kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Simak rekomendasi untuk saham emiten pertambangan


Senin, 24 Februari 2020 / 21:34 WIB
Simak rekomendasi untuk saham emiten pertambangan
ILUSTRASI. Pengunjung beraktivitas di depan layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di galeri PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (4/2/2020). Secara year-to-date, indeks sektor pertambangan terkoreksi 7,52%.


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Secara year-to-date, indeks sektor pertambangan terkoreksi 7,52%. Indeks sektor pertambangan hanya kalah dari sektor keuangan yang secara ytd terkoreksi 2,46%.

Meski demikian, tahun ini Analis OSO Sekuritas Sukarno Alatas menilai prospek sektor pertambangan, khususnya batubara, masih cukup berat. Ditambah, saat ini China sebagai konsumen batubara terbesar di dunia sedang menghadapi wabah Covid19.

Sukarno pun merekomendasikan investor untuk menghindari saham-saham emiten batubara yang memiliki porsi ekspor batubara ke China yang cukup signifikan, seperti saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO) dan PT Indika Energy Tbk (INDY).

Sepanjang 2019, ADRO berhasil menjual batubara hingga 59,18 juta ton, atau naik 9% yoy. Dari total penjualan tersebut, sebanyak 12% di antaranya merupakan penjualan ke negeri Tirai Bambu.

Baca Juga: Tak hanya wewenang, penerimaan daerah berpotensi hilang dalam omnibus law minerba

Meski demikian, Head of Corporate Communication Division Adaro Energy Febriati Nadira mengatakan, ADRO belum merasakan dampak langsung dari merebaknya virus corona pada kinerja ADRO.

Bahkan, Febriati mengatakan ada potensi peningkatan kebutuhan batubara dari China yang disebabkan oleh produksi batubara domestik China yang terganggu karena beberapa tambang di China menunda kegiatan operasionalnya. “Dengan kondisi ini, diharapkan permintaan impor batubara akan meningkat untuk mengisi/mengganti pasokan domestik mereka yang kurang,” ujar Febriati kepada Kontan.co.id, beberapa waktu lalu.

Sukarno mengatakan, saat ini investor tengah menjadikan emas sebagai instrumen safe haven. Ia bilang, jika investor ingin mengoleksi saham emiten emas, maka harus diperhatikan pergerakannya.

Secara year-to-date (ytd), saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) telah terkoreksi 18,45%. Sementara itu, saham PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB) dan saham PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) sukses menghijau dengan penguatan masing-masing 6,15% dan 27,15% secara ytd. “Untuk saham-saham yang tren naik bisa trading buy, sedangkan yang masih dalam tren menurun wait and see terlebih dahulu,” terang Sukarno kepada Kontan.co.id, Senin (24/2).

Di sisi lain, Presiden Direktur CSA Institute Aria Santoso menilai justru menilai saat ini saham ADRO sudah cukup murah dan bisa dilakukan akumulasi beli.

Baca Juga: Menakar dampak omnibus law terhadap emiten tambang

Lebih lanjut, saham emiten batubara lainnya yakni saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) juga menarik untuk dicermati. Ia pun merekomendasikan buy saham ITMG dan PTBA dengan target harga masing-masing Rp 12.000 dan Rp 2.600 per saham. “Boleh mencicil beli dari harga sekarang dan bertahap letika terjadi pelemahan harga,” terang dia kepada Kontan.co.id, Senin (24/2).

Untuk saham emiten emas, Aria bilang MDKA bisa dijadikan pilihan dengan pertimbangan adanya proyeksi pertumbuhan kinerja dibandingkan dengan tahun lalu dan harga saat ini sudah cukup murah. Pun demikian dengan saham ANTM yang dinilai sudah cukup murah.

Baca Juga: Hari ini dua kali naik, harga emas Antam mendaki Rp 15.000

Sementara itu, Sukarno mengatakan saat ini harga komoditas nikel juga sedang dalam tren penurunan. Dia bilang, aturan pelarangan ekspor bijih nikel hanya bisa menjadi sentimen jangka pendek.

Sedangkan untuk jangka panjang, prospek emiten nikel ditentukan oleh kemampuan emiten tersebut dalam membangun pabrik pengolahan (smelter). Saat ini pun saham emiten nikel seperti PT Vale Indonesia Tbk (INCO) belum menunjukkan sinyal beli dan masih dalam tren penurunan.

Senada, Analis Samuel Sekuritas Indonesia Dessy Lapagu menilai, aturan pelarangan ekspor bijih nikel akan berdampak pada kinerja INCO setidaknya pada kuartal I-2020.

Baca Juga: IHSG anjlok 1,28% mendekati 5.800 pada akhir perdagangan Senin (24/2)

Dessy melihat, pada kuartal pertama tahun ini masih belum ada sentimen yang secara signifikan menopang pergerakan nikel. Namun, progress pembangunan smelter nikel diharapkan mampu menjadi katalis positif dari dalam negeri.

Dessy merekomendasikan hold saham INCO dengan target harga Rp 3.900 per saham dengan potensi naik 27,5% dari harga penutupan per 21 Februari 2020 yakni Rp 3.060 per saham.

Dessy merekomendasikan hold saham INCO sampai kabar divestasi saham dan progress pembangunan smelter INCO menemui titik terang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×