Reporter: Noverius Laoli, Sinar Putri S.Utami | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. Di akhir pekan lalu, harga saham sejumlah emiten produsen minyak sawit mentah (CPO) melonjak. Indeks sektor perkebunan di Bursa Efek Indonesia Jumat (6/2) menyentuh 2.328,13. Angka ini melompat 7% dalam dua hari berturut-turut.
Di periode yang sama, harga saham Astra Agro Lestari (AALI) misalnya, sudah naik 11,75% menjadi Rp 26.400 per saham. Kemudian harga saham London Sumatra Indonesia (LSIP) menanjak 9,24% menjadi Rp 1.950 per saham.
Lonjakan harga saham produsen CPO dipicu oleh kebijakan parlemen yang memutuskan mengerek subsidi biodiesel menjadi Rp 4.000 per liter, pada Rabu (4/2). Analis menilai, hal ini menjadi katalis positif bagi emiten sektor perkebunan. Nilai subsidi itu sesuai asumsi harga biodiesel internasional. Sebelumnya pemerintah mengajukan subsidi biodiesel naik Rp 1.500 menjadi Rp 5.000 per liter.
Analis Buana Capital Teuku Hendry Andrean menilai, positif keputusan menaikkan subsidi biodiesel. Namun, realisasi kebijakan ini perlu dicermati. "Jika melihat tahun lalu, pemakaian biodiesel cenderung di bawah target pemerintah," ungkap dia, pekan lalu.
Analis Mandiri Sekuritas Hariyanto Wijaya menyebutkan, kenaikan subsidi biodiesel berefek positif bagi emiten perkebunan seperti AALI, LSIP, Sampoerna Agro (SGRO) dan Sawit Sumbermas Sarana (SSMS). Kebijakan itu dapat mengerek harga CPO di pasaran. Ia memprediksi, di tahun ini, harga CPO menembus RM 2.500 per metrik ton.
Namun, Teuku melihat belum ada katalis positif bagi harga CPO dalam jangka panjang. Sebab, pasokan minyak sawit di Malaysia berlimpah. Di sisi lain, prospek ekonomi global di tahun ini masih meredup. "Kami memperkirakan, harga CPO dalam tren konsolidasi," papar dia, yang memprediksi harga CPO di tahun ini di level RM 2.500 per ton.
Saat ini pemerintah menggenjot penggunaan bioenergi. Pemerintah memproyeksikan, penggunaan bioenergi meningkat dari 4,7% di tahun ini menjadi 9,8% dari total campuran energi pada 2025. Kelak, penggunaan minyak dikurangi menjadi hanya 25% pada 2025. Pemerintah juga berencana meningkatkan penggunaan biofuel dari B10 (campuran biofuel 10%) menjadi B20 di tahun depan dan selanjutnya B30 pada tahun 2020 mendatang.
Analis RHB OSK Securities Alvin Tai, dalam riset pada 5 Februari 2015 menulis, merealisasikan B10 di Indonesia masih cukup sulit karena terhambat masalah logistik dan infrastruktur. Untuk memenuhi target B10 di tahun ini setidaknya produsen biodiesel di Indonesia memerlukan pasokan CPO 3 juta ton. Di 2014, permintaan biodiesel nasional hanya sekitar 1,7 juta ton.
Katalis positif lain yang mendongkrak saham emiten perkebunan di tahun ini adalah pelemahan rupiah terhadap dollar AS. Hal ini dapat menguntungkan emiten yang banyak mengekspor minyak sawit ke luar negeri.
Namun, ada beberapa faktor yang perlu dicermati. Misalnya permintaan India dan China masih melemah pada tahun ini.
Pendapat berlawanan disampaikan Andre Varian, analis Ciptadana Securities dalam riset yang diterima KONTAN pada Januari 2015. Dia menilai, permintaan Tiongkok akan CPO cukup tinggi tahun lalu dan masih menjanjikan di tahun ini. "Kami memiliki ekspektasi pertumbuhan industri dan makanan China masing-masing 12% dan 8%," kata dia. Hal itu bisa mengerek penggunaan CPO di China.
Produsen CPO cenderung skeptis terhadap pertumbuhan pasokan global. Alasan mereka, penanaman di lahan baru rendah dalam dua tahun terakhir.
Kondisi tersebut tak lepas dari masalah kejelasan hukum dan lingkungan. Misalnya, pemerintah daerah Kalimantan Timur berpotensi tak memperpanjang izin hak guna usaha (HGU) produsen CPO.
Soal HGU, pemerintah melontarkan sejumlah alasan. Antara lain perusahaan melanggar aturan seperti tak aktif memanfaatkan lahan, konflik dengan masyarakat, dan tumpang tindih perizinan.
Analis Investa Saran Mandiri Kiswoyo Adi Joe menilai, aturan itu akan berdampak negatif bagi emiten perkebunan. Nilai aset, pendapatan dan laba bersih perusahaan terancam menurun. Aturan itu juga bisa menggerus kepercayaan produsen untuk berinvestasi di Kalimantan Timur.
Kepala Humas AALI Tofan Mahdi menilai, keberadaan perkebunan kelapa sawit membawa manfaat besar bagi masyarakat. Lantaran perkebunan sawit menjadi salah satu faktor penggerak ekonomi daerah, baik membuka lapangan kerja baru hingga membangun infrastruktur untuk memberdayakan masyarakat setempat.
Koreksi harga minyak mentah menjadi tantangan tersendiri bagi emiten CPO. Teuku menilai, hal ini dapat mempengaruhi permintaan biodiesel. Penurunan harga minyak juga dapat mengurangi daya saing CPO sebagai sumber energi untuk biodiesel.
Tapi secara industri, bisnis kelapa sawit tahun ini tak jauh berbeda dari tahun lalu. Teuku merekomendasikan hold saham LSIP di harga Rp 1.865. Hariyanto merekomendasikan buy untuk AALI, LSIP, dan SGRO. Sedangkan Alvin memasang neutral untuk sektor perkebunan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News