Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bukit Asam Tbk (PTBA) cetak penurunan laba bersih saat pendapatan melonjak hingga kuartal III-2024. PTBA meraup pendapatan senilai Rp 30,65 triliun hingga September 2024 atau naik 10,53% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (Year on Year/YoY), yang kala itu sebesar Rp 27,73 triliun.
Meski top line naik, tapi bottom line PTBA menyusut. Emiten batubara plat merah ini meraih laba bersih senilai Rp 3,23 triliun hingga kuartal III-2024. Merosot 14,32% dibandingkan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk September 2023 senilai Rp 3,77 triliun.
Corporate Secretary Bukit Asam, Niko Chandra mengatakan PTBA mampu menjaga kinerja di tengah berbagai tantangan yang membayangi. Tantangan tersebut di antaranya adalah koreksi harga batubara dan fluktuasi pasar.
Dia menyoroti capaian PTBA yang mampu meraih laba bersih Rp 3,23 triliun dan EBITDA Rp 5,65 triliun, yang didorong oleh kenaikan pendapatan.
"Pencapaian tersebut tak lepas dari kinerja operasional Perseroan yang tumbuh positif pada triwulan III-2024," kata Niko dalam siaran tertulis yang disiarkan Rabu (30/10).
Baca Juga: Kontribusi Optimal Bukit Asam (PTBA) Berbuah Dua Penghargaan Subroto 2024
Niko mengungkapkan, PTBA memproduksi batubara sebanyak 32,97 juta ton sampai dengan September 2024 atau tumbuh sekitar 3% secara tahunan. Sementara realisasi angkutan dengan kereta api mencapai 26,42 juta ton atau meningkat 11% (YoY).
PTBA menjual sebanyak 31,28 juta ton sepanjang Januari - September 2024, atau meningkat sekitar 16% secara tahunan. Dari jumlah itu, volume ekspor batubara PTBA mencapai 14,29 juta ton atau melonjak 27,02% dari 11,25 juta ton pada periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, realisasi wajib pasok dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) PTBA tumbuh sekitar 8% (YoY) menjadi 16,98 juta ton.
"PTBA terus berupaya memaksimalkan potensi pasar di dalam negeri serta peluang ekspor untuk mempertahankan kinerja baik," imbuh Niko.
Secara harga, rata-rata indeks harga batubara ICI-3 terkoreksi sekitar 14% (YoY) dari US$ 86,32 per ton menjadi US$ 74,59 per ton. Sedangkan rata-rata indeks harga batubara Newcastle terkoreksi sekitar 28% (YoY) dari US$ 185,45 per ton menjadi US$ 133,89 per ton.
PTBA pun akan terus mengedepankan cost leadership di setiap lini perusahaan, sehingga penerapan efisiensi secara berkelanjutan dapat dilakukan secara optimal. Strategi ini tercermin dari penurunan cash cost per ton secara tahunan dari Rp 853.000 menjadi Rp 835.000.
Selain itu, PTBA mengharapkan agar pembentukan Mitra Instansi Pengelola (MIP) dapat segera terealisasi dan memberikan dampak positif bagi kinerja keuangannya. Di samping batubara, PTBA juga melanjutkan upaya diversifikasi bisnis ke bidang energi baru dan terbarukan.
Terbaru, pada 24 Oktober 2024 PTBA meluncurkan pabrik percontohan (pilot plant) wood pellet dari kaliandra merah di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Sebagai bahan bakar campuran batubara (cofiring) di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), yang merupakan kelanjutan dari program budidaya kaliandra merah untuk biomassa yang telah dimulai PTBA pada tahun 2023.
Saat ini kapasitas produksi yang mampu dihasilkan dari pilot plant sebanyak 200 kilogram per jam. Selain itu, PTBA bekerjasama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah memulai pilot project konversi batubara menjadi artificial graphite dan anode sheet untuk bahan baku baterai lithium-ion, yang sudah mencapai peluncuran perdana (soft launching) pada 15 Juli 2024.
Rekomendasi Saham
Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia, Axell Ebenhaezer melihat performa PTBA hingga kuartal III-2024 sesuai dengan ekspektasi. Secara operasional volume produksi dan penjualan batubara naik, namun perolehan laba turun seiring dengan koreksi rata-rata harga batubara, terutama indeks ICI-3.
"Outlook PTBA untuk sisa tahun ini cukup netral. Tapi ada potensi harga batubara akan naik sedikit karena diproyeksikan supply batubara menurun pada kuartal IV-2024," ujar Axell kepada Kontan.co.id, Rabu (30/10).
Analis Stocknow.id Dinda Resty Angira turut menyoroti penurunan rata-rata indeks harga batubara yang menekan margin profitabilitas PTBA. "Sehingga kenaikan volume produksi dan ekspor yang dicapai PTBA belum cukup kuat untuk mendongkrak laba bersih," kata Dinda.
Dinda menambahkan, tekanan biaya juga menjadi tantangan bagi PTBA. Meski telah menjalankan strategi efisiensi biaya, tapi penurunan cash cost per ton belum sepenuhnya mengimbangi dampak dari pelemahan harga komoditas.
Baca Juga: Harga Batubara Tertekan, Laba Bukit Asam (PTBA) Turun 14,3% jadi Rp 3,2 Triliun
Dus, pada sisa tahun ini PTBA perlu memperkuat strategi efisiensi dan cost leadership agar dapat lebih optimal menjaga margin di tengah fluktuasi harga komoditas yang masih mungkin terjadi. Dinda memperkirakan kinerja PTBA masih berpotensi tertekan dengan laba yang mungkin stagnan atau sedikit menurun, apabila tidak ada pemulihan signifikan pada harga batubara global.
"Strategi efisiensi yang lebih optimal dan peningkatan penjualan ekspor akan menjadi kunci untuk menjaga stabilitas di tengah tantangan kondisi pasar," imbuh Dinda.
Sebagai rekomendasi, Dinda menyarankan hold saham PTBA dengan mencermati support di area Rp 2.650 dan resistance di level psikologis Rp 3.000. Axell punya rekomendasi yang sama, hold PTBA. Dalam skenario koreksi, Axell mengingatkan ada potensi penurunan ke area Rp 2.600 - Rp 2.700.
Sementara itu, Equity Analyst Kanaka Hita Solvera William Wibowo menyarankan strategi buy on weaknes saham PTBA dengan memperhatikan support Rp 2.550 dan resistance di Rp 3.070. Pada perdagangan Rabu (30/10), harga PTBA merosot 0,35% ke level Rp 2.840 per saham.
Selanjutnya: Google Harus Bayar Denda Fantastis! 2 Undesilion Rubel pada Media Rusia
Menarik Dibaca: Harga Emas Antam Naik Rp 7.000 Hari Ini 31 Oktober 2024
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News