Reporter: Riska Rahman | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan harga batubara memang mendatangkan berkah bagi beberapa emiten, terutama untuk emiten yang bergerak di sektor tambang dan sektor penunjang tambang lainnya. Namun, ternyata kenaikan harga komoditas ini jadi bencana bagi para emiten semen.
Salah satu emiten semen yang terdampak dari kenaikan harga batubara ini ialah PT Semen Indonesia Tbk (SMGR). Holding semen BUMN ini terpaksa harus menanggung beban tambahan akibat kenaikan harga batubara. Sebab, batubara kerap kali dijadikan bahan bakar untuk pabrik penggilingan semen.
"Kalau menggunakan energi lain justru akan semakin mahal. Untuk itu, kami lebih memilih untuk menggunakan batubara karena lebih ekonomis," ujar Sekretaris Perusahaan SMGR Agung Wiharto kepada KONTAN, Selasa (30/1).
Namun, harga batubara sejak tahun lalu kian lama makin menanjak. Harga komoditas ini bahkan beberapa kali menyentuh harga US$ 100 per metrik ton.
Hal ini jelas memberatkan SMGR. Sebab, total beban bahan bakar ini bisa mencapai 25% hingga 30% dari total beban pokok pendapatan mereka. Adapun selama kuartal III-2017 lalu, total beban pokok pendapatan SMGR mencapai Rp 14,50 triliun.
Untuk menekan beban ini, perusahaan semen pelat merah ini melakukan beberapa langkah efisiensi. Caranya ialah dengan beralih menggunakan batubara kualitas medium dan rendah untuk menghemat biaya. Selain itu, SMRG juga menggunakan energi dari pembangkit listrik gas buang di Tuban sebagai sumber energi untuk pabrik Tuban I-IV yang telah selesai dibangun tahun lalu.
Perusahaan holding semen ini juga meningkatkan penggunaan biomassa dari sekam padi dan kulit mete sebagai bahan bakar. "Kami menggunakan sekitar 10% bahan bakar biomassa sebagai pengganti batubara untuk bahan bakar pabrik kami di Padang, Tuban, dan Tonasa," papar Agung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News