Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat transaksi perdagangan reksadana exchange traded fund (ETF) di pasar sekunder menurun dalam tiga bulan terakhir di 2021.
Berdasarkan data BEI per Desember 2021, volume transaksi reksadana ETF mencapai 5.144 unit dengan nilai Rp 2,35 miliar. Angka ini menurun bila dibandingkan periode November dengan volume mencapai 8.031 unit dengan nilai Rp 3,65 miliar. Angka di November juga lebih rendah dari periode Oktober dengan volume di 12.172 unit dan nilai Rp 5,15 miliar.
Sekretaris Perusahaan PT Ashmore Asset Management Indonesia Tbk (AMOR) Lydia Jessica Toisuta mengatakan penurunan minat terhadap ETF sejalan dengan pergerakan dari mayoritas aset dasar atau underlying ETF, yakni saham-saham dengan kapitalisasi besar.
Baca Juga: Harga Aset Kripto Ambles Terimbas Nada Hawkish The Fed
Sepanjang tahun 2021 indeks LQ45 yang menjadi acuan bagi saham-saham berkapitalisasi besar dan menjadi underlying mayoritas reksadana ETF turun 0,37%. Berbanding dengan IHSG yang mencatat kenaikan 10,08%. "Memperhatikan perbandingan ini, dapat disimpulkan investor lebih memilih pengelolaan aktif pada reksadana saham, ataupun berinvestasi langsung pada pasar saham," kata Lydia.
Selain itu, pada masa pandemi, akselerasi pertumbuhan saham-saham berbasis teknologi dan ekonomi baru relatif sangat cepat dan menjadi sasaran utama investor. Sementara, sektor tersebut umumnya tidak dimiliki oleh reksadana ETF karena alasan likuiditas dan belum menjadi konstituen dari indeks saham utama seperti LQ45, IDX30 ataupun IDX80.
Dengan mulai pulihnya ekonomi, sektor konvensional seperti perbankan, ritel, konsumer dan infrastruktur juga bergerak pulih dan berdampak positif pada kinerja saham-saham berkapitalisasi besar.
Baca Juga: Ini Manajer Investasi dengan Dana Kelolaan Terbesar pada Tahun 2021
Pemulihan ekonomi tersebut bisa dilihat dari kenaikan inflasi yang memulihkan daya beli serta kebijakan fiskal pemerintah yang dapat kembali fokus pada reformasi dan pemulihan ekonomi. Sentimen ini akhirnya juga dapat memberikan energi bagi pergerakan saham-saham blue chip yang menjadi mayoritas underlying ETF.
Cakupan vaksinasi yang semakin luas juga memberikan keleluasaan bagi pemerintah untuk melonggarkan mobilitas masyarakat dan memberikan dampak positif bagi roda ekonomi. Hal lain yang harus diperhatikan adalah dimulainya siklus kenaikan suku bunga, akan mendorong diversifikasi dan peralihan dari investor yang semula menitikberatkan pada obligasi menuju pasar saham, untuk mengoptimalkan kinerja portfolio.
Ke depan, Lydia memproyeksikan ETF dapat berkembang lebih baik lagi. Tentunya, minat investor akan menyesuaikan dengan siklus ekonomi yang dihadapi. Dengan terus bertumbuhnya jumlah dan varian dari indeks acuan yang ada di Indonesia, Lydia percaya pasar ETF dapat terus berkembang. " ETF dapat menjadi instrumen diversifikasi dari investor-investor institusi dan retail, ETF juga memiliki karakteristik unik serta pengenaan biaya yang relatif rendah," kata Lydia.
Baca Juga: Reksadana Pendapatan Tetap Jadi Kinerja Terbaik di Pekan Lalu, Ini Penyebabnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News