Reporter: Namira Daufina | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Pasar minyak metah tertolong dengan penurunan stok di Amerika Serikat (AS). Meski demikian, masih sulit bagi harga minyak untuk melejit, sebab pasar global masih kelebihan pasokan.
Mengutip Bloomberg, Kamis (24/9) pukul 15.19 WIB, harga minyak west texas intermediate pengiriman November 2015 di New York Merchantile Exchange naik 1,01% ke level US$ 44,93 per barel. Meski demikian, sepanjang bulan ini, harga minyak masih turun 10,01%
Research and Analyst Monex Investindo Futures, Putu Agus Pransuamitra menyebut, pasar minyak mendapat angin segar setelah stok di Negeri Paman Sam menyusut. Energy Information Administration (EIA) mencatat, stok per pekan lalu berkurang 1,9 juta barel. Penurunan ini melebihi perkiraan, yaitu 1 juta barel.
Apalagi, kilang minyak North Sea Buzzard di Inggris dikabarkan bakal ditutup per Oktober 2015. Penutupan ini lebih cepat dari rencana semula pada November mendatang. Hal ini diperkirakan akan cukup mengurangi pasokan. Maklum, kilang minyak ini merupakan pemasok minyak terbesar di Inggris.
"Namun, faktor tersebut tak lantas menyelesaikan persoalan utama, yakni oversupply di pasar global. Sehingga, kenaikan harga mungkin hanya sementara," ujar Putu.
Di sisi lain, masih ada ancaman peningkatan pasokan dari beberapa wilayah, seperti Afrika Barat, Amerika Utara, dan Timur Tengah. Belum lagi, Iran diperkirakan bakal mengekspor 500.000 barel sehari setelah Eropa resmi mencabut embargo ekonomi.
Bahkan, Iran berpeluang menggenjot ekspor hingga 1 juta barel sehari jika pertemuan antar petinggi perusahaan minyak Eropa dan Iran sepakat bekerjasama. Asal tahu saja, Kamis (24/9), 500 perwakilan perusahaan Eropa dan Iran bertemu di Geneva.
“Tanpa Iran saja stok sudah banjir, apalagi dengan kiriman dari Iran, harga bisa semakin tenggelam,” papar Nizar Hilmy, analis SoeGee Futures.
Permintaan masih lesu
Di saat suplai berlebih, permintaan justru belum ada perbaikan. Kata Putu, ancaman penurunan permintaan terutama dari China. Data manufaktur Tiongkok menunjukkan industri terkontraksi. Indeks manufaktur di level terendah dalam 6,5 tahun.
Itu sebabnya, Putu menduga, harga minyak masih sulit bangkit. Dalam waktu dekat, pergerakan harganya akan disetir tren dollar AS.
Andai, Jumat (25/9), Gubernur The Fed Janet Yellen membuka peluang kenaikan bunga tahun ini, dollar AS bakal melejit. Ini pertanda negatif bagi harga minyak. "Jika sebaliknya, peluang harga minyak naik terbatas," katanya
Prediksi Putu, sepekan, harga minyak akan ke kisaran US$ 42,30-US$ 49,30 sebarel.
Nizar menduga, hingga akhir tahun, prospek minyak WTI masih lesu. Harga hanya mampu bergulir antara US$ 40-US$ 55 per barel. Sementara, hingga pekan depan, harga minyak bisa menuju support US$ 44 sebarel, dengan resistance US$ 50 sebarel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News