Reporter: Benedicta Prima | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten berencana melakukan pemecahan nilai saham (stock split). Sebut saja PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), dan PT Andira Agro Tbk (ANDI).
Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menilai aksi stock split tersebut sebagai sinyal dari perusahaan bahwa mereka melihat pergerakan harga saham di pasar. Menurutnya, emiten telah melihat valuasi harga saham sudah besar sehingga perdagangan saham menjadi terbatas.
“Jadi ini bisa untuk mengubah strategi. harga saham di-split sehingga orang merasa harga saham murah,” jelas Hans Kwee kepada Kontan.co.id, Jumat (10/10).
Seperti saham UNVR misalnya. Andai emiten blue chips tersebut memecah nilai saham dengan rasio 1:10, maka investor bisa membeli saham UNVR dengan harga sekitar Rp 4.417,5 per saham mengingat pada penutupan pasar Jumat (10/10) harga UNVR di level Rp 44.175.
Baca Juga: Tower Bersama (TBIG) akan stock split dan rilis obligasi senilai US$ 650 juta
Harga saham UNVR akan menjadi murah dan menarik bagi investor. UNVR sendiri belum memutuskan rasio stock split mereka.
“Yang belanja saham jadi banyak, dengan sendirinya naik likuiditas saham mereka,” jelas Hans.
Kendati begitu, Hans mengingatkan setelah stock split, biasanya harga saham akan mengalami lonjakan. Maka itu, dia menyarankan investor untuk membeli saham para emiten yang akan melakukan stock split dan menanamkan uangnya untuk investasi jangka panjang.
Data RTI mencatat, hampir semua harga saham yang berencana melakukan stock split mengalami tren peningkatan. Hal ini juga diakui oleh Hans bahwa rencana stock split berkorelasi positif pada harga saham.
Baca Juga: Aksi Stock Split Belum Tentu Mempengaruhi Harga Saham
Hanya saja saham UNVR dan ITMG justru tertekan. Dalam satu bulan terakhir, harga UNVR turun 5,2% menjadi Rp 44.175 per saham dan ITMG melemah 3,18% ke level Rp 12.925 per saham. Kendati begitu, Hans menilai penurunan harga tersebut lebih disebabkan oleh kondisi penjualan ritel yang sedang tertekan dan harga batubara yang juga melemah. “Tidak masalah kalau mau masuk, tetapi tetap lihat kinerja perusahaannya,” imbuh dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News