Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) melakukan pengalihan aset saham dan tanah ke anak usahanya dengan total nilai Rp 1,66 triliun. Restrukturisasi pada tanggal 1 Desember 2025 itu dilakukan untuk memperkuat bisnis hotel.
Melansir keterbukaan informasi tanggal 3 Desember 2025, SSIA melaporkan pengalihan seluruh saham yang dimiliki oleh perseroan dalam PT Sitiagung Makmur (SAM), PT Surya Internusa Hotels (SIH) dan PT Surya Semesta Realti (SSR) kepada PT Suryalaya Anindita International (SAI), serta saham PT TCP Internusa (TCP) dalam SAM kepada SAI.
Inbreng saham SAM sebesar Rp 366,93 miliar. Inbreng Saham SIH sebesar Rp379,05 miliar serta, inbreng Saham SSR sebesar Rp117,66 miliar. Pembayaran atas pengalihan saham tersebut dilakukan oleh SAI dengan mengeluarkan saham baru kepada Perseroan dan TCP.
Baca Juga: Pengalihan Aset Rp 1,66 Triliun, Surya Semesta (SSIA) Optimalkan Bisnis Perhotelan
Kemudian, SSIA melakukan pengalihan tanah yang dimiliki oleh TCP kepada SAI, yang mana pembayaran atas pengalihan tanah tersebut dilakukan oleh SAI dengan mengeluarkan saham baru kepada TCP.
Tanah yang ditransaksikan itu seluas 8.525 meter persegi dan terletak di Jakarta Selatan. Nilai dari inbreng tanah adalah sebesar Rp803,55 miliar.
Manajemen SSIA mengatakan, transaksi ini dilakukan sebagai upaya perseroan untuk melaksanakan reorganisasi, restrukturisasi dan/atau pengelompokan unit usaha dan/atau aset-aset yang dimiliki dan/atau dikelola oleh entitas anaknya.
Dengan dilakukannya transaksi, entitas anak yang bergerak dalam bidang perhotelan dikelompokkan di bawah SAI. Melalui penggabungan portofolio produk dan aset-aset perhotelan yang bergerak dalam bidang usaha sejenis, perseroan mengharapkan dapat memperoleh sinergi dalam pengembangan usaha perhotelan guna memanfaatkan prospek pertumbuhan industri perhotelan.
“Setelah pelaksanaan Transaksi, SAM, SIH, SSR dan TCP masih akan tetap menjadi perusahaan terkendali dari perseroan,” katanya dalam prospektus tersebut.
Aset yang dikonsolidasikan mencakup seluruh hotel yang dimiliki SSIA saat ini, serta beberapa lahan (land bank) yang direncanakan untuk dikembangkan sebagai hotel atau fasilitas penunjang bisnis hotel di masa mendatang. Pasca penggabungan, aset SAI akan bertambah seiring dengan peningkatan ekuitas SAI.
Peningkatan aset ini juga diharapkan akan mendukung SSIA dalam pencarian pembiayaan untuk unit perhotelan.
“Karena saat ini perseroan lebih dikenal sebagai perusahaan konstruksi dan kawasan industri, sementara unit perhotelannya masih belum terpublikasi secara luas,” kata manajemen.
Jika menengok laporan keuangan per kuartal III 2025, segmen hotel SSIA masih jadi penekan kinerja.
Emiten properti kawasan industri ini mengalami penurunan laba kotor sebesar 37,42% secara tahunan alias year on year (YoY) ke Rp 735,1 miliar di periode ini. Penurunan laba kotor tersebut disebabkan oleh penurunan laba kotor segmen perhotelan sebesar 66,6% YoY dan penurunan laba kotor properti sebesar 31,5% YoY.
Baca Juga: Surya Semesta (SSIA) Inbreng Saham dan Tanah Rp 1,66 Triliun, Ini Tujuannya
Erlin Budiman, VP of Investor Relations & Corporate Communications mengatakan, penurunan segmen hotel diakibatkan renovasi besar yang dilakukan di Paradisus by Melia Bali (sebelumnya Melia Bali Hotel).
