kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tahun lalu asyik, tahun ini bisakah melejit?


Rabu, 13 Februari 2013 / 19:28 WIB
Tahun lalu asyik, tahun ini bisakah melejit?
ILUSTRASI. Seorang karyawan menunjukkan kepingan emas di kantor Pegadaian Makassar, Sulawesi Selatan.ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/hp.


Reporter: Ruisa Khoiriyah, Dessy Rosalina | Editor: Imanuel Alexander

JAKARTA. Musim publikasi laporan kinerja emiten tahun 2012 merebak pekan lalu. Euforia pasar pun dimulai. Sejak pekan terakhir Januari hingga pekan lalu, Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) tak jenuh berlari. Optimisme pelaku pasar atas kinerja emiten Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun lalu berhasil membawa indeks memperbarui rekor tertinggi di 4.503,15, Kamis (7/2).

Di perdagangan hari terakhir tahun lalu, IHSG ditutup di level 4.316,69. Jadi, hingga rekor pecah, IHSG sudah melejit 4,32%. Meski begitu, volume perdagangan masih belum terlalu dramatis. Periode 28 Januari–7 Februari 2013, rata-rata volume perdagangan di BEI hanya berkisar Rp 4 triliun–Rp 5 triliun per hari.

Para analis menilai, melejitnya indeks saham akibat euforia kinerja emiten 2012 ini barulah permulaan. Maklumlah, baru sedikit emiten yang merilis kinerjanya. “Biasanya yang kinerjanya bagus-bagus yang duluan merilis,” ujar Alfatih, analis Samuel Sekuritas.

Toh, dari sedikit emiten yang telah merilis kinerjanya, sedikit banyak memberikan gambaran kinerja mayoritas emiten. Terutama yang sektornya sama. “IHSG yang terus berlari adalah cerminan keyakinan pelaku pasar bahwa tahun ini bakal kinclong,” kata Felix Sindhunata, analis Henan Putihrai Asset Management.

Dari jajaran emiten berkapitalisasi PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang merilis laporan kinerja 2012. Sedangkan jagoanjagoan sektor “kelas berat” lain seperti consumer goods, ritel, infrastruktur, properti, juga tambang, belum bermunculan.

Tak lagi kencang?

Pencapaian apik beberapa emiten boleh saja melempar optimisme bahwa tren yang sama bakal berlanjut di tahun ini. Namun, ada baiknya investor tetap berhitung lebih cermat menimbang kondisi makroekonomi dan sektor emiten.

Arief Fahruri, analis Mega Capital Indonesia, memperkirakan, kinerja emiten BEI tahun ini tidak akan sekencang tahun 2012. “Prediksi kami, rata-rata pertumbuhan emiten tahun ini berkisar 11,8%,” katanya. Masih cerahnya tahun 2012 akibat tertolong banjir stimulus di pasar yang dikucurkan bank sentral di banyak negara. Alhasil, likuiditas melimpah di pasar. “Nah, tahun ini, ada kemungkinan stimulus berkurang, tak sebanyak tahun lalu. Tentu itu akan mempengaruhi likuiditas di pasar,” jelas Arief.

Kendati kondisi makroekonomi Indonesia relatif baik-baik saja, arah gerak pasar sulit untuk steril dari sentimen luar negeri. Kondisi Eropa masih belum melegakan hati 100%, demikian pula dengan Jepang dan Amerika Serikat (AS). IHSG tentu bakal terimbas, dalam arti tetap bertumbuh namun lajunya tidak bisa diharapkan melesat kencang.

Efek nyata yang terlihat adalah keterpurukan sektor perkebunan dan agrobisnis. Buntutnya, pertumbuhan ekonomi kita tahun 2012, meleset dari perkiraan 6,3% menjadi 6,23% yearon-year. Peletupnya, kinerja ekspor RI, yang banyak mengandalkan sektor tambang dan agrobisnis, terpuruk.

