Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) rontok di awal Desember 2022. Setelah pekan lalu ambles 4,34% ke level 6.715, IHSG berpotensi menghirup angin segar dari kenaikan suku bunga The Fed yang melandai.
Bank sental Amerika Serikat (AS) akan menggelar Federal Open Market Committee (FOMC) pada 13 Desember - 14 Desember 2022. Sejumlah analis memprediksi The Fed mulai mengurangi agresivitas dalam mengerek suku bunga.
Research & Consulting Manager Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro mengungkapkan, proyeksi itu sejalan dengan Fed Fund Futures dari CME Group. Indikator yang lazim dijadikan acuan investor itu memperkirakan probabilitas kenaikan Federal Funds Rate (FFR) sebesar 50 basis points (bps) ke level 4,25% - 4,5% mencapai 78,2%.
Sedangkan kemungkinan The Fed mengerek suku bunga sebesar 75 bps hanya mencapai 21,8%. "Meski hal ini bukan kepastian karena bisa saja The Fed bergerak berbeda dengan konsensus," ujar Nico kepada Kontan.co.id, Minggu (11/12).
CEO Edvisor.id Praska Putrantyo punya pandangan serupa. Perkiraan pasar, The Fed tidak akan seagresif periode sebelumnya. Kenaikan suku bunga maksimal sebanyak 50 bps untuk menekan target inflasi jangka panjang ke level 2%-an.
Hal itu juga sudah direspons pada pasar US Treasury, dimana yield 10 tahun dalam tren menurun ke level 3,6% sejalan dengan pelemahan indeks dolar AS. Investor pun menantikan kebijakan suku bunga The Fed yang akan berdampak ke pasar saham.
Baca Juga: IHSG Ambles 4,34% Sepekan, Ini Sentimen yang Menyeretnya
Head of Research Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan menambahkan, kenaikan suku bunga yang melandai akan cenderung membawa angin segar. Setidaknya bisa mengurangi tekanan bagi Bank Indonesia (BI) dalam mengerek suku bunga acuan.
Kecenderungan nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu terakhir juga tertahan di kisaran Rp 15.400 - Rp 15.750. Sejalan ekspektasi perlambatan kenaikan The Fed Rate. Oleh sebab itu, kebijakan The Fed pada tengah pekan ini akan mewarnai gerak IHSG sepekan ke depan.
Hanya saja, Valdy mengingatkan FOMC The Fed bukan satu-satunya sentimen yang mempengaruhi IHSG di pekan ini. Pelaku pasar turut mencermati kebijakan China terkait penyesuaian dalam penganganan covid-19, guna memulihkan aktivitas ekonomi di Negeri Tirai Bambu tersebut.
Nico melanjutkan, pada pekan ini IHSG juga dibanyangi oleh sentimen kenaikan suku bunga acuan dari European Central Bank (ECB) dan Bank of England (BoE). Keduanya juga diprediksi akan mengerek suku bunga sebesar 50 bps.
Proyeksi IHSG
Meski diiringi sejumlah sentimen lain, tapi kebijakan suku bunga The Fed tetap menjadi faktor dominan. Hingga tengah pekan, Nico memperkirakan IHSG masih akan melemah dengan rentang yang lebih terbatas.
Alasannya, pelaku pasar masih wait and see sebelum rilis hasil FOMC. Jika The Fed menaikkan suku bunga sesuai konsensus di 50 bps, maka IHSG berpotensi menguat. Namun sebaliknya jika kenaikan tetap agresif.
"Hasil FOMC bisa jadi turning point. Kalau sesuai konsensus market akan up, kalau berbeda dan lebih hawkish, maka akan jadi sentimen negatif," jelas Nico.
Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto menarik lebih jauh dengan menilik pergerakan IHSG sepanjang tahun ini. Setidaknya ada tiga momentum saat IHSG ambles cukup dalam, yang terjadi pada awal Mei, awal Juli, dan akhir September.
"Koreksi terjadi dengan kecepatan yang hampir mirip dengan pergerakan IHSG pekan lalu. Berkaca dari tiga kejadian sebelumnya yang disusul rebound, maka kami optimis minggu ini akan mulai tampak adanya perlawanan," ujar Pandhu.
