Reporter: Yuwono Triatmodjo | Editor: Imanuel Alexander
Sejumlah analis berniat merevisi rekomendasi mereka terhadap saham PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP). Kinerja yang memburuk dan utang berbunga tinggi menjadi alasannya. Masih layakkah saham ini sebagai tempat berinvestasi?
Sepanjang tahun ini, harga saham PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP) cenderung turun. Hingga Kamis (25/10), harga saham UNSP telah terpangkas 56,84% menjadi Rp 123 per saham. Kinerja keuangan perusahaan yang memburuk serta sentimen negatif yang melingkupi kelompok usaha Keluarga Bakrie memicu pelemahan harga saham ini.
Padahal, menurut riset yang dirilis Kim Eng Securities, berdasarkan konsensus pasar, UNSP diperdagangkan dengan rasio harga terhadap laba bersih (PER) 4,3 kali. Sementara, PER sektor industri perkebunan sudah mencapai 14 kali. Itu berarti, saham ini sebenarnya terbilang murah. Sayang, Kim Eng pun tidak memberikan rekomendasi atas saham ini.
Sementara itu, analis Bahana Securities Giovanni Aristo tengah mengkalkulasi ulang target harga saham ini. Bahkan, ia telah mengubah rekomendasinya menjadi jual alias sell. “Semula saya merekomendasikan hold dengan target Rp 160 per saham,” jelasnya.
Memang, kinerja Bakrie Sumatera tengah terpuruk. Selama enam bulan pertama 2012, penjualannya cuma Rp 1,83 triliun, turun 20,6% dibandingkan dengan posisi Juni 2011. Lebih parah lagi, laba bersihnya longsor 99,13% menjadi Rp 3,54 miliar, dari Rp 408,10 miliar.
Selain kinerja yang memburuk, Giovanni mengeluhkan sulitnya mendapat informasi yang gamblang dari perusahaan ini, misalnya tentang data produksi perusahaan. Tak cuma Giovanni, analis lain pun mengeluhkan hal serupa. Akibatnya, analis yang enggan disebut namanya ini berniat tak lagi mencermati saham Bakrie Sumatera.
Sayang, Direktur Utama Bakrie Sumatera Bambang Arya Wisena mengaku dirinya tengah sakit dan belum bisa menang-gapi hal tersebut. Para analis juga mencemaskan kebiasaan emiten ini dalam berutang. Betapa tidak, UNSP berani mengambil utang dollar AS dengan bunga hingga 25%.
Begini ceritanya. Hanya berselang satu hari sebelum utang anak usahanya jatuh tempo, Bakrie Sumatera berhasil meraih utang baru. Tepatnya Rabu, 11 Juli 2012, Bakrie Sumatera melalui anak usahanya, yakni Al Finance B.V., Agri Resources B.V., dan PT Nibung Arthamulia, mengikat ikrar perjanjian utang dengan NDB Agent Limited sebagai fasilitator. Bank CIMB Niaga dan Bank of New York Mellon cabang London juga ikut meneken perjanjian kredit. Mereka ini bertindak selaku wali amanat kreditur dalam dan luar negeri.
Perjanjian kredit senilai total US$ 199,60 juta itu terbagi dalam tiga bagian. Bagian pertama sejumlah US$ 174,60 juta diteken Al Finance dan Agri Resources dengan tenor 18 bulan dan bunga 12% per tahun.
Dalam laporan keuangan Juni 2012 disebutkan, Al Finance akan memakai utang itu untuk melunasi obligasi dan bunganya yang tertunggak saat jatuh tempo 12 Juli 2012 senilai total US$ 158,16 juta. Obligasi yang terbit 26 Juni 2007 ini senilai US$ 150 juta berbunga 10,875%. Dananya dipinjamkan kepada Agri Resources untuk pengembangan usaha dan modal kerja.
Selanjutnya, perjanjian kredit kedua kepada NDB Agent Limited juga diteken oleh Al Finance dan Agri Resources. Keduanya meminjam US$ 15 juta dengan jangka waktu maksimal 18 bulan. Utang ini berbunga 25%.
Utang tersebut mereka gunakan untuk membayar pembelian kembali saham Agri International dari Jefferies Singapore Ltd. Selain itu, mereka memakainya untuk membayar kewajiban Eramitra Agrolestari dan Jambi Agrowijaya kepada Grup Spinnaker senilai US$ 12,33 juta. Utang berbunga 10,5% per tahun kepada Spinnaker itu akan jatuh tempo Januari 2013.
Dan, bagian ketiga, perjanjian kredit dengan NDB diteken oleh Nibung Arthamulia senilai US$ 10 juta. Jangka waktu kredit maksimal 18 bulan dengan bunga 25%. Dana ini sedianya akan digunakan untuk melunasi utang Domas Agrointi Perkasa ke Bank Mandiri yang masih US$ 10,24 juta. Domas Agrointi adalah anak usaha UNSP yang bergerak di bidang industri pengolahan olein di Sumatra Selatan. Sayang, pabrik berkapasitas 1.500 ton per hari itu belum juga beroperasi.
Utang Domas Agrointi sebenarnya sudah direstrukturisasi pada 2010 . Hasil restrukturisasi dengan Bank Mandiri menyepakati jatuh tempo diperpanjang hingga 21 April 2015 dengan bunga sekitar 8% per tahun.
Seret likuiditas
Giovanni menilai, Bakrie Sumatera terpaksa mengambil utang baru yang berbunga tinggi akibat peringkat perusahaan yang turun. Mau tak mau, utang baru tersebut berbunga tinggi. Faktor ini diperparah sentimen negatif yang melingkupi grup usaha Bakrie belakangan ini.
Sekadar mengingatkan, Juni silam, lembaga pemeringkat utang internasional Standard and Poor’s (S&P) sempat menggunting peringkat utang jangka panjang Bakrie Sumatera dari CCC+ menjadi CC. Ketidakjelasan pembayaran obligasi yang diterbitkan oleh anak usaha Bakrie Sumatera, Al Finance, menjadi pemicu keputusan ini.
S&P pun mengancam akan menurunkan lagi rating UNSP ke posisi D. “Karena peringkatnya jelek, bunga yang diminta kreditur pun jadi mahal. Ini wajar karena risiko gagal bayarnya semakin besar,” ujar Giovanni.
Begitu bisa membayar utang jatuh tempo tadi, awal Oktober lalu, S&P memulihkan peringkat utang jangka panjang UNSP ke CCC dengan prospek stabil.
Sejatinya, dengan total utang Rp 6,30 triliun, rasio utang terhadap ekuitas (DER) UNSP baru sebesar 0,7 kali. Angka ini masih lebih kecil dibandingkan dengan PT Gozco Plantations Tbk (GZCO) yang memiliki DER 0,9 kali, PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) 1,7 kali, dan PT BW Plantations Tbk (BWPT) yang sekitar 1,5 kali.
Sayang, kondisi likuiditas Bakrie Sumatera tak bisa dibilang bagus. Posisi kas dan setara kas mereka hanya Rp 133,62 miliar. Sementara utang yang jatuh tempo satu tahun ke depan mencapai Rp 229,58 miliar.
Saat ini, data Bloomberg menyebut, konsensus target harga UNSP hingga 12 bulan ke depan Rp 225 per saham. Masih tertarik memegang saham ini?
***Sumber : KONTAN MINGGUAN 05 - XVII, 2012 Saham
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News