Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) masih menggembok saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA). Saham GIAA sudah disuspensi selama lebih dari satu tahun.
Saham ini telah disuspensi dari 18 Juni 2021 silam berkaitan dengan penundaan pembayaran kupon sukuk, selanjutnya batas maksimal suspensi saham GIAA pada 18 Juni 2023 mendatang. Berdasarkan RTI, kepemilikan masyarakat atas saham GIAA sebanyak 2,89 miliar saham atau setara 11%.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menjelaskan, sekarang ini BEI sedang melakukan penelaahan terhadap keterbukaan informasi GIAA termasuk salinan perjanjian perdamaian final yang akan disampaikan oleh emiten BUMN tersebut.
Baca Juga: Emiten BUMN Berburu Dana Right Issue Agar Kinerja Membaik
"Terkait pembukaan suspensi GIAA, maka BEI akan melakukan pembukaan suspensi saham GIAA apabila penyebab dilakukannya suspensi telah dipenuhi seluruhnya oleh Perseroan yaitu penjelasan terhadap restrukturisasi utang Garuda, termasuk sukuk," ujar Nyoman, Senin (11/7). Selain itu, BEI juga mempertimbangkan Garuda Indonesia untuk melaksanakan paparan publik insidentil.
Sebelumnya, GIAA berhasil merampungkan proses hukum penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Pengadilan Niaga Jakarta Pusat resmi mengesahkan kesepakatan damai (homologasi) antara Garuda Indonesia dengan para krediturnya pada Senin (27/6) silam.
Dalam keterangan tertulisnya beberapa waktu lalu, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengungkapkan, disahkannya rencana perdamaian ini tentunya menjadi refleksi tersendiri atas optimisme seluruh stakeholders khususnya kreditur terhadap kiprah kinerja Garuda Indonesia di masa yang akan datang.
Baca Juga: Garuda Indonesia (GIAA) Rights Issue Jumbo, Pemerintah Siap Suntik Rp 7,5 Triliun
Menurut Irfan, momentum ini yang terus dioptimalkan untuk terus memacu pertumbuhan kinerja usaha yang positif, khususnya melalui fokus akselerasi basis kinerja operasional, penyelarasan cost structure perusahaan yang semakin solid terhadap tantangan kinerja ke depannya.
Dapat dilihat dari performa profitabilitas sudah mulai diperoleh Garuda setelah melakukan efisiensi biaya-biaya, terutama lease cost yang disepakati dalam fase restrukturisasi ini.
Dengan kesepakatan lease cost yang berhasil diperoleh secara bertahap dalam tahapan negosiasi bersama lessor, Irfan bilang pada bulan Mei 2022 lalu Garuda sudah mulai membukukan profitabilitas walaupun belum kembali ke level sebelum pandemi.
Selain itu, GIAA akan mendapatkan penyertaan modal negara (PMN) lewat skema pemberian hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue. Dalam keterbukaan informasi dijabarkan pemerintah akan melaksanakan rights issue miliknya dan menyetorkan modal baru di Garuda Indonesia sebesar Rp 7,5 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News