Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Permata Tbk (BNLI) diproyeksikan akan dihadapkan pada posisi yang kurang menguntungkan. Hal ini dikarenakan sektor perbankan dinilai tengah menghadapi tahun yang kurang baik. Imbas dari ancaman perlambatan ekonomi global yang disebabkan persebaran virus corona.
Analis Mirae Asset Sekuritas Lee Young Jun dalam risetnya pada 4 Maret 2020 menyebut upaya Bank Indonesia (BI) yang memangkas giro wajib minimum (GWM) sebesar 50 bps dinilai kurang berdampak signifikan.
“Saya rasa langkah tersebut hanya memiliki imbas terbatas terhadap sektor perbankan. Pasalnya, kebijakan tersebut tidak menyasar ke inti permasalahan, bank juga tampaknya tidak akan lagi menambah pinjaman dengan likuiditas yang ketat saat ini,” tulis Lee dikutip Senin (9/3).
Baca Juga: Bangkok Bank masuk, akankah kinerja Bank Permata (BNLI) terdongkrak?
Setali tiga uang, analis OSO Sekuritas Sukarno Alatas melihat pemangkasan GWM seharusnya menjadi katalis positif bagi dunia perbankan. Hanya saja, hingga saat ini efeknya dinilai tidak signifikan dan belum terlihat imbasnya.
“Sehingga prospek Bank Permata untuk tahun ini sepertinya akan ada banyak tantangan. Mulai dari pelemahan ekonomi, penurunan harga minyak global akibat virus corona yang akan berdampak pada permintaan kredit akan turun,” terang Sukarno kepada Kontan.co.id.
Analis CGS CIMB Sekuritas Laurensius Teiseran juga tidak menampik kemungkinan tertekannya sektor perbankan imbas pelemahan dari sisi makro ekonomi Indonesia. Dengan adanya persebaran corona, Laurensius bilang, permintaan investasi dan konsumsi akan melemah dan menekan kinerja perbankan.=
“Bank Permata secara spesifik mungkin imbasnya akan lebih kecil dibanding beberapa bank lainnya. Beberapa tahun ini, Bank Pertama sudah memperbaiki kualitas aset, memperbaiki fee income, hingga mencatat kinerja yang bagus pada tahun lalu,” terang Laurensius.
Baca Juga: Tak ada rencana akuisisi lagi pasca caplok Bank Permata, simak strategi Bangkok Bank
Asal tahu saja, sepanjang 2019, Bank Permata berhasil mengantongi kenaikan laba bersih hingga 66,55% atau menjadi Rp 1,5 triliun. Dari segi marjin bunga bersih (NIM) Bank Permata juga berhasil membaik sebesar 28 bps secara year on year (yoy) menjadi 4,4% pada akhir 2019.
Tak hanya itu, perbaikan aset juga terlihat dari non performing loan (NPL) Bank Permata juga melandai dari 4,4% pada 2018 menjadi 2,8% tahun lalu. Biaya pencadangan kredit juga tercatat menurun sebanyak 32,5%, dari Rp 1,68 triliun pada 2018 menjadi Rp 1,14 triliun pada akhir tahun lalu.
“Jadi untuk prospek Bank Permata untuk bisa positif di tahun ini saya rasa susah. Prospeknya cenderung ke arah konservatif,” tambah Laurensius.
Namun, Laurensius menyebut salah satu faktor yang bisa membantu kinerja Bank Permata adalah kinerja bank digitalnya, yakni PermataMobile X. Melalui bank digitalnya, Bank Permata bisa meningkatkan fee income miliknya.
“Selain itu, digital related improvement ini bisa meningkatkan dana murah alias current account and saving account (CASA). Jadi ini sifatnya positif untuk cost of fund mereka yang bisa diturunkan sehingga NIM Bank Permata bisa semakin baik,” tutur Laurensius.
Baca Juga: Usai caplok Bank Permata, Bangkok Bank pastikan tak akuisisi bank lagi
Laurensius memproyeksikan laba bersih Bank Permata pada tahun ini akan naik 5-10%. Pasalnya pada tahun lalu kondisinya cukup high based sehingga ia melihat secara yoy laba bersih akan ada normalisasi.
Laurensius sendiri merekomendasikan untuk hold dengan target price Rp 1.100 per saham. Analis BCA Sekuritas Johanes Prasetia dalam risetnya juga menyarankan untuk hold dengan target harga Rp 1.100 per saham.
Sementara analis RHB Sekuritas Ghibran Al Imran dalam risetnya merekomendasikan neutral dengan target harga Rp 1.300 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News