kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Stok minyak melimpah, harga sulit berlari


Sabtu, 17 Oktober 2015 / 11:14 WIB
Stok minyak melimpah, harga sulit berlari


Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Ancaman pasokan yang berlebih kembali menghadang laju harga minyak mentah. Alhasil, komoditas energi ini gagal bertahan di kisaran US$ 50 per barel.

Mengutip Bloomberg, Jumat (16/10) hingga pukul 16.00 WIB, minyak West Texas Intermediate (WTI) pengiriman Desember 2015 di New York Merchantile Exchange naik 1,3% ke US$ 47,52 per barel. Meski naik, dibandingkan posisi akhir pekan lalu harga  masih tergerus 5,23%. Akhir pekan lalu, minyak bertengger di US$ 50,14 sebarel, harga tertinggi sejak Juni lalu.

Kemarin, pasar minyak mentah dalam sentimen positif. Maklum, Menteri Energi Rusia Alexander Novak menyatakan, akan terbuka mendiskusikan pemangkasan produksi saat bertemu dengan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) serta produsen di luar OPEC pada pekan depan.

Amrita Sen, Kepala Analis Minyak Energy Aspects Ltd., menyebutkan, tidak banyak perubahan kebijakan yang bisa diharapkan dari Rusia dan OPEC. Berkali-kali mereka menyatakan tidak berniat ikut memangkas produksi. "Tapi, pasar tetap bereaksi terhadap pernyataan Rusia, bahkan jika itu tidak rasional," katanya, mengutip Bloomberg, Jumat (16/10).

Meskipun ada sentimen positif, harga minyak masih rentan jatuh. Maklum, stok di Amerika Serikat (AS) masih besar. Bahkan, Energi Information Administration (EIA) melaporkan, stok minyak AS per pekan lalu meningkat 7,56 juta barel menjadi 468,6 juta barel. Kenaikan stok ini melebihi proyeksi pasar, yakni hanya 2,58 juta barel.

Sejatinya, produksi  minyak di AS sudah turun 76.000 barel per hari. Sejumlah produsen minyak mengurangi operasional rig pengeboran karena berbiaya tinggi.

Research and Analyst Monex Investindo Futures Faisyal mengatakan, data ini mengindikasikan terjadi penurunan permintaan. Kenaikan pasokan minyak yang cukup besar bakal membebani harga minyak mentah. Maklum, Paman Sam merupakan pengguna minyak terbesar di dunia.

Faisyal bilang, tak hanya stok di AS, suplai di pasar global juga terbilang masih melimpah. Pangkal persoalannya, negara-negara penghasil minyak yang tergabung dalam OPEC sejauh ini masih enggan memotong produksi mereka. Saat ini OPEC lebih mementingkan market share. "Biaya pengeboran minyak mereka juga lebih murah sehingga dengan harga saat ini mereka masih bisa untung," jelas Faisyal.

Menurut Andri Hardianto, Research and Analyst Fortis Asia Futures, biaya ekplorasi dan eksploitasi yang rendah di negara anggota OPEC memicu banyak raksasa minyak ingin melakukan pengeboran. Bahkan, Irak telah mengundang beberapa produsen minyak besar untuk membangun kembali sumur minyak yang sempat terhenti akibat konflik dalam negeri. 

Efek langkah itu ke pasokan minyak memang baru akan terasa jangka panjang. "Namun berita ini menjadi sentimen negatif bagi pelaku pasar," ujar Andri. Itu sebabnya dia menduga, pada perdagangan pekan depan harga minyak mentah masih akan terkoreksi terbatas. 

Faisyal sependapat, harga minyak masih rawan jatuh  lebih lanjut pada pekan depan. Selain bereaksi terhadap data stok AS, harga minyak akan merespons pergerakan dollar AS yang rebound pada akhir pekan ini.

Tertolong dollar

Secara teknikal, kata Faisyal, harga minyak bergerak di atas moving average (MA) 50 namun di bawah MA 100. Indikator moving average cinvergence divergence (MACD) positif di level 0,541.

Stochastic sudah jenuh jual (oversold) di area 24, namun belum menunjukkan sinyal rebound. Sementara, indikator relative strength index (RSI) berada di level netral 50 dan cenderung bergerak flat.

Prediksinya, pekan depan, minyak WTI bergerak di US$ 44,80-US$ 49,40 per barel. Andri menebak, harga minyak bisa menuju support US$ 45,5, dengan target resistance US$ 50 sebarel.

Meski jangka pendek masih lemah Andri melihat, peluang harga minyak untuk lebih kokoh pada jangka menengah masih tampak. Ia menduga, hingga akhir tahun ini, harga minyak berpotensi rebound, sebab dollar AS akan cenderung melemah, setelah tipisnya peluang The Fed menaikkan suku bunga  tahun ini. Apalagi, jika pertemuan para produsen minyak dunia menghasilkan kesepakatan pemotongan produksi.

Adapun Faisyal menilai, mengecilnya potensi kenaikan suku bunga The Fed setidaknya bisa menahan kejatuhan harga minyak lebih dalam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×