Apalagi, pelaku pasar juga akan terpacu oleh sentimen window dressing yang biasanya menyapa pada akhir tahun. Pandhu memprediksi, IHSG berpotensi rebound ke level 6.885 pada pekan ini, dengan area support di kisaran 6.610.
"Kalau (kenaikan suku bunga The Fed) in line 50 bps. Untuk kembali ke 7.000, mungkin akhir tahun dengan dorongan window dressing. Jadi kejutan kalau ternyata masih 75 bps, (IHSG) bisa turun lagi," terang Pandhu.
Baca Juga: IHSG Merosot 4,34% dalam Sepekan, Intip Saham-Saham yang Banyak Ditadah Asing
Praska turut optimistis IHSG berpotensi mengalami teknikal rebound di pekan ini. Kecenderungan akan menguat terbatas dengan memperhitungkan kenaikan suku bunga The Fed sesuai ekspektasi pasar.
Pergerakan IHSG ditaksir ada di 6.681 - 6.802, dengan support pada level 6.560. "Aksi bargain hunting mencari saham murah pasca aksi jual dapat menjadi penopang IHSG. Terlebih secara teknikal kondisi IHSG sudah jenuh jual, sehingga terdapat potential rebound," terang Praska.
Valdy juga memasang skenario optimistis. Secara sektoral, potensi rebound pada saham-saham perbankan akan memicu rebound pada IHSG. Potensi rebound IHSG bisa menuju 6.800 - 6.900, jika pelemahan tertahan pada area support kuat 6.640.
Rekomendasi Saham
Menurut Valdy, saham-saham bank berkapitalisasi jumbo atau bluechip masih menjadi primadona. "Sebab saham-saham defensif, terutama di consumer non-cyclicals mulai memasuki overbought area," imbuh Valdy.
Kepala Riset FAC Sekuritas Indonesia Wisnu Prambudi Wibowo turut menjagokan saham-saham emiten bank. Saham pilihan Wisnu adalah "The Big Four" bank yakni BBCA, BBRI, BBNI, dan BMRI, serta PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS).
Di tengah volatilitas pasar saham dan tren turun IHSG saat ini, Wisnu mengingkat strategi dalam investasi. Jika trader, bisa dipertimbangkan untuk membungkus cuan alias profit taking pada saham-saham yang masih mampu melesat.
Tapi bagi investor, momentum koreksi justru menjadi peluang mencari saham yang terdiskon untuk akumulasi. Selain saham bank di atas, Wisnu menyarankan untuk mencemati saham emiten tambang emas dan nikel. Seperti PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
Senada dengan itu, Praska juga menyarankan investor untuk melakukan strategi buy on weakness pada saham-saham yang minim terdampak isu kenaikan suku bunga acuan. Terlebih yang bisa menghirup angin segar dari penguatan harga komoditas global, terutama logam.
Praska merekomendasikan buy saham ANTM dengan target harga Rp 2.050 - Rp 2.100. Kemudian, buy saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) dengan target harga Rp 1.930, dan PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) dengan target harga Rp 680 - Rp 710.
Sebagai catatan, Pandhu mengingatkan agar pelaku pasar juga mencermati dampak penurunan saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO), apakah sudah selesai, atau masih berlanjut. Penurunan GOTO bisa membawa dampak pada koreksi pasar saham.
Tapi, koreksi ini bisa menjadi peluang untuk mengoleksi saham-saham bluechip yang sudah jatuh cukup dalam. Terutama yang secara fundamental berkinerja apik, seperti pada sektor perbankan.
Pandhu menyarankan untuk cermat menilik area support pada saham bank bluechip. Seperti support BBCA di Rp 8.125 - Rp 8.250. Lalu BBRI pada support Rp 4.550 - Rp 4.700, dan BMRI di area support Rp 9.300 - Rp 9.600.
Sedangkan Nico menyarankan untuk mencermati saham PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) dengan support di Rp 1.360 dan resistance pada Rp 1.525. Rekomendasi selanjutnya, saham PT Indofood Suskes Makmur Tbk (INDF) dengan support Rp 6.750 dan resistance di Rp 7.000.
Baca Juga: Asing Melego Saham-saham Big Caps Ini, Simak Rekomendasinya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News