Reporter: Nur Qolbi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dua aset safe haven, yakni emas dan dolar Amerika Serikat (AS) mencatatkan kinerja yang beragam pada tahun ini. Per Agustus 2023, USD/IDR melemah 2,20% secara year to date (YtD) menjadi Rp 15.230 per dolar AS, dari Rp 15.573 pada akhir Desember 2022.
Indeks dolar yang mencerminkan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama dunia menguat 0,57% YtD ke 104,11.
Sementara itu, harga emas spot secara YtD meningkat 7,78% ke level US$ 1.965,9 per ons troi hingga akhir Agustus 2023. Pada pengujung Desember 2022, harga emas spot masih berada di US$ 1.824,02 per ons troi.
Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan, USD saat ini berkinerja baik karena investor tengah menghindari aset sensitif. Dibanding bulan Juli 2023, USD/IDR terkerek 0,99% pada Agustus 2023.
Baca Juga: Harga Emas Naik Didukung Pelemahan Dolar AS
Dalam jangka pendek, Sutopo memprediksi indeks dolar AS dapat naik ke level 109, dari level saat ini di sekitar 104. Kurs USD/IDR di akhir tahun 2023 berpeluang menuju level Rp 15.450 per dolar AS.
Analis Mata Uang dan Komoditas Lukman Leong juga memprediksi, dolar AS masih akan melanjutkan penguatan ke depannya. Hal ini seiring dengan sikap dan pernyataan yang hawkish dari para pejabat The Fed.
Setelah melewati Agustus 2023 tanpa pertemuan, pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) September 2023 ini sangat diantisipasi oleh investor.
"Dengan demikian, semua pair terhadap dolar AS maupun obligasi diperkirakan masih akan turun," kata Lukman saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (4/9).
Baca Juga: Harga Emas di Pegadaian, Siang Ini Senin 4 September 2023, Cek Daftarnya di Sini
Emas sekalipun diperkirakan masih akan range bound di bawah US$ 2.000, dengan potensi kembali turun ke level US$ 1.850-US$ 1.900. Menurut Lukman, yang menarik bagi investor adalah menunggu momen penurunan emas untuk masuk membeli emas ataupun pasangan mata uang lain yang melemah terhadap dolar AS.
Sementara itu, harga crude palm oil (CPO) diperkirakan masih akan didukung oleh fenomena El Nino, walaupun prospek pertumbuhan ekonomi di China masih tidak begitu jelas.
Sementara itu, Sutopo melihat, komoditas minyak mentah memberikan prospek untuk hit and run. "Keseimbangan antara pemangkasan produksi bullish untuk harga, tetapi tekanan harga datang dari outlook permintaan China yang menurun karena prospek ekonomi yang tidak pasti," tutur Sutopo.
Jadi, menurut dia, sektor energi kemungkinan besar relatif cukup stabil. Namun, kestabilan ini tidak berlaku dalam konteks investasi jangka panjang. Sutopo memprediksi, harga minyak mentah dapat mencapai US$ 94,65 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News