Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar batubara global saat ini diwarnai sentimen intervensi kebijakan Australia. New South Wales (NSW) akan meminta produsen batubara untuk mengalokasikan hingga 10% dari produksi mereka untuk konsumsi domestik, termasuk emiten yang berfokus pada ekspor.
Dalam risetnya, Jumat (20/1), Analis Samuel Sekuritas Indonesia Juan Harahap melihat, langkah ini sebagai upaya untuk memastikan ketahanan energi dalam negeri kanguru tersebut.
Namun, kebijakan ini berpotensi mengganggu pasokan pasar global, mengingat peran vital pasokan batubara Australia dalam memenuhi permintaan global. Catatan Juan, Australia adalah eksportir batubara terbesar ke-2 di dunia, menyumbang sekitar 27,6% pasokan batubara global pada tahun 2021.
Baca Juga: Tahun Lalu Perkasa, Saham Sektor Energi Loyo pada Awal Tahun
“Meskipun terjadi penurunan pasokan dari Australia, kami meyakini bahwa pasokan batubara dari China dan Indonesia dapat menutupi kekurangan tersebut,” kata Juan.
Dia memperkirakan pejabat pemerintah China akan memaksimalkan produksi batubaranya pada 2023, yang berarti akan ada penurunan lebih lanjut dalam aktivitas impor batubara China.
Untuk diketahui, China berhasil meningkatkan produksi batubaranya sebesar 9% secara tahunan atau year-on-year (YoY) pada tahun lalu, bahkan dengan penurunan yang cukup besar pada Desember 2022 menyusul lonjakan infeksi Covid-19.
Selain itu, pemerintah Indonesia juga berencana untuk meningkatkan produksi dalam negeri sebesar 4,7% secara yoy menjadi 694 juta ton. Target ini lebih tinggi dari target tahun 2022 yang sebesar 663 juta ton.
Baca Juga: Gunung Raja Paksi (GGRP) Dukung Rencana Hilirisasi Besi dan Baja
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Minerba One Data Indonesia (MODI) melaporkan bahwa ekspor batubara Indonesia turun menjadi 307 juta ton pada tahun 2022, salah satunya akibat larangan ekspor di Januari 2022. Pada tahun 2023, diperkirakan ekspor batubara Indonesia akan mencapai 460 juta ton alias naik 49.7% dari tahun lalu.
Juan memperkirakan intervensi ini akan menjadi katalis positif jangka pendek, karena perlu waktu bagi Indonesia dan China untuk meningkatkan pasokan batubara mereka.