Indonesia bertahan lagi-lagi karena tangguhnya konsumsi domestik. Penjualan mobil mampu tumbuh 26%, semen 15%, dan pertumbuhan kredit mencapai 22%. “Tingkat kepercayaan konsumen Indonesia tetap tinggi di atas 100, mengindikasikan outlook cerah konsumsi domestik ke depan,” tulis tim riset Sucorinvest Central Gani, Rabu (6/2).

Sucorinvest memprediksi IHSG akan menembus 5.038 di tahun ini, mencerminkan price to earning ratio (P/E) 13,4 kali. Itu adalah angka yang terendah kedua di pasar regional setelah Hong Kong.

Adapun, earning per share (EPS) akan tumbuh 18%, dengan sektor pilihan di antaranya otomotif, bank, gas, jalan tol, properti, dan konstruksi.

Sedangkan Arief memprediksi, IHSG tahun ini berpeluang menembus 5.085 dengan price to earning ratio (P/E) 18,75 kali. Mengutip Bloomberg, EPS IHSG diprediksi bakal tumbuh 21,7% dalam 12 bulan mendatang. Saat ini, EPS indeks berada di level 250,4. Nah, seperti apa kinerja mereka yang “mencuri” start publikasi kinerja 2012? Yuk, kita tengok.

BBRI

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) mencetak laba bersih Rp 18,68 triliun pada 2012, atau tumbuh 24% dari tahun sebelumnya. Pendapatan bunga bersih BRI menembus Rp 36,48 triliun atau naik 6%. Kinerja BRI ini melampaui mayoritas prediksi analis dan pelaku pasar.

BRI mendapatkan limpahan one-time revenue Rp 1,3 triliun, dari pembalikan beban programmasa persiapan pensiun. “Namun, jika faktor itu dikeluarkan, laba BRI tetap sesuai ekspektasi,” jelas Joseph Pangaribuan, analis Samuel Sekuritas. Pasalnya, pada 2011, laba bersih BRI baru Rp 15,08 triliun.

Penyaluran kredit BRI berhasil tumbuh 23%. Kinerja segmen mikro yang menjadi spesialisasinya terlihat membaik. Kupedes, misalnya, tumbuh 16%, tertinggi dalam 10 kuartal terakhir. Di sisi lain, BRI makin serius membesarkan kredit korporasinya. Tahun lalu, segmen itu tumbuh 56%.

Rencana BRI menerbitkan obligasi senilai US$ 500 juta hingga US$ 1 miliar, disinyalir menjadi bagian dari rencana besar BRI membesarkan segmen tersebut. “Jika pertumbuhan segmen korporasi terus tinggi, investor layak mempertanyakan kemana fokus strategi perseroan,” kata Aditya Srinath, analis JP Morgan Securities Indonesia.

Eksposur tinggi ke segmen korporasi mempengaruhi nett interest margin (NIM). Seperti kita tahu, margin kredit mikro jauh lebih tinggi ketimbang korporasi, sejalan dengan risikonya. NIM BRI turun 1,16% menjadi 8,4%. Namun, di sisi lain, hal itu berdampak pada membaiknya kualitas kredit BRI. Rasio kredit bermasalah (NPL) bank ini turun dari 2,4% di 2011 menjadi 1,9% di 2012.

Dengan kinerja apiknya tahun lalu, BRI diyakini bakal kian melejit tahun ini. Agus Pramono, analis Indo Premier Securities, memperkirakan laba bersih BRI tahun ini bakal menembus Rp 21,4 triliun atau tumbuh 15%. “Rekomendasi kami beli BRI dengan target harga Rp 9.300,” kata Agus.

Joseph mengaku tengah mengevaluasi BRI sebelum memberikan rekomendasi terbaru. “Ada potensi upgrade namun terbatas karena risiko penurunan yield seiring kebijakan Bank Indonesia di sektor kredit mikro,” jelasnya. Sedangkan JP Morgan mencantumkan overweight untuk BRI dengan target harga Rp 8.700 per saham.

