Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Rencana stimulus ekonomi China telah mengerek harga komoditas global terutama logam industri. Langkah stimulus dapat menjadi katalis positif perekonomian dan permintaan China terhadap komoditas.
Seperti diketahui, Bank Sentral China (PBoC) pekan lalu (24/9) mengumumkan akan menggelontorkan stimulus jumbo untuk menggenjot ekonomi agar mencapai target pertumbuhan tahunan 5%.
Langkah China di antaranya akan mencabut pembatasan pembelian rumah utama dalam beberapa minggu mendatang. Bank Sentral China juga mengumumkan permintaan kepada bank-bank di negara tersebut untuk memangkas suku bunga hipotek kredit rumah hingga batas waktu 31 Oktober 2024.
China juga akan merilis obligasi khusus sebagai bagian stimulus fiskal senilai 2 triliun yuan (US$ 284,43 miliar) untuk mensubsidi program penggantian barang konsumsi dan peralatan bisnis, hingga mengatasi masalah utang.
Baca Juga: Emas dan Obligasi Bisa Jadi Pilihan Investasi untuk Kuartal IV, Simak Penjelasannya
Presiden Komisioner HFX International Berjangka, Sutopo Widodo mengatakan, stimulus Tiongkok ditujukan untuk menstabilkan ekonominya yang sangat penting bagi pasar komoditas global. Hal itu mengingat peran Tiongkok sebagai konsumen logam terbesar.
"Rencana stimulus China ini telah mendorong optimisme di kalangan pedagang komoditas, serta meningkatkan harga logam dan saham pertambangan secara global," ujar Sutopo kepada Kontan.co.id, Senin (30/9).
Sutopo melihat, perusahaan-perusahaan pertambangan seperti Rio Tinto, BHP, dan Glencore telah mengalami keuntungan signifikan berkat kabar stimulus China tersebut karena investor mengantisipasi peningkatan permintaan logam.
Harga tembaga terpantau telah naik di atas US$4,6 per pon berkat upaya Tiongkok untuk menghidupkan kembali pertumbuhan ekonomi. Langkah-langkah stimulus, termasuk potensi suntikan modal ke bank-bank negara, telah meningkatkan kepercayaan pasar dan permintaan logam industri.
Baca Juga: Suku Bunga Agresif Dipangkas, Deretan Saham Ini Bakal Ngegas
Harga aluminium berjangka naik menjadi US$2.623 per ton pada akhir September, tertinggi dalam lebih dari tiga bulan, dan mengikuti momentum yang kuat untuk logam dasar lainnya. Kenaikan ini juga karena stimulus ekonomi baru dari Tiongkok mendukung prospek permintaan untuk logam industri utama.
Kemudian, harga timah berjangka naik ke angka US$32.910 per ton pada akhir September, tertinggi dalam satu bulan, dan mengikuti reli logam dasar utama karena ekspektasi traksi dalam permintaan Tiongkok memperbesar dampak dari pasokan yang tidak pasti.
Harga nikel berjangka juga terpantau naik menjadi US$17.299 per ton, mencapai level tertinggi dalam 3 bulan karena logam dasar menguat akibat stimulus paling agresif Tiongkok sejak pandemi, yang meningkatkan prospek permintaan.
Baca Juga: IHSG Anjlok 2,20%, Outflow di Emerging Markets Membayangi Pergerakan Pasar Saham
Selain itu, Sutopo melihat harga batubara sedikit banyak terpengaruh rencana stimulus China. Misalnya, harga batubara Newcastle naik ke US$140 per ton, setelah mencapai level terendah dalam tujuh minggu di US$137 pada tanggal 16 September 2024.
Di Tiongkok, harga batubara didukung oleh berkurangnya produksi akibat hujan lebat, peningkatan inspeksi keselamatan di tambang, permintaan konsumen yang lebih tinggi menjelang hari libur nasional dari tanggal 1-7 Oktober. Selain itu, batubara dipengaruhi pemeliharaan di beberapa jalur kereta api di provinsi Shanxi yang digunakan untuk transportasi batubara.
Sutopo menambahkan, permintaan bahan bangunan termasuk bijih besi melonjak mendengar kabar stimulus perekonomian China. Harga bijih besi naik hampir 11% menyusul pelonggaran pembatasan pembelian rumah di kota-kota besar seperti Shanghai, Guangzhou, dan Shenzhen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News