“Investasi strategis ini ditujukan untuk meningkatkan nilai jangka panjang dan pengalaman baru bagi para tamu,” ujarnya dalam keterbukaan informasi, Rabu (3/11/2025).
Dari pendapatannya, SSIA mengantongi Rp 3,31 triliun pada kuartal III 2025, turun 14,15% YoY. Laba yang dapat diatribusikan ke entitas induk alias laba bersih SSIA pun menjadi Rp 6,46 miliar per kuartal III 2025, turun 97,17% YoY.
Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata melihat, aksi inbreng saham dan tanah Rp1,66 triliun dari SSIA ke anak usaha hospitality, PT Suryalaya Anindita International (SAI), pada dasarnya merupakan konsolidasi internal untuk merapikan lini bisnis perseroan.
Alhasil, tidak ada perubahan struktur laba dari aksi tersebut dalam jangka pendek. “Namun, strategi ini dalam jangka panjang berpotensi memberikan efisiensi terhadap perseroan, karena pengelolaan aset tersebut akan terintegrasi,” katanya kepada Kontan, Jumat (5/12/2025).
Senior Investment Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta berpandangan, aksi tersebut juga akan membantu memperkuat bisnis perhotelan dan recurring income SSIA.
Baca Juga: Surya Semesta Internusa (SSIA) Raih Marketing Sales Rp352,6 Miliar per September 2025
“Kinerja SSIA walaupun masih profit, tetapi labanya terkontraksi. Ini diharapkan mampu memperbaiki performa,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (5/12/2025).
Prospek dan Rekomendasi
Liza bilang, kinerja SSIA di tahun 2025 kemungkinan tetap lemah, karena segmen perhotelan menjadi penekan dan prospek raihan (guidance) laba telah direvisi turun tahun ini.
Namun, basis laba yang rendah ini justru membuka ruang pemulihan pada tahun 2026 ketika renovasi hotel selesai dan okupansi berangsur pulih efek dari pemulihan daya beli masyarakat.
Sentimen positif penopang kinerja SSIA ke depan adalah penjualan lahan industri di Subang Smartpolitan yang dikaitkan dengan ekosistem EV, termasuk masuknya BYD, serta pertumbuhan recurring income non-hotel yang berpotensi menjadi motor utama perbaikan kinerja 2026 ke depan.
“Namun, SSIA masih menghadapi risiko pemulihan hotel yang lebih lambat dari perkiraan, eksekusi penjualan lahan yang bisa mundur waktunya, dan ketergantungan pada kelanjutan arus investasi manufaktur/EV global,” katanya.
Secara valuasi, laba yang turun tajam membuat price to earnings ratio (PER) perseroan terlihat mahal di level 1.036,83x, meskipun level price to book value (PBV) masih cukup murah di 1,56x.
“Konsensus analis Bloomberg menargetkan SSIA mampu mencapai harga sekitar Rp 2.400 per saham untuk 12 bulan ke depan, dengan kurang lebih 28% upside potential dari harga saat ini sekitar Rp1.900 per saham,” tutur Liza.
Melansir RTI, saham SSIA sudah naik 41,26% sejak awal tahun 2025 alias year to date (YTD).
Senada, Nafan melihat, kinerja SSIA di tahun ini masih lesu. Sementara, di tahun 2026 nanti baru bisa tampak arah bisnisnya di saat kinerja kuartal I dirilis.
Segmen perhotelan juga dianggap ketat persaingan. Namun, jika pertumbuhan ekonomi domestik stabil, industri perhotelan akan kembali bergairah, baik untuk pariwisata maupun bisnis.
“Walaupun masih terjadi pemulihan (kinerja) atau (kinerjanya) masih kontraksi, SSIA masih mampu mencegah rugi,” katanya.
Nafan pun merekomendasikan add untuk SSIA dengan target harga jangka menengah Rp 2.540 per saham.
Selanjutnya: Pengertian Haji Furoda, Ini Bedanya dengan Haji Reguler dan Khusus
Menarik Dibaca: Kehabisan Gaji Pasca PHK? Ini Solusi Finansial tanpa Stres dan Tetap Stabil
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













