Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten BUMN Karya masih diselimuti awan kelabu. Hal ini pun mendorong sejumlah emiten BUMN Karya terus berupaya melakukan restrukturisasi utang untuk memperbaiki kinerja mereka.
PT Waskita Karya Tbk (WSKT) mengakui sudah mengantongi persetujuan 81% kreditur terkait skema restrukturisasi utang. Artinya, sudah 17 dari 21 kreditur yang menyetujui skema restrukturisasi utang WSKT.
Waskita Karya melakukan restrukturisasi utang dengan melakukan penyempurnaan atas master restructuring agreement (MRA) yang sudah disetujui pada tahun 2021. Melalui skema ini, WSKT mengusulkan untuk adanya fleksibilitas bagi Waskita Karya untuk mengelola kas atas hasil termin collection yang didapatkan agar bisa menjaga going concern Waskita.
Lalu, WSKT mengajukan penyesuaian tenor atas fasilitas kredit dan obligasi, serta penyesuaian bunga sesuai dengan kemampuan Waskita Karya atas dasar proyeksi arus kas tervalidasi.
Baca Juga: Waskita Karya (WSKT) Catat Kontrak Baru Rp 14,4 Triliun hingga November 2023
Tak jauh berbeda, PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) menerapkan strategi yang serupa dengan WSKT. WIKA melakukan permintaan penangguhan pembayaran pokok surat utang serta memilih proyek yang ada uang muka dan pembayaran secara bulanan.
WIKA juga telah mendapatkan restu dari 12 kreditur perbankan dari total 15 kreditur perbankan untuk melakukan restrukturisasi utang. Melansir keterbukaan informasi BEI, WIKA mengajukan usulan skema pembayaran utang yang pada intinya WIKA akan memprioritaskan kebutuhan pendanaan untuk modal kerja operasional.
PT Adhi Commuter Properti Tbk (ADCP) menerbitkan Obligasi III Adhi Commuter Properti tahun 2023 dengan jumlah pokok Rp 499,9 miliar. Dana yang diperoleh dari penawaran umum obligasi ini, setelah dikurangi dengan komisi-komisi, biaya-biaya, dan pengeluaran-pengeluaran sehubungan dengan emisi, akan digunakan oleh ADCP sebesar sekitar 50% untuk pembayaran seluruh pokok pinjaman Adhi Commuter.
Lalu, melansir prospektus Adhi Commuter, sekitar 50% sisanya akan digunakan untuk pengembangan kawasan LRT City Tebet dan LRT City Cibubur.
Baca Juga: Saham WSKT Kena Peringatan Suspensi, Begini Langkah Manajemen Waskita Karya
Sebagai langkah restrukturisasi, PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) melakukan pencatatan Obligasi Wajib Konversi (OWK) di Bursa Efek Indonesia (BEI) senilai Rp 1,85 triliun pada 13 Desember 2023 lalu. OWK tersebut akan didistribusikan kepada kreditur yang tergolong dalam Tranche C Perjanjian Perdamaian.
WSBP juga telah melakukan penerbitan Obligasi Waskita Beton Precast I dan II Tahun 2023 kepada para pemegang obligasi di Bursa Efek Indonesia pada bulan Maret 2023 sesuai dengan ketentuan Tranche B Perjanjian Perdamaian.
Hingga akhir tahun 2023, WSBP telah berhasil menyelesaikan 90% dari implementasi Perjanjian Perdamaian atas Restrukturisasi Utang.
Melansir rilis pers Waskita Beton, milestone utama restrukturisasi utang WSBP adalah pembayaran kas melalui CFADS sebanyak 2 kali yaitu pada 27 Maret dan 25 September 2023 dengan nilai total pembayaran sebesar 152,2 miliar, termasuk pembayaran bunga kredit kepada Kreditur Finansial (9 Bank yang menyetujui / mendukung Perjanjian Perdamaian).
Selain itu, pada 4 Agustus 2023 lalu, WSBP telah melaksanakan debt to equity conversion tahap I senilai Rp 1,43 triliun melalui Penambahan Modal Tanpa Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu sesuai ketentuan Tranche D Perjanjian Perdamaian.
Baca Juga: Erick Thohir Menyebut Restrukturisasi BUMN Karya Makan Waktu 2-3 Tahun
PT PP Tbk (PTPP) juga tengah menyusun strategi untuk menurunkan tingkat utang dan memproyeksikan utang bisa turun maksimal 3% di akhir tahun 2023. PTPP tercatat memiliki total liabilitas sebesar Rp 44,21 triliun per kuartal III 2023.
PTPP sedang treatment utang berbunga l dengan cara divestasi. Hingga akhir tahun 2023, setidaknya ada tujuh divestasi yang ditargetkan akan dilakukan oleh PTPP, baik dari perusahaan holding maupun subsidiaries atau anak usaha.
Sayangnya, target realisasi divestasi PTPP pada 2023 ini gagal tercapai. Sebab, dari tujuh rencana divestasi, baru satu rencana yang terealisasikan hingga saat ini.
Baca Juga: Kerugian Waskita Karya (WSKT) Membengkak, Restrukturisasi Belum Berdampak ke Kinerja
Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani melihat, kinerja BUMN Karya masih negatif dalam waktu dekat. Menurut Arjun, untuk mengatasi masalah BUMN Karya perlu mengubah tata kelolaan perusahaan. Sebab, pelaku pasar sudah tidak lagi percaya dengan managemen BUMN Karya.
“Ada banyak skandal dan penyelewengan dana. Ini masalah besar di BUMN karya. Selain itu, masalah utang juga tidak akan selesai dalam waktu jangka pendek,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (21/12).
Akibatnya, sentimen pasar terhadap BUMN Karya sudah buruk, sehingga segala upaya mereka masih akan dipandang negatif oleh pasar. “Selama mereka masih rugi dan bermasalah, sentimen akan tetap negatif,” tuturnya.
Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy bilang, upaya restrukturisasi utang sebenarnya tak akan benar-benar mengatasi masalah BUMN Karya. Menurut dia, ada cara lain yang mungkin lebih efektif untuk memperbaiki kinerja BUMN Karya.
“Yang bisa mengatasi masalah adalah divestasi, karena cashflow bisa segera lancar. Restrukturisasi hanya mengulur waktu,” paparnya.
Baca Juga: Diramal Masih Bisa Catat Kinerja Positif, Intip Rekomendasi Saham PTPP Berikut Ini
Upaya merger juga tidak dilihat Budi sebagai upaya yang efektif dalam mengatasi masalah BUMN Karya. “Upaya yang nyata bisa menyehatkan adalah injeksi modal atau jual aset untuk mendapatkan kas,” ungkapnya.
Budi menuturkan, jumlah investor ritel WIKA saat ini sekitar 60.000 orang dan WSKT hampir 100.000 investor. Dengan kondisi BUMN Karya saat ini, para investor ritel hanya bisa menunggu kasus selesai dan harus siap rugi.
“Harus realistis untuk berani cut loss. Bisa terus memegangnya, tetapi masih tidak jelas kapan bisa dapat dividen dan capital gain,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News