kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sejumlah emiten properti kaji terbitkan DIRE


Selasa, 03 November 2015 / 21:25 WIB
Sejumlah emiten properti kaji terbitkan DIRE


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Penghapusan pajak ganda pada kontrak investasi kolektif dana investasi real estate (DIRE) atau real estate investment trust (REIT) disambut sejumlah emiten properti. Beberapa pengembang berniat menerbitkan DIRE, namun masih menunggu aturan pemerintah terkait penghapusan pajak tersebut.

Teranyar, PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) sedang mempertimbangkan untuk membatalkan rencana penawaran saham perdana (Initial Public Offering/ IPO) anak usahanya PT Summarecon Invesment Property (SIP) setelah pajak berganda DIRE dihapuskan. Dengan penghapusan ini, perseroan mulai mengkaji kemungkinan mencari pendanaan lewat DIRE.

"Saat ini SMRA masih terus mempelajari alternatif-alternatifnya sambil menunggu keluarnya aturan resmi dari pemerintah," kata Adrianto Adhi, direktur Utama SMRA pada KONTAN, Selasa (3/11).

Semula, SIP berencana IPO akhir tahun ini atau awal tahun 2016 dengan melepas 20% saham ke publik. Perusahaan ini telah menunjuk Deutsche Bank, CLSA dan Mandiri Securitas sebagai penjamin emisi untuk perhelatan ini dan membidik dana sebesar US$ 200 juta yang akan digunakan untuk mendukung ekspansi pembangunan properti.

Sementara, PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) berencana memindahkan dua portofolio DIRE perseroan senilai Rp 35 triliun dari Singapura ke Indonesia tahun depan. " Pemindahan akan dilakukan secara bertahap mulai tahun 2016," kata Chief Executive Officer (CEO) Lippo Group James Riady baru-baru ini.

LPKR telah menerbitkan DIRE sejak tahun 2006 di bursa Singapura. Perseroan memilih negara tersesebut karena memiliki struktur DIRE yang bagus dan pasaranya lebih likuid. Sementara kala itu di Indonesia belum ada payung hukum yang lengkap untuk menerbitkan DIRE dan investor domestik belum familiar dengan instrumen investasi tersebut.

DIRE pertama yang diterbitkan perseroan adalah First Reit dan pada tahun 2007 perseroan kemudian menerbitkan Lippo Malls Indonesia Retail (LMIR) Trust. Per Juni 2015, aset yang dikelola First Reit mencapai SG$ 1,17 miliar, sedangkan aset kelolaan LMIR Trust mencapai SG$ 1,84 miliar per Desember 2014.

Meskipun penghapusan pajak ganda tersebut dinilai James cukup terlambat, namun dirinya tetap menyambut baik kebijakan pemerintah tersebut. Dia optimis kebijakan itu akan mendorong pertumbuhan pasar DIRE di Indonesia.

Selain itu, tiga emiten lain yang juga memiliki pendapatan berulang atau recurring income yang juga tengah menunggu aturan tentang DIRE ini adalah PT Intiland Development Tbk (DILD), PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) dan PT Pakuwon Jati Tbk (PWON).

Ketiganya menyambut baik penghapusan pajak berganda DIRE karena akan menjadi salah satu alternatif pendanaan bagi emiten properti. Hanya saja, mereka masih menunggu aturan lebih lanjut dari Otoritas Jasa Keuangan dan juga Kementerian Keuangan mengenai detail kebijakan tersebut untuk memutuskan apakah akan memutuskan untuk menerbitkan DIRE.

Rizky Hidayat, analis Mandiri Sekuritas menilai dampak penghapusan pajak berganda DIRE berdampak positif terhadap sektor properti. " Ini terbukti dari kenaikan saham-saham properti paska pengumuman paket kebijakan tersebut," katanya.

Namun, efek positif tersebut sudah tercover dalam kenaikan saham-saham paska pengumuman penghapusan pajak berganda tersebut. Sentimen selanjutnya akan tergantung pada aturan detail yang dikeluarkan OJK dan Kementerian Keuangan tentang DIRE tersebut.

Rizky melihat akan banyak emiten yang akan tertarik untuk menerbitkan DIRE jika aturan detailnya cukup ramah bagi mereka. Menurutnya, emiten-emiten yang tepat untuk menerbitkan intrumen invetasi adalah pengembang yang memiliki banyak proyek recurring income PWON, LPKR, CTRA, SMRA dan APLN.

Kendati demikian, tantangan penerbitan DIRE masih besar. Pertama, pengembang tentu membutuhkan waktu yang mengkaji aturan terkait dan menetapkan aset yang akan dijadikan sebagai aset dasar. "Di sisi lain, pasar DIRE di Indonesia juga masih sangat kecil sehingga masih waktu untuk mengedukasi investor retail," jelas Rizky.

Sementara menurut , Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri, butuh waktu dua sampai tiga tahun lagi agar DIRE bisa efektif di Indonesia karena butuh waktu bagi otoritas terkait untuk mengedukasi masyarakat tentang instrumen investasi tersebut.

Selain itu, lanjut Hans, pengembang juga tidak akan mau menerbitkan DIRE di tengah kondisi ekonomi yang belum membaik. Pasalnya, tujuan menerbitkan DIRE adalah mencari pendanaan untuk ekspansi proyek-proyek selanjutnya. "Kalau ekonomi melambat, emiten tentu tidak akan mau ekspansi," ujar Hans.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×