Reporter: Yuliani Maimuntarsih | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kurs rupiah belum keluar dari tekanan. Di pasar spot Rabu (15/10), rupiah versus dollar Amerika Serikat (AS) melemah 0,17% dari hari sebelumnya menjadi Rp 12.227. Sedangkan kurs tengah Bank Indonesia (BI) memperlihatkan rupiah terdepresiasi 0,28% menjadi Rp 12.229.
Zulfirman Basir, Senior Research and Analyst PT Monex Investindo Futures, bilang, penguatan dollar AS masih membebani rupiah. "Dollar AS menguat setelah kemarin sentimen bisnis Jerman dan produksi industri Zona Euro menegaskan ancaman resesi di kawasan ini," kata Zulfirman.
German ZEW Economic Sentiment bulan September di angka -3,6, lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya 6,9. Meski demikian, data pelambatan inflasi Tiongkok menimbulkan harapan adanya pelonggaran moneter dari Bank Sentral China demi menjaga momentum pertumbuhan ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut.
"Ini dapat memberikan sentimen positif bagi rupiah, mengingat China merupakan mitra dagang utama Indonesia," kata Zulfirman.
David Sumual, Ekonom Bank Central Asia (BCA), menilai, pelemahan rupiah terjadi karena Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas target pertumbuhan ekonomi global pada tahun depan menjadi 3,8%, dari proyeksi sebelumnya sebesar 4%. Ditambah Eropa yang akan menggelontorkan stimulus, pasar lebih memilih dollar AS sebagai safe haven.
Dari domestik, investor masih melihat adanya risiko politik Indonesia. Sebetulnya hal yang wajar ketika DPR menjadi "lawan" pemerintah dalam sebuah sistem demokrasi seperti di Indonesia. Tapi menurut Zulfirman, investor khawatir presiden baru bisa terhambat dalam menjalankan berbagai program kerja.
Hari ini David memprediksi, rupiah tidak akan bergerak banyak, yakni di level Rp 12.190-Rp 12.230. Sedangkan Zulfirman memprediksikan rupiah bergerak di antara Rp 12.170-Rp 12.250 per dollar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News