Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat turun 1,20% di pekan lalu. Ini terjadi setelah IHSG ditutup di level 6.645,51 pada Jumat (28/1).
Direktur PT Ekuator Swarna Investama Hans Kwee mengatakan, ada sejumlah sentimen yang akan mewarnai pergerakan IHSG di pekan ini.
Dari global, pergerakan IHSG akan dipengaruhi oleh pernyataan Chairman Federal Reserve Jerome Powell yang mengejutkan investor terkait indikasi untuk menaikkan suku bunga yang lebih besar dan lebih cepat dari ekspektasi.
Seperti diketahui, tengah pekan lalu, Powell menyebutkan, bank sentral Amerika Serikat (AS0 itu memiliki banyak ruang untuk menaikkan suku bunga, sebelum itu akan membahayakan ekonomi.
Dalam FOMC Meeting yang digelar pekan lalu, disebutkan, federal funds rate (FFR) diproyeksi naik pada pertemuan Maret dengan asumsi kondisinya sesuai untuk melakukannya. Kenaikan suku bunga dilakukan untuk mengendalikan inflasi AS yang tinggi.
Baca Juga: Belum Menggigit di Awal Tahun, Begini Proyeksi IHSG di Kuartal I 2022
Pelaku pasar kini memperkirakan The Fed bakal mengerek suku bunga hingga lima kali setelah pernyataan Powell itu. Kenaikan pertama dimulai pada pertemuan bulan Maret. Pasar juga memprediksi, suku bunga AS akan naik sekitar 30 basis poin.
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi AS di kuartal IV-2021 yang mencapai 6,9% turut jadi katalis pergerakan bursa saham. Terlebih, angka tersebut melebihi survei ekonom dengan pertumbuhan ekonomi AS hanya 5,5%.
Selain itu, masalah antara Rusia yang merupakan produsen minyak terbesar kedua di dunia dan Blok Barat turut jadi penggerak IHSG. Rusia dan Blok Barak kembali berselisih terkait Ukraina.
Hal tersebut menimbulkan ketakutan bahwa pasokan energi ke Eropa dapat terganggu, meski kekhawatiran terfokus pada pasokan gas daripada minyak mentah.
Sementara itu, dari dalam negeri, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, defisit fiskal dan utang Indonesia selama pandemi termasuk yang paling terkendali dan produktif dalam menjaga maupun mengembalikan tekanan ekonomi sehingga menjadi lebih baik.
Mengingat, kenaikan harga komoditas seperti batubara dan CPO yang dianggap menguntungkan Indonesia.
Baca Juga: Intip Pilihan Saham-saham Berbasis Lingkungan yang Menarik
Selain itu perkembangan hasil tax amnesty jilid II yang semakin bagus. Sri Mulyani mengatakan hal ini terbukti karena Indonesia merupakan salah satu negara dengan level Produk Domestik Bruto (PDB) yang sudah kembali ke kondisi pra pandemi. Indonesia memiliki momentum pemulihan ekonomi sudah cukup baik.
Indeks PDB riil Indonesia pada 2021 telah mencapai level 101,1 atau lebih baik dibanding level 100 saat awal pandemi 2019.
Level Indonesia pun lebih baik dari negara emerging market lainnya. Contohnya, Brasil 100,5, India 98,7, Afrika Selatan 98, Arab Saudi 97,7, Myanmar 96,4, Meksiko 96,3, Thailand 94,4 dan Filipina 94,3.
"Capaian pertumbuhan ekonomi tersebut didukung oleh defisit fiskal yang relatif terkendali dibanding negara lain yakni Indonesia sepanjang 2020 sampai 2021 menambah defisit 10,8%," kata Hans dalam riset yang dikutip Kontan.co.id, Senin (31/1).
Setelah diterpa tekanan akibat hasil FOMC dan potensi mereda nya konflik Rusia Ukraina membuka peluang rebound indeks saham global.
Hans memprediksi IHSG berpeluang konsolidasi menguat dengan suport di level 6.603 sampai 6.549 dan resistance di level 6.712 sampai 6.738 dalam sepekan ke depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News