kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sritex menjalin laba dari penjualan ekspor


Jumat, 27 Oktober 2017 / 21:29 WIB
Sritex menjalin laba dari penjualan ekspor


Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rilis laporan keuangan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) moncer akibat pertumbuhan ekspor mencapai 23,73%. Lihat saja laba bersih akhir kuartal III-2017 mendaki 14,36% menjadi US$ 47,23 juta dari posisi sembilan bulan pertama tahun lalu di US$ 41,30 juta.

Menurut Direktur Utama Iwan S Lukminto, kenaikan ekspor dipicu oleh adanya pelanggan baru dan penambahan jumlah kiriman ke luar negeri.

"Ada penambahan customer untuk kain jadi dan garment," jelas Iwan saat dihubungi KONTAN, Jumat (27/10).

Walau tidak menyebut siapa pembeli baru tersebut, yang jelas tambahan ini juga diiringi penambahan kapasitas produksi yang mendongkrak kemampuan ekspor SRIL. Utilisasi pabrik terintegrasi SRIL memang belum 100%, namun secara bertahap emiten terus mencari strategi terbaik memperbaiki keadaan tersebut.

Kontribusi dari pasar ekspor SRIL mencapai US$ 305,43 juta pada kuartal III-2017 atau setara 53,34% dari total penjualan.

Dibandingkan kinerja tahun lalu, ekspornya meningkat 23,73% dari US$ 246,85 juta. Sedangkan pasar lokal berkontribusi sebesar US$ 267,16 juta atau sekitar 46,66% total penjualan.

Porsi ekspor SRIL pada pasar Asia mendominasi sebesar 60,55%, sedangkan Eropa sebesar 16,26%, serta untuk AS dan Amerika Latin memberikan 15,27% nilai ekspor. Sisanya adalah ke Afrika, Australia dan Arab Emirat.

Produk penjualan SRIL di antaranya seperti benang, kain jadi, pakaian jadi, dan kain mentah. Perlu diingat juga, SRIL juga memproduksi seragam militer untuk TNI, Polri dan korporasi yang dipesan oleh pelanggan domestik maupun luar negeri.

Welly Salam, Sekretaris Perusahaan PT Sri Rejeki Isman Tbk menjelaskan, bottleneck atau hambatan pada SRIL terjadi pada divisi finishing yang baru selesai dipugar pada kuartal pertama tahun lalu. Namun sambil menunggu operasional pabrik benar-benar pulih, SRIL juga mendorong kapasitas di sektor lain, seperti memacu kapasitas weaving menjadi 180 juta meter per tahun dari 120 juta meter.

Selain itu, meningkatkan kapasitas produksi dying printing hingga 100% menjadi mampu memproduksi 240 juta yard kain per tahun. Produksi di pabrik dying printing ini baru 60% dari kemampuan sesungguhnya.

"Kami harapkan, tahun depan bisa normal. Jadi salah satu program kita kedepan adalah normalisasi kapasitas produksi untuk tahun 2018," jelas Welly.

Iwan menyatakan hingga akhir tahun ia menargetkan pertumbuhan ekspor dapat mencapai 53%, sedangkan total penjualan 2017 bisa mencapai 8%-12%. Dengan demikian, secara matematis target maksimal yang diincar oleh emiten ini bakal berada di kisaran US$ 640 jutaan.

Sedangkan untuk segmen seragam dari SRIL juga mengalami penambahan penjualan dengan negara-negara yang sudah menjadi langganan emiten ini.

Terkait pinjaman sindikasi sebesar Rp 1,3 triliun yang sudah didapatkan emiten, Welly mengaku prosesnya masih dalam tahap negosiasi. Sifat pinjamannya yang diajukan pada banyak bank membuat prosesnya terhambat, ia berharap pada awal tahun depan, proses negosiasinya sudah selesai dan dana bisa didapatkan.

Namun demikian, Welly meyakini arus kas emiten bakal tetap lancar. Ia juga membagikan tahun depan, SRIL menargetkan anggaran belanja di kisaran US$ 20 juta - US$ 30 juta dan bakal digunakan untuk pemeliharaan dan utilisasi pabrik.

Ketika ditanya mengenai persaingan dengan negeri tetangga, Welly yakin tekstil SRIL bakal terus mendaki. Pasalnya, saingan utama dari China tengah mengalami penurunan subsidi pada produk ekspor. Apalagi isu limbah dan polusi yang semakin menjadi-jadi di negara Tirai Bambu tersebut ternyata tak hanya menimpa industri batubara, namun juga industri lainnya.

"China dulu bisa memukul industri lain, karena kuat disubsidi. Tapi sekarang sudah sedikit-sedikit dikurangi pemerintah. Perlu diingat juga, industri mereka sekarang dikenai biaya pengolahan biaya lingkungan yang tinggi," jelas Welly.

Sedangkan mengenai pelemahan rupiah, Welly mengaku SRIL memang akan mendapatkan keuntungan kala mata uang negara sedang melemah. Namun kondisi ini dirasa hanya bersifat sementara dan tidak akan menjadi sentimen yang berkepanjangan mengingat arah ekonomi Indonesia terus membaik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×