kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.160   40,00   0,25%
  • IDX 7.057   73,30   1,05%
  • KOMPAS100 1.054   14,06   1,35%
  • LQ45 829   12,02   1,47%
  • ISSI 214   1,30   0,61%
  • IDX30 423   6,54   1,57%
  • IDXHIDIV20 509   7,28   1,45%
  • IDX80 120   1,60   1,35%
  • IDXV30 125   0,51   0,41%
  • IDXQ30 141   1,89   1,36%

Sempat ada penarikan besar-besaran, begini perjalanan industri reksadana


Rabu, 29 September 2021 / 08:40 WIB
Sempat ada penarikan besar-besaran, begini perjalanan industri reksadana


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri reksadana dari tahun ke tahun terus mencetak pertumbuhan jumlah investor. Periode industri reksadana berkembang pesat terjadi di sekitar 2004. 

Head of Investment Research Infovesta Wawan Hendrayana mengatakan saat itu total dana kelolaan industri reksadana berada di Rp 100 triliun. Reksadana pendapatan tetap yang menjadi penggerak perkembangan jumlah investor reksadana saat itu. 

Namun di 2005 pergerakan pasar obligasi terkoreksi cukup dalam karena terjadi kenaikan suku bunga akibat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menaikkan harga bahan bakar sebanyak dua kali. Akibatnya banyak investor yang mencairkan reksadana pendapatan tetap mereka dan kinerja secara rata-rata anjlok. 

"Terjadi rush dana kelolaan yang tadinya Rp 100 triliun turun menjadi Rp 30 triliun," kata Wawan. 

Baca Juga: Jumlah investor pasar modal meningkat pesat selama periode Januari-Agustus 2021

Dari kejadian tersebut, pemerintah mengatur bahwa dalam menjual reksadana investor perlu diberitahu mengenai risikonya. Selain itu, mulai muncul produk reksadana yang lebih minim risiko dan dinilai tidak membuat nasabah panik penurunan kinerja, yaitu reksadana terproteksi. Penyebabnya saat itu reksadana pendapatan tetap sempat turun 10% dalam waktu singkat.

"Di 2005 reksadana terproteksi cukup populer," kata Wawan. Selanjutnya, di 2006 ekonomi dalam negeri sedang positif dan membuat reksadana saham dalam setahun penuh berkinerja naik 40%-50%. 

Di tahun 2008 terjadi krisis subprime mortage yang membuat bursa saham anjlok 50% dalam satu tahun. Alhasil reksadana saham banyak yang rugi. Tapi, dalam dua tahun pasar saham kembali pulih disokong kenaikan harga batubara. 

Ekonomi kembali melambat dan kinerja reksadana cenderung menurun saat harga batubara kembali melemah di tahun 2014-2015. Hingga 2020 kinerja reksadana saham cenderung stagnan hingga masuk masa pandemi. 

Baca Juga: Antisipasi Potensi Fluktuasi Pasar, Strategi Portofolio Durasi Pendek Menjadi Pilihan

Meski begitu, jumlah investor reksadana terus melonjak seiring dengan kemajuan teknologi dan munculnya agen penjual reksadana online. 

Wawan memproyeksikan di tahun yang akan datang, jumlah investor akan semakin meningkat dan masuk ke reksadana pasar uang seperti di Tiongkok. "Masyarakat akan mulai terbiasa menaruh dana nganggur di reksadana pasar uang yang menyediakan fasilitas redemption yang cepat," kata Wawan. 

Sementara itu daya tarik reksadana terproteksi saat ini sudah mulai pudar seiring pajak obligasi sama-sama berada di 15%. Wawan memproyeksikan kinerja reksadana saham ke depan masih belum pasti selama pandemi belum berakhir dan ada risiko munculnya varian baru. Sementara, pasar obligasi di tahun ini masih bisa tumbuh 6%. 

Baca Juga: Terpoles prospek permintaan nikel, simak rekomendasi saham Aneka Tambang (ANTM)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×