Reporter: Bidara Pink, Rashif Usman | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kabinet baru yang akan menjalankan pemerintahan Presiden Terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump mulai terbentuk.
Di antara nama-nama yang telah diumumkan, Menteri Dalam Negeri, Doug Burgum dan Menteri Energi, Chris Wright cukup menarik perhatian. Sebab, keduanya memiliki komitmen kuat terhadap pemanfaatan energi fosil.
Doug Burgum sebelumnya menjabat sebagai Gubernur Dakota Utara, sebuah daerah yang memimpin revolusi serpih minyak. Negara Bagian tersebut juga merupakan produsen minyak mentah terbesar ketiga di AS, setelah Texas dan New Mexico.
Sementara itu, Chris Wright merupakan seorang pendiri Liberty Energy, sebuah perusahaan yang telah meningkatkan produksi bahan bakar fosil AS dalam beberapa tahun terakhir melalui ekstraksi minyak. Sebagai CEO perusahaan fosil, Wright dikenal skeptis terhadap urgensi transisi energi.
Kebijakan yang diambil oleh Amerika Serikat, terutama yang dipengaruhi oleh pemimpin seperti Trump sering kali berdampak pada kebijakan global, termasuk di Indonesia. Trump sendiri lebih condong pada kebijakan yang mendukung energi fosil dan tidak terlalu tertarik dengan transisi menuju energi baru terbarukan (EBT).
Baca Juga: Begini Rekomendasi Saham Summarecon Agung (SMRA) Usai Cetak Kinerja Positif
Community Lead Indo Premier Sekuritas (IPOT), Angga Septianus, menyatakan bahwa kabinet Trump yang mendukung energi fosil berpotensi meningkatkan harga komoditas global, yang pada akhirnya dapat menguntungkan Indonesia sebagai salah satu produsen utama komoditas dunia.
Namun, dampak dari sentimen ini akan bergantung pada seberapa besar permintaan terhadap energi fosil, khususnya minyak untuk mendukung proyek-proyek yang akan datang.
"Saham-saham yang dapat dilirik ialah saham komoditas seperti batu bara dan minyak," kata Angga kepada Kontan, Jumat (22/11).
Selain itu, sentimen geopolitik global yang memanas, terutama terkait ketegangan antara Rusia dan Ukraina turut memperkuat prospek harga komoditas.
"Jika harga komoditas underyling meningkat, maka emiten yang berkaitan juga akan tertopang," ujarnya.
Founder Stocknow.id Hendra Wardana menerangkan kabinet Donald Trump yang pro terhadap energi fosil, seperti minyak cenderung mendukung kebijakan yang memperkuat sektor minyak dan gas.
Fokus pada eksplorasi dan produksi energi fosil dapat meningkatkan permintaan global terhadap minyak, khususnya dari negara-negara berkembang yang membutuhkan energi murah untuk pembangunan.
Dampak ini berpotensi mendorong kenaikan harga minyak dunia, terutama jika didukung oleh kebijakan pengurangan hambatan eksplorasi minyak di AS.
"Bagi Indonesia, peningkatan harga minyak bisa menjadi katalis positif untuk emiten sektor energi yang berbasis minyak dan gas. Namun, dampak lainnya, seperti inflasi impor akibat kenaikan harga energi juga perlu diwaspadai karena dapat menekan daya beli domestik," terang Hendra kepada Kontan, Jumat (22/11).
Di pasar modal Indonesia, emiten yang berkaitan dengan sektor minyak seperti PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), PT Elnusa Tbk (ELSA) dan PT Petrosea Tbk (PTRO) berpotensi mendapatkan dampak positif dari kenaikan harga minyak.