Corporate Communication PT Sri Rejeki Isman Tbk Joy Citra Dewi mengatakan, alokasi capex tahun ini hanya akan digunakan untuk pemeliharaan mesin pusahaan. "Untuk capex seperti biasa maintenance mesin saja, tidak besar karena belum ada rencana ekspansi atau akuisisi tahun ini. Jadi hanya diusahakan untuk meningkatkan utilisasi dan efisiensi di  setiap departemen saja," katanya kepada Kontan.co.id, Minggu (10/12).

Hal serupa juga dilakukan oleh PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN). Tahun ini emiten berkode saham MNCN tersebut menganggarkan capex sebesar US$ 30 juta-US$ 40 juta, angka ini hampir serupa dengan alokasi belanja modal yang digontorkan oleh perusahaan pada tahun lalu yakni sebesar US$ 35 juta.

Direktur Utama MNCN David Fernando Audy mengatakan, sejak tiga tahun terakhir, MNCN memang menganggarkan belanja modal sekitar US$ 30 juta-US$ 40 juta per tahun hingga 10 tahun ke depan.

Alasannya karena pada tahun 2016 silam MNCN sudah memperbaharui semua infrastruktur broadcasting dengan total investasi US$ 250 juta, sehingga tidak memerlukan capex yang cukup agresif untuk dikeluarkan. "Belanja modal tahun ini hanya akan digunakan MNCN untuk pemeliharaan, perawatan dan pergantian spare parts," ungkapnya.

Begitu pun dengan emiten Industi makanan dan minuman PT Mayora Indah Tbk (MYOR). Sekertaris perusahaan Yuni Gunawan mengatakan, tahun ini pihaknya akan menganggarkan capex dengan nilai yang sama dengan tahun lalu yakni sebesar US$ 75 juta. 

Rencananya capex akan digunakan untuk penambahan kapasitas produksi biskuit, Energen, kopi dan wafer di Balajara. "Saya rasa capex segitu cukup buat dukung target, karena penting juga menjaga posisi keuangan yang sehat," katanya. 

Asal tahu saja tahun ini MYOR menargetkan pendapatan dan laba bersih masing-masing tumbuh 10% - 11% dibandingkan tahun 2018 silam.

Analis Panin Sekuritas, William Hartanto menyebutkan, secara umum sejatinya capex tidak terlalu berpengaruh terhadap kinerja perusahaan kedepan, sebab belanja modal biasanya digunakan hanya untuk biaya operasional perusahaan.

"Tidak masalah jika capex naik, turun atau bahkan tidak berubah, karena yang dipandang investor adalah seberapa mampu bisnis tersebut survive selama setahun," jelasnya.

Sementara itu, Analis Binartha Sekuritas Nafan Aji mengatakan meski SRIL dan MNCN menganggarkan capex hanya untuk pemeliharaan mesin, namun langkah tersebut dinilainya cukup tepat. Sebab hal tersebut dapat menghindari terjadinya sentimen negatif karena terganggunya lini bisnis produksi jika mesin atau alat produksi lainnya mengalami kerusakan yang signifikan.

Namun Analis Trimegah Sekuritas Rovandi mengatakan sejatinya MNCN perlu menggelontorkan capex yang lebih besar atau melakukan diverfikasi usaha selain di bidang media. "Saat ini yang perlu dilakukan oleh MNCN adalah diverfikasi atau ekspansi ke usaha lain, contohnya Djarum mereka sadar usaha rokok akan habis sehingga mereka beli saham Polytron," katanya.

Lebih lanjut dia menilai, MYOR seharusnya mengalokasikan capex yang lebih besar karena MYOR masih cukup berkembang. "Perusahaan yang berkembang butuh capex besar untuk merebut market cap butuh produksi yang banyak, untuk memperbanyak volume, butuh mesin, pabrik dan tansport baru," jelasnya. 

Rovandi bilang MYOR masih berkembang terlihat dari earning per share (EPS) yakni 17,7% secara year on year (yoy) atau di atas rata-rata industri sejenis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×