Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan keringanan pajak badan memberi sentimen positif bagi kinerja PT Adaro Energy Tbk (ADRO) di tengah harga komoditas batubara yang berpotensi tertekan karena perang dagang AS dan China.
Perusahaan pertambangan jumbo, termasuk ADRO masuk dalam daftar generasi pertama Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang akan mendapatkan keringanan pajak.
Berdasarkan draf usulan yang diterima Kontan.co.id, di mana PKP2B generasi pertama itu hanya akan membayar pajak PPh badan sebesar 25% dari yang sebelumnya 45%. Penurunan PPh badan diikuti dengan kenaikan dana hasil produksi batubara (DHPB) dari 13,5% menjadi 15% dan tambahan pajak 10% dari laba bersih.
Dengan adanya kebijakan tersebut, Prasetya Gunadi, Analis BCA Sekuritas mengatakan ADRO bisa memanfaatkan keringanan pajak untuk mendukung kinerja perusahaan. "ADRO akan mendapat manfaat paling besar dari regulasi tersebut," kata Prasetya dalam riset 15 November 2018.
Menurut Prasetya, manfaat yang ADRO terima dari keringanan pajak tersebut dibagi dalam dua skenario. Pertama, jika rata-rata royalti yang ADRO berikan ke pemerintah sebesar 15% maka laba bersih setelah pajak diproyeksikan masih bisa melonjak 7,3% dibandingkan perkiraan proyeksi laba akhir tahun tahun sebelumnya.
Kedua, jika ADRO memberikan rata-rata royalti kepada pemerintah sebesar 13% maka diproyeksikan laba bersih setelah pajak mencapai 16,9%.
Sementara, Analis Samuel Sekuritas Indonesia Arandi Ariantara mengatakan selama peraturan keringanan pajak tambang masih dalam bentuk draf, maka Arandi belum bisa memberi penilaian pengaruh rencana kebijakan tersebut terhadap kinerja ADRO ke depan.
Namun, secara umum jika peraturan keringanan pajak badan sudah disepakati maka perusahaan bisa dengan leluasa merencanakan rencana produksi jangka panjang tambangnya.
Di sepanjang tahun ini, Arandi mengaku khawatir dengan kinerja sektor pertambangan karena isu perang dagang AS dan China masih menghantui harga komoditas emas hitam ini. Apalagi, produksi batubara di China tumbuh 3% dengan impor yang turun 4%. Dengan begitu, ada potensi permintaan impor batubara dari China menurun. "Makanya saya tidak optimis bagi perusahaan batubara di tahun ini," kata Arandi, Selasa (8/1).
Arandi memperkirakan target produksi batubara di ADRO akan flat di tahun ini atau sama dengan target produksi ADRO di tahun lalu yang sebesar 54 juta ton-56 juta ton. Begitupun pendapatan ADRO, Arandi proyeksikan flat dengan laba bersih berpotensi naik 11%.
Di sepanjang tahun ini, Sukisnawati Puspitasari Analis MNC Sekuritas dalam risetnya 6 November 2018 memaparkan, proyek pembangkit listrik ADRO dari PT Tanjung Power dan PT Bhimasena Power Indonesia bisa memberikan dampak positif bagi ADRO. Total 8 juta ton kebutuhan batubara dari dua proyek pembangkit listrik tersebut akan disediakan 100% dari ADRO sendiri. Sukisnawati memproyeksikan volume penjualan bisa capai 52 juta ton di akhir 2018 dan 55 juta ton di akhir 2019.
Berdasarkan laporan keuangan kuartal III-2018, ADRO catatkan penurunan laba bersih sebesar 16,04% menjadi US$ 312,7 juta dibandingkan kuartal III-2017 yang sebesar US$ 371,45 juta.
Prasetya masih merekomendasikan ADRO karena berhasil memnuhi DMO dan berpotensi mendapatakan pertumbuhan pendapatan dari proyek JV (Kestrel) serta penjualan batubara kokas. Prasetya merekomendasikan buy di target harga Rp 2.700 per saham.
Senada, Arandi merekomendasikan buy di target harga Rp 2.400 per saham. Kompak, Sukisnawati juga merekomendasikan buy di target harga Rp 2.300 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News