kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45939,14   -24,59   -2.55%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sentimen negatif masih dominan, begini arah rupiah untuk jangka menengah dan panjang


Kamis, 16 Mei 2019 / 18:37 WIB
Sentimen negatif masih dominan, begini arah rupiah untuk jangka menengah dan panjang


Reporter: Dimas Andi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tekanan yang melanda rupiah kemungkinan masih akan berlanjut hingga akhir semester I-2019. Pasalnya, belum ada tanda-tanda yang pasti bahwa sentimen negatif yang telah terjadi belakangan ini akan berakhir.

Ekonom Bank Central Asia David Sumual mengatakan, kondisi eksternal masih belum kondusif akibat panasnya perang dagang antara AS dan China. Para pelaku pasar sejatinya masih menanti upaya konkret dari AS dan China untuk kembali melakukan negosiasi secara intensif setelah sebelumnya kedua belah pihak saling berbalas kebijakan tarif impor.

Di samping itu, masih adanya potensi gejolak geopolitik di Timur Tengah berpotensi kembali mendongkrak harga minyak dunia. Kenaikan harga minyak tentu bisa menjadi membebani neraca dagang Indonesia yang pada akhirnya berdampak negatif bagi rupiah.

Sekadar catatan, neraca dagang Indonesia kembali defisit US$ 2,5 miliar di bulan April lalu. “Dampak kenaikan harga minyak dunia akan sangat terasa bagi rupiah apalagi di bulan Juni nanti konsumsi meningkat seiring momen lebaran,” ungkap David.

Tak hanya itu, efek musiman seperti pembayaran dividen hingga utang pemerintah ataupun korporasi juga masih akan mempengaruhi rupiah di sisa semester I-2019.

Menurut David, jika berkaca pada sentimen yang ada, rupiah bisa bergerak di kisaran Rp 14.400—Rp 14.600 per dollar AS pada akhir semester I-2019.

Di semester II-2019, kunci pergerakan rupiah masih berasal dari isu perang dagang. David menilai, semestinya tensi perang dagang semakin memudar dalam beberapa bulan mendatang.

Pasalnya, Trump dipercaya tidak akan membiarkan perang dagang dengan China terus berlarut karena akan mempengaruhi elektabilitasnya pada Pemilu AS tahun 2020 mendatang. “Harusnya di kuartal ketiga sudah ada penyelesaian yang pasti untuk perang dagang AS—China,” terang dia.

Lebih lanjut, jika perang dagang benar-benar usai, bukan mustahil The Federal Reserves akhirnya menurunkan suku bunga acuan AS sebelum tahun 2019 berakhir. Hal ini tentu akan menjadi katalis bagi pergerakan rupiah secara jangka panjang.

Terlepas dari itu, kalaupun rupiah berbalik menguat, David memperkirakan mata uang garuda masih akan bertahan di area Rp 14.000 per dollar di akhir tahun nanti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet Using Psychology-Based Sales Tactic to Increase Omzet

[X]
×