HEXA

Di tengah keterpurukan harga komoditas, tahun lalu PT Hexindo Adiperkasa Tbk (HEXA) meraih pendapatan US$ 477 juta, naik 4% dari tahun 2011. Laba bersihnya juga beringsut naik tipis 1% menjadi US$ 49 juta. “Sesuai prediksi,” ujar Gabriella M. Natasha, analis Danareksa Securities.

Penolong Hexindo di tengah buruknya sektor komoditas kali adalah dari pos penjualan suku cadang dan jasa pemeliharaan alat berat. Masing-masing pos naik 21% dan 31% dengan nilai menjadi US$ 101 juta dan US$ 74 juta. Di sisi lain, sepinya aktivitas pertambangan membuat bisnis penjualan dan sewa alat berat Hexindo tergerus 5%, menjadi US$ 302 juta.

Gabriella memprediksi, hingga akhir tahun ini harga komoditas masih akan tertekan. Dus, kinerja penjualan alat berat Hexindo bakal makin suram. Emiten ini akan banyak mengandalkan dua pos penolong tersebut. “Dua pos itu bisa tumbuh 31% tahun ini,” katanya.

Budi Rustanto, analis Valbury Securities, menambahkan, realisasi program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) berpeluang mengungkit permintaan alat berat di sektor konstruksi. Itu jika Hexindo mampu menggenjot penjualan di sektor tersebut.

Sampai akhir tahun lalu, baru 14,3% penjualan alat berat Hexindo yang disokong oleh sektor konstruksi. Sektor pertambangan masih dominan dengan porsi 30,2%.

Dua analis tersebut merekomendasikan beli saham HEXA. Gabriella memasang target harga Rp 10.000 per saham. Sedangkan Budi memangkas target harga HEXA dari Rp 9.000 menjadi Rp 7.500 per saham.

MNCN

Pamor emiten Grup MNC milik taipan Hary Tanoesoedibjo ini semakin mengkilap. Berdasarkan laporan keuangan unaudited 2012, PT Media Citra Nusantara Tbk (MNCN) membukukan laba bersih Rp 1,61 triliun, tumbuh 51% dalam setahun. Alhasil, laba bersih per saham (EPS) MNCN naik 45% menjadi Rp 116 per saham.

Derasnya pendapatan iklan menerbangkan performa MNC. Perseroan ini meraup Rp 5,36 triliun dari iklan atau tumbuh 21%, melampaui pertumbuhan industri yang sebesar 15%.
Ditambah pendapatan konten, value added services, dan lainnya, MNC meraup pendapatan Rp 6,09 triliun.

Pencapaian itu tidak terlalu mengejutkan menilik dominasi tiga stasiun TV-nya: RCTI, Global TV, dan MNC TV, rata-rata meraih pangsa pemirsa 38% saat prime time di semua demografi , selama 2012.

CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo bilang, selanjutnya mereka akan tetap memfokuskan siaran unggulan berupa sinetron rating tinggi dan lisensi program luar negeri yang populer seperti X-Factor maupun Indonesian Idol.

Analis Sucorinvest Central Gani Gifar Indra Sakti menilai, kinerja MNCN berpeluang makin melesat tahun ini. Namun, rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan harga bahan bakar minyak (BBM) dapat mempengaruhi potensi pendapatan iklan. Sederhananya, kenaikan TDL dan BBM bisa mengurangi tingkat belanja masyarakat. Hal itu tentu menjadi pertimbangan bagi para pengiklan dalam memasang pariwara di televisi.

Akan tetapi, selama tingkat belanja atau spending rate kelas menengah kuat, skenario itu terbilang kecil kemungkinan terjadinya. “Mereka masih akan tumbuh double digit,” ramal Gifar.

Analis CIMB Securities Irenne Achmad merekomendasikan outperform untuk saham MNCN, dengan target harga Rp 3.350 per saham.

KAEF

Emiten farmasi pelat merah ini melaporkan pencapaian pendapatan Rp 3,73 triliun, tumbuh 7,2% dibanding dengan setahun sebelumnya, dalam laporan keuangan 2012 yang belum diaudit. Meski pertumbuhan moderat, kenaikan beban pendapatan yang lebih rendah, yaitu sebesar 5%, memungkinkan laba bersih PT Kimia Farma Tbk (KAEF) tumbuh 17,2%.

