kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 15.869   11,00   0,07%
  • IDX 7.280   84,53   1,17%
  • KOMPAS100 1.120   15,61   1,41%
  • LQ45 891   13,65   1,56%
  • ISSI 223   2,02   0,92%
  • IDX30 455   6,79   1,51%
  • IDXHIDIV20 549   8,70   1,61%
  • IDX80 129   1,57   1,24%
  • IDXV30 136   1,63   1,21%
  • IDXQ30 152   2,49   1,67%

Simak Rekomendasi Saham Emiten Sawit, Ini Katalis Positifnya Tahun Depan


Senin, 25 November 2024 / 07:25 WIB
Simak Rekomendasi Saham Emiten Sawit, Ini Katalis Positifnya Tahun Depan
ILUSTRASI. Pekerja menurunkan tandan buah segar dari bak mobil di salah satu rumah jual beli hasil perkebunan sawit di Kota Bengkulu, Bengkulu. Dimulainya program B40 tahun depan diperkirakan bisa menjadi angin segar bagi emiten CPO. ANTARA FOTO/Muhammad Izfaldi/tom.


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek kinerja emiten sawit didukung oleh harga minyak sawit mentah alias Crude Palm Oil (CPO) yang lebih tinggi. Rencana program B40 menjadi salah satu katalis positif bagi harga CPO.

Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Arinda Izzaty memandang, penerapan program B40 hingga B50 akan meningkatkan permintaan domestik terhadap minyak sawit mentah (CPO). Pada akhirnya, rencana kebijakan tersebut dapat memberikan dampak positif bagi kinerja emiten CPO terutama yang berfokus pada penjualan domestik.

Rencananya pemerintah menerapkan program B40 pada awal 2025 dan meningkatkan penggunaan bahan bakar campuran biodiesel berbasis minyak sawit 50% dengan minyak solar (B50) pada 2026.

Baca Juga: Simak Ini Serangkaian Katalis Positif dan Rekomendasi Saham Emiten CPO Tahun 2025

Dia menjelaskan, program B40 Indonesia berpotensi mengurangi pasokan CPO di pasar internasional, yang kemudian dapat mendorong kenaikan harga. Di lain sisi, harga juga dipengaruhi tingkat produksi global dan permintaan dari negara pengimpor utama seperti India dan China.

"Permintaan tinggi baik dari pasar domestik untuk biodiesel maupun pasar internasional menjadi pendorong utama prospek sektor CPO," kata Arinda kepada Kontan.co.id, Jumat (22/11). 

Arinda melihat, sektor sawit memiliki peluang dan tantangan tersendiri. Peluangnya meliputi potensi permintaan tinggi dari India dan China, peningkatan permintaan domestik untuk biodiesel, serta efisiensi operasional melalui strategi peremajaan tanaman. 

Sementara, tantangan yang dihadapi emiten sawit mencakup tekanan harga akibat tingginya suku bunga global, hambatan ekspor karena proteksionisme Trump, serta regulasi ketat terkait lingkungan seperti kampanye anti-sawit di Uni Eropa.

Baca Juga: Sejumlah Emiten Sawit Berupaya Optimalkan Potensi Kenaikan Harga CPO

Di Indonesia, Arinda menilai, beberapa emiten sawit unggulan seperti PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan PT London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP). Emiten-emiten tersebut menarik karena memprioritaskan peremajaan tanaman sawit, kinerja keuangan yang solid, serta memiliki jaringan pasar internasional yang luas.

"Dengan kombinasi faktor-faktor tersebut, serta dukungan kebijakan domestik seperti B40, prospek sektor sawit di masa depan tetap menjanjikan," ujar Arinda.

Arinda menyarankan buy untuk AALI dan LSIP dengan target harga masing-masing sebesar Rp 7.380 dan Rp 1.330 per saham.

Adapun berikut rekomendasi saham emiten sawit dari beberapa analis lainnya. Simak ulasannya.

1. PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI)

AALI melaporkan peningkatan laba bersih yang didorong oleh harga jual rata-rata (ASP) CPO yang lebih kuat. Tumbuhnya laba mengimbangi tingkat produksi AALI yang lebih rendah di sepanjang tahun ini.

Produksi TBS ataupun CPO milik emiten sawit grup Astra ini diproyeksi akan membaik pada kuartal berikutnya, didorong oleh puncak panen musiman. 

Harga saham AALI saat ini dinilai terlalu rendah (undervalued), meskipun aset dari usia sawit produktif bukan yang termuda, profitabilitasnya secara konsisten tetap stabil.

Rekomendasi : Buy

Target Harga : Rp 7.900

Analis Ciptadana Sekuritas Yasmin Soulisa dalam riset 30 Oktober 2024

 

2. PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG)

Harga minyak sawit (CPO) yang stabil, harga pupuk yang menurun, dan pungutan yang lebih rendah memberikan potensi ekspansi margin bagi TAPG. 

Salah satu pendorong harga CPO yang lebih tinggi adalah kebijakan B40. Di lain sisi, usia pohon rata-rata 13,5 tahun pada kuartal kedua yang berada pada masa puncaknya, mencerminkan produktivitas tinggi sawit TAPG.

Kemudian, harga pupuk juga telah menurun tahun ini karena turunnya harga amonia dengan TAPG telah mengunci harga hingga 2025. Indonesia juga telah merevisi pungutan CPO, dari tarif progresif menjadi 7,5%, yang bisa mengurangi pungutan bagi emiten grup Triputra tersebut.

Selain itu, tidak ada belanja modal besar dan utang rendah, turut membuka potensi pembagian dividen tinggi TAPG. Namun perlu diantisipasi risiko negatif dari penurunan harga CPO, kenaikan harga pupuk, kenaikan tarif pungutan, serta kondisi cuaca yang buruk.

Rekomendasi : Buy

Target harga : Rp 1.285

Research Analyst Verdhana Sekuritas Nicholas Goei dalam riset 28 Oktober 2024

 

3. PT Sumber Tani Agung Resources Tbk (STAA)

STAA bersama DSNG menjadi salah satu unggulan di sektor sawit, mengingat potensi kenaikan harga CPO yang terus berlanjut yang didorong oleh momentum La Nina dan permintaan domestik yang kuat akibat B40.

STAA disukai karena berencana untuk menggandakan kapasitas Palm Kernel Crushing (PKC) menjadi 600 ton per hari dan memperluas ke pemrosesan midstream melalui kilang baru dan pabrik fraksinasi. Menariknya, kepemilikan institusional asing di STAA terus meningkat menjadi 0,4% per Oktober dibandingkan 0,1% pada Januari 2024.

Rekomendasi : Buy

Target Harga : Rp 1.000

Research Analyst MNC Sekuritas Raka Junico dalam riset 15 November 2024

 

 

4. PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG)

Laba bersih DSNG tumbuh melampaui estimasi yang mengimbangi penurunan volume penjualan. Pertumbuhan laba bersih DSNG didorong oleh kenaikan harga minyak sawit yang diperkirakan tetap tinggi ke depannya.

DNSG tetap menjadi pilihan utama di sektor minyak sawit karena memperhitungkan produktivitas yang unggul, biaya produksi yang lebih rendah, dan profil pendapatan yang terdiversifikasi, serta skor ESG yang lebih tinggi. 

Risiko negatif bagi DSNG diantaranya produksi dan harga cpo yang lebih rendah, kondisi cuaca yang buruk dan juga regulasi yang tidak mendukung industri.

Rekomendasi : Buy

Target Harga : Rp 1.300

Analis Indo Premier Sekuritas Ryan Dimitry dalam riset 30 Oktober 2024. 

 

Selanjutnya: Parlemen Uni Eropa Ingin Jerman Kirim Rudal Taurus ke Ukraina

Menarik Dibaca: Daftar Top Film Netflix Hari Ini (25/11) Dipenuhi Film Indonesia Terbaru

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×