Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pilihan instrumen investasi kontrak investasi kolektif-efek beragun aset (KIK EBA) bakal lebih ramai. PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) alias SMF akan melakukan sekuritisasi aset tagihan kredit pemilikan rumah (KPR) senilai Rp 1,5 triliun.
Direktur Utama SMF Raharjo Adisusanto mengatakan, aset yang akan disekuritisasi adalah tagihan milik PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. "Kami masih menunggu izin efektif penerbitan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Diperkirakan akhir bulan ini akan listing," katanya, Selasa (18/11).
Direktur Tresuri dan Asset Management BTN, Iman Nugroho Soeko mengamini, penerbitan instrumen ini sekitar akhir November nanti. "Yang bertindak sebagai arranger adalah SMF dan penerbitnya Danareksa investment Management," ujar Iman.
KIK EBA akan dibagi dalam dua seri, yaitu bertenor dua tahun dan lima tahun. Besaran kupon akan ditetapkan saat masa penawaran. Ia mengklaim, penerbitan KIK EBA ini akan menjadi yang terbesar di Indonesia. Raharjo optimistis, instrumen ini akan diserap pasar., sebab memiliki sejumlah keunggulan. Seperti, aset dasarnya merupakan sekuritisasi aset KPR BTN, yang merupakan bank spesialis di pasar KPR. Selain itu, KPR yang disekuritisasi diseleksi secara ketat dengan 22 kriteria. "Sehingga aset dasarnya sangat prudent.
Peringkat produk ini pun cukup menarik, yaitu AAA," ungkapnya. Sejauh ini, penerbitan EBA masih minim. PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat, hingga 24 Oktober 2014, penerbitan EBA hanya sekitar Rp 1,85 triliun. Dari total tersebut, mayoritas digenggam oleh investor asuransi yaitu Rp 902,15 miliar, lalu korporasi Rp 439,05 miliar, dana pensiun Rp 207,31 miliar, dan financial institution Rp 160,74 miliar.
Kemudian, investor individual sekitar Rp 60 juta, yayasan sejumlah Rp 40, 57 miliar, manajer investasi sekitar Rp 14,28 miliar dan investor lainnya sekitar Rp 90,16 miliar. Sedangkan perusahaan sekuritas tercatat tidak menggenggam EBA. Selama ini, hanya BTN yang getol melakukan sekuritisasi aset EBA. Sejatinya, di awal tahun ini, PT Bank Mandiri TBk pernah berniat melakukan sekuritisasi tagihan KPR senilai Rp 700 miliar hingga Rp 1 triliun rupiah.
Rencananya, PT Danareksa Investment Management akan membungkus sekuritisasi tagihan itu dalam KIK EBA dengan nama KIK EBA DBMRI-01. Namun, bank pelat merah ini membatalkan rencana tersebut. Direktur PT Danareksa Investment Management, Prihatmo Hari mengatakan, penundaan dilakukan karena kondisi pasar yang masih berfluktuasi.
Minim transaksi
Analis obligasi Fakhrul Aufa mengatakan, minimnya penerbitan KIK EBA disebabkan sulitnya mendapatkan underlying asset. Menurutnya, tidak banyak aset dengan kualitas baik yang dapat dijadikan aset dasar penerbitan KIK EBA.
Selain itu, instrumen ini masih belum populer. Produk ini membutuhkan sosialisasi yang lebih intensif ke pasar. "Apalagi, likuiditas di pasar sekunder sangat kecil, bahkan jarang sekali ada perdagangan," kata Fakhrul. Fakhrul memperkirakan, minimnya transaksi KIK EBA di pasar sekunder akibat peringkat produk ini hanya AAA. Selain itu, investor cenderung menggenggam produk ini hingga jatuh tempo atau hold to maturity (HTM).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News