Laba bersih Kimia Farma mencapai Rp 200,7 miliar di akhir 2012. Penjualan obat Kimia Farma total mencapai Rp 3,73 triliun. Sekitar 90% penjualan disumbang oleh pasar lokal.

Penjualan segmen obat etikal, lisensi, dan narkotika, adalah yang paling kencang, mencapai Rp 2,12 triliun. Tumbuh 22,5% dibanding dengan tahun 2011. Sedangkan penjualan obat generik malah anjlok 20% menjadi Rp 538,14 miliar.

Kepala Riset Trust Securities Reza Priyambada menilai, Kimia Farma berpeluang mencetak kinerja penjualan lebih mentereng asalkan manajemen mampu memoles brand image.


Maklum, ketimbang emiten farmasi lain seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), produk emiten ini relatif kalah ngetop.

Prediksi Reza, tahun ini pendapatan Kimia Farma bakal tumbuh 7%-10% dan laba bersih 10%-15%. “Rekomendasi saya, trading buy, dengan target harga Rp 1.040–Rp 1.100 per saham,” kata dia.

ECXL

Emiten telekomunikasi bertahan mati-matian di tengah mengetatnya persaingan. PT XL Axiata Tbk (EXCL) membukukan pendapatan Rp 21,27 triliun atau tumbuh 15% dalam setahun. Namun, sayang sekali, pencapaian itu tak menolong laba bersih XL. Laba bersih emiten ini turun tipis 2% menjadi Rp 2,76 triliun.

Tergerusnya laba itu akibat rugi kurs yang diderita XL, yang mencapai Rp 299 miliar atau naik 108%. XL juga kehilangan 1% pelanggannya. Sepanjang 2012, jumlah pelanggan XL berkurang 600.000 pelanggan menjadi 45,8 juta pelanggan.

Analis Ciptadana Securities Triwira Tjandra memperkirakan, kinerja emiten halo-halo di BEI ini hingga lima tahun ke depan cenderung datar. “Laba industri hanya akan tumbuh single digit di kisaran 8% per tahun,” prediksi dia.

Tren penurunan pendapatan dari layanan suara dan pesan pendek (SMS) akan terus menjegal kinerja emiten sektor ini. Tahun 2012, pendapatan XL dari layanan suara cuma naik 6% menjadi Rp 8,3 triliun. Sedangkan layanan SMS tumbuh 16% menjadi Rp 4,7 triliun. XL tertolong oleh semaraknya layanan data yang terkerek 32% menjadi Rp 3,7 triliun.

Triwira bilang, meski layanan data tumbuh dua kali lipat, porsinya masih kecil dibandingkan dengan kontribusi layanan suara dan SMS. Maka itu, agak sulit berharap kinerja XL bakal ngebut. “XL akan tumbuh signifi kan jika ada pertumbuhan anorganik seperti merger atau akuisisi,” tandas dia.

Stifanus Sulistyo, analis Bahana Securities, menilai, faktor persaingan yang kian sengit bakal memberatkan laju XL di masa mendatang. Menilik pertumbuhan kuartalan (quarterto-quarter), pendapatan suara dan SMS masing-masing turun 3% dan 10%.

Namun tenang, masih ada harapan untuk XL. Keseriusan XL menggarap layanan data bisa jadi harapan. Tahun lalu, perseroan ini membangun 11.179 BTS, hampir dua kali lipat dibanding penambahan di tahun 2011. Alhasil, hingga akhir tahun lalu, total BTS milik XL mencapai 39.452 BTS. “Penambahan BTS data bisa tecermin dalam kinerja tahun ini,” ujar Triwira.

Stifanus menggunting target harga EXCL dari Rp 7.200 menjadi Rp 6.200 per saham. “Hold untuk EXCL,” kata dia.

***Sumber : KONTAN MINGGUAN 20 - XVII, 2012 Laporan Utama


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×