Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Timah Tbk (TINS) terus menggenjot proyek smelter berteknologi TSL (Top Submerged Lance) Ausmelt Furnace. Perusahaan pelat merah ini pun menargetkan proyek smelter ini kelar pada November 2022 dan dapat berkontribusi efektif mulai tahun depan.
"Tahun ini target kami smelter mulai beroperasi. Memang target kami rampung awal tahun, namun ada kemunduran karena Covid-19," ungkap Abdullah Umar, Sekretaris Perusahaan TINS saat Paparan Publik Virtual, Rabu (14/9).
Umar memaparkan bahwa pengerjaan proyek smelter tersebut sudah mencapai pembangunan final. Proyek smelter yang sudah dimulai sejak tahun 2019 ini secara rerata pembangunan progresnya sudah sekitar 97,33%.
Adanya smelter ini diungkapkan TINS mampu mengolah atau meleburkan konsentrat biji timah dengan kadar 40% (low grade). Proses peleburan yang lebih cepat dari smelter baru ini memperlihatkan efisiensi 25%-34% dibandingkan smelter eksisting.
Baca Juga: Harga Timah Mulai Melemah, Simak Rekomendasi Saham PT Timah (TINS)
Selain lebih efisien, lanjut Umar, timah yang dihasilkan dari smelter ini menunjukkan kadar yang lebih rendah dibandingkan timah aluvial yang ada saat ini. Hal ini menjadi salah satu upaya TINS untuk memperkuat eksplorasi di tambang primer.
TINS sendiri telah merogoh kocek sebesar US$ 80 Juta atau setara Rp 1,20 triliun untuk investasi pembangunan smelter Ausmelt Furnace. Proyek yang berlokasi di Muntok, Bangka Barat ini memiliki kapasitas 40.000 ton crude tin per tahun.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Keuangan dan Manajemen Resiko TINS Fina Eliani mengatakan, efisiensi dari smelter baru ini bakal menambah laba ataupun profitabilitas perseroan di tahun berikutnya.
Fina tidak menampik bahwa TINS juga menghadapi tantangan harga jual logam timah. Karena itu, strategi TINS adalah melakukan hedging untuk penjualan yang sifatnya long term contract.
Sementara dari sisi operasional, TINS bakal melakukan efisiensi di seluruh lini usaha pada semester kedua tahun ini.
"Efisiensi akan kami tekankan, sehingga cash flow akan turun yang diproyeksikan mengikuti harga jual logam. Volatilitas harga merupakan resiko yang dihadapi perusahaan tambang seperti Timah," imbuh Fina.
Dari kinerja operasional, produksi bijih timah TINS cukup tertekan. Di semester I-2022, produksi bijih timah TINS tercatat sebesar 9.901 metrik ton (Mton) atau turun 14% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 11.457 Mton.
Produksi logam timah di periode ini juga turun sebesar 26% menjadi 8.805 Mton dari periode enam bulan pertama 2021 sebesar 11.915 Mton. Untuk penjualan logam timah tercatat sebesar 9.942 Mton atau turun sebesar 21% dibandingkan periode enam bulan pertama 2021 sebesar 12.523 Mton.
Kendati demikian, selama semester I-2022 TINS masih mampu menjaga kinerja keuangannya. Hal ini lantaran adanya faktor kenaikan harga jual rata-rata logam timah sebesar 48% menjadi US$ 41.11 per metrik ton.
Pendapatan TINS terpantau naik 27% menjadi Rp 7,47 triliun di paruh pertama tahun ini. Dengan perolehan laba bersih sebesar Rp 1,08 triliun, melesat 301% dari capaian periode yang sama tahun sebelumnya Rp 270 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News