Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) kembali mengerek tingkat suku bunga. Langkah tersebut bisa berdampak pada kenaikan imbal hasil (yield) di pasar obligasi Indonesia.
Asal tahu saja, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Kamis (19/1) telah memutuskan untuk menaikkan BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,75%. Suku bunga deposit facility juga naik sebesar 25 bps menjadi 5%, dan suku bunga lending facility sebesar 25 bps menjadi 6,5%.
Logikanya, pergerakan harga obligasi berbanding terbalik dengan yield dan suku bunga. Ketika yield atau suku bunga naik maka harga akan turun, begitu juga sebaliknya. Saat harga turun, biasanya ada aksi jual atau lepas kepemilikan oleh investor.
Baca Juga: Kehadiran Investor Asing di SBN Menciptakan Pasar yang Kompetitif
Kendati demikian, Presiden dan CEO PT Pinnacle Persada Investama Guntur Putra menilai bahwa minat investor asing tidak akan berkurang. Sebab, tren kondisi pasar obligasi Indonesia saat ini masih cukup baik. Potensi upside melampaui potensi downside risk, walaupun secara kinerja masih penuh volatilitas.
Dia tak menampik bahwa makro ekonomi masih berpotensi terkoreksi yang menjadi salah satu risiko. Tetapi, pergerakan harga obligasi dan yield juga dipengaruhi dari berbagai faktor, tidak hanya oleh kenaikan suku bunga.
Pasar SBN masih akan ditopang oleh perekonomian Indonesia yang masih resilient, terlihat dari tingkat inflasi yang terjaga dan neraca perdagangan yang mampu mencetak surplus.
Baca Juga: Tembus Penjualan e-SBN Sampai 786%, Investree Optimistis Pertahankan Pencapaian 2023
Menurut Guntur, tahun ini sepertinya kondisi pasar SBN Indonesia berpotensi mengalami banyak perubahan positif. Pasalnya, The Fed memberikan sinyal terkait kemungkinan tren suku bunga akan melandai di tahun 2023. Proyeksi Guntur, yield SUN 10 tahun berpotensi akan turun di bawah level 6,5%.
Hal itu menyusul tingkat inflasi AS yang lebih terjaga dan mengalami penurunan. Ini dapat mendorong dana asing masuk ke pasar obligasi di emerging markets, termasuk Indonesia.
Terlebih, kenaikan suku bunga BI menjadi 5,75% bisa membuat aliran dana asing masuk lebih deras. Pasalnya, selisih (spread) imbal hasil investasi kian melebar dengan AS.
Baca Juga: Suku Bunga Tinggi, Pasar Obligasi Masih Moncer di Tahun 2023
Mengutip Tradingeconomics Kamis (19/1), yield SUN 10 tahun berada di level 6,68%. Sedangkan, yield US Treasury tenor 10 tahun berada di level 3,39%. Ini artinya ada selisih sekitar 3.29% diantara keduanya.
Namun hal tersebut masih bergantung pada kebijakan The Fed. Jika the Fed menaikkan suku bunga pada tingkat yang rendah atau bahkan menahan suku bunga, barulah menjadi katalis positif bagi yield Indonesia.
"Jumlah investor asing di pasar SBN kemungkinan besar akan terus bertambah seiring dengan tingkat inflasi yang lebih terjaga dan tingkat suku bunga yang diprediksi akan melandai di tahun 2023," ucap Guntur kepada Kontan.co.id, Kamis (19/1).
Baca Juga: Bunga Acuan Sudah Naik 225 bps, BI Klaim Bunga Kredit Perbankan Hanya Naik 21 bps
Guntur berujar bahwa ada plus minus tersendiri terkait rasio kepemilikan asing di SBN. Di satu sisi, turunnya kepemilikan asing dalam SBN menciptakan volatilitas harga dan yield lebih stabil dan cenderung tidak signifikan karena SBN didominasi investor domestik.
Tetapi di sisi lain, SBN atau disebut juga Surat Utang Negara (SUN) merupakan salah satu sumber dari pembiayaan negara. Jadi, daya tarik SBN harus tetap terjaga di mata asing.
Guntur berpandangan bahwa tingkat wajar untuk kepemilikan investor asing di pasar SBN akan tergantung dengan situasi kondisi perekonomian di Indonesia. Level kepemilikan di sekitar 15-25% dianggap masih dalam batas wajar untuk kepemilikan asing di SBN. Namun, harapannya pasar SBN lebih diramaikan oleh basis investor domestik.
Baca Juga: Dolar AS Banjiri Pasar, Simak Dampak Ekonomi & Instrumen Investasi yang Layak Koleksi
Sebagai gambaran, saat ini porsi investor asing di pasar SBN hanya sekitar 14%. Sebelum pandemi, kepemilikan asing hampir mencapai 40%.
Mengutip data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) per 18 Januari 2023, dana asing terpantau sebesar Rp 795,02 triliun di pasar SBN.
Jumlah tersebut terus bertambah sejak dua bulan terakhir. Per 30 Desember 2022, total kepemilikan investor asing di SBN sebesar Rp 762,19 triliun. Sementara, posisi dana asing per 30 November sebesar Rp 736,93 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News