Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah saham emiten tambang emas dinilai masih punya prospek yang menarik meski harga emas turun. Salah satunya yakni PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA).
Fauzan Luthfi Djamal, analis RHB Sekuritas Indonesia melihat, operasional MDKA memang sudah mengarah ke level yang optimal sejak pertengahan tahun lalu. Sebelumnya, operasional tambang MDKA sempat terganggu akibat insiden patahan timbunan di Tambang Bukit Tujuh pada 2020.
Fauzan menyebut, saat ini MDKA sedang mendesain ulang heap-leach facility guna mencegah terulangnya kembali insiden tambang. “Mungkin ada sedikit pressure ke margin karena ongkos perbaikan tersebut, tetapi risikonya kecil,” terang Fauzan kepada Kontan.co.id, Senin (24/1).
Selain pulihnya operasional tambang, prospek MDKA juga dipoles oleh rencana MDKA dalam pengembangan baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV). Contemporary Amperex Technology (CATL) telah menandatangani MoU dengan MDKA untuk membangun platform investasi yang berfokus pada rantai pasokan logam baterai di Indonesia.
Baca Juga: Mencermati Saham-Saham LQ45 Menjelang Rebalancing
Di sisi lain, bisnis tembaga juga menopang prospek MDKA di tengah harga emas yang kurang kinclong. Analis Panin Sekuritas Timothy Wijaya mengatakan, tembaga juga digunakan untuk panel surya yang penggunaannya diproyeksi semakin meningkat. Selain itu, berkaca dari purchasing managers’ index (PMI) manufacturing di beberapa negara sudah mulai bergerak ekspansif, seharusnya kegiatan manufaktur dan industri kembali meningkat yang bisa menjadi pendorong permintaan ke depan.
Pun sama halnya dengan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang memiliki bisnis nikel. “Seharusnya tembaga dan nikel bisa mendorong pendapatan (ANTM dan MDKA) di tahun ini. Sebab, kedua logam tersebut memiliki prospek yang cukup baik di tahun ini karena adanya kelangkaan pasokan dan potensi pengenaan pajak ekspor di Indonesia,” kata Timothy kepada Kontan.co.id, Senin (24/1).
Selain MDKA dan ANTM, emiten pengelola tambang emas lainnya yang punya prospek menarik adalah PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS). Analis Samuel Sekuritas Indonesia Dessy Lapagu memproyeksikan produksi emas BRMS pada 2022-2024 akan mencapai masing-masing 37.000, 55.000, dan 92.000 oz. Proyeksi ini didukung dengan rencana ekspansi BRMS ke depan serta rencana pembangunan pabrik ketiga dengan kapasitas 4.000 ton per hari pada kuartal pertama 2024.
Baca Juga: IHSG Lesu, Sentimen Ini yang Memberatkan
Pada kuartal ketiga 2021, anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI) ini memproduksi 37 kg emas, naik 42,3% secara year-on-year (yoy). Jika diakumulasikan, produksi BRMS mencapai 98 kg pada Sembilan bulan pertama 2021, melesat 188,2%. Pembangunan pabrik kedua BRMS di Poboya, yang memiliki kapasitas 4.000 ton per hari, diperkirakan akan mulai beroperasi pada kuartal II-2022 mendatang, sesuai dengan target yang dipasang BRMS.
Performa positif BRMS pada kuartal ketiga 2021 mendorong Dessy untuk mempertahankan rekomendasi buy saham BRMS, dan menaikkan target harga BRMS ke level Rp 200 (dari sebelumnya Rp 130).
Timothy masih merekomendasikan buy untuk ANTM dengan mempertahankan target harga di Rp 3.300 per saham, serta merekomendasikan buy MDKA dengan target harga di Rp 4.100 per saham.
Fauzan tetap memandang positif terhadap prospek ANTM, didukung oleh upaya untuk emiten pelat merah ini mempertahankan operasi emas dan nikel yang stabil didukung oleh harga jual yang wajar. RHB Sekuritas mempertahankan rekomendasi beli saham ANTM dengan target harga Rp 3.450. RHB Sekuritas juga merekomendasikan beli saham PT United Tractors Tbk (UNTR) dengan target harga Rp 29.400.
Baca Juga: Jelang Penyesuaian, Berikut Saham-Saham yang Berpotensi Keluar dan Masuk Indeks LQ45
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News