Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten telah mengumumkan kinerja keuangan yang berakhir pada Desember 2022. Hasilnya, beberapa emiten memiliki debt to equity ratio (DER) atau rasio utang terhadap ekuitas yang tinggi. Meski begitu, analis menilai investor tidak perlu terburu-buru menghindari saham-saham emiten dengan DER tinggi.
CEO Edvisor.id Praska Putrantyo mengatakan bahwa berdasarkan laporan keuangan Desember 2022, sejumlah emiten memiliki DER yang tinggi. "Emiten dari sektor barang konsumen non primer, barang konsumen primer, barang baku, energi, infrastruktur, dan perindustrian cenderung memiliki rasio DER yang relatif tinggi di atas 3 kali," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (20/3).
Berdasarkan datanya, Praska menjabarkan beberapa saham yang memiliki DER tinggi, antara lain OKAS dengan DER 12,80 kali; CLAY 80,82 kali; LPPF 8,91 kali; PSDN 30,19 kali; MPPA 21,79 kali; BOSS 44,91 kali, CENT 29,79 kali, dan SDMU 354,38 kali.
Meski memiliki tingkat DER yang tinggi, Praska berpandangan investor tetap dapat memegang saham-saham tersebut. Namun, dengan catatan selama kinerja profitabilitasnya masih bertumbuh dalam jangka panjang, kemampuan cash flow masih kuat, dan prospek bisnisnya masih bertahan untuk jangka panjang.
"Terlebih lagi jika masih punya valuasi murah," kata Praska.
Baca Juga: Rapat FOMC Pekan Ini, IHSG Diperkirakan Fluktuatif
Research & Consulting Manager PT Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro menambahkan, emiten yang besar juga tercatat memiliki rasio utang terhadap ekuitas yang cukup besar. Antara lain, UNVR, PDES, ADHI, PTPP, dan ISAT.
Nico mengatakan, secara fundamental dengan DER yang terlampau tinggi akan mempengaruhi ekspektasi investor dan keraguan pasti akan muncul. Apalagi khususnya di sektor infrastruktur yang terkenal dengan DER yang tinggi.
"Namun bisa saja investor memanfaatkan kenaikan harga saham by moment seperti jelang Lebaran yang akan meningkatkan demand sektor konsumen primer non-primer atau investor bisa melakukan short term buy jika ada aksi korporasi," kata Nico.
Equity Research Phintraco Sekuritas Rio Febrian juga berpendapat, meski memiliki DER besar, tetapi perlu diperhatikan bisnis usahanya. Contohnya, untuk sektor teknologi memiliki DER besar karena mayoritas emiten tersebut cenderung masih mengembangkan dan ekspansi usaha, sehingga memerlukan dana baik dari pinjaman untuk hal tersebut.
Baca Juga: Ramai Sentimen Negatif, Pasar Saham Diproyeksi Sepi Sepanjang Ramadan 2023
Lalu, sektor properti dan konstruksi memiliki DER besar karena memerlukan modal untuk pembangunan proyek konstruksi dan properti. Selain itu, kedua sektor tersebut baru memperoleh bayaran atau pendapatan setelah proyek konstruksi dan properti selesai atau terjual sehingga perlu pinjaman untuk membantu pembangunan proyek tersebut.
Oleh sebab itu, Rio menyarankan investor untuk memperhatikan prospek usahanya, kendati perusahaan tersebut memiliki DER yang tinggi. Rio mencontohkan, salah satu emiten sektor konstruksi yang tengah melakukan restrukturisasi utang, sehingga investor dapat mempertimbangkan hal tersebut untuk membeli atau memegang saham tersebut menyusul perkembangan dari aksi restrukturisasi utang dan prospeknya.
Rio pun merekomendasikan buy on support saham BUKA dengan target harga Rp 256, PWON Rp 444, CTRA Rp 955, PTPP Rp 665 dan trading buy ADHI Rp 486. Sementara Nico merekomendasikan UNVR dengan target resistance Rp 4.500.
"Jelang Lebaran dan musim kampanye yang akan mendorong perputaran uang lebih besar akan menjadi booster untuk UNVR di tahun ini," tutup Nico.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News