kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.693.000   3.000   0,18%
  • USD/IDR 16.345   -45,00   -0,28%
  • IDX 6.598   -37,79   -0,57%
  • KOMPAS100 949   -14,20   -1,47%
  • LQ45 740   -10,51   -1,40%
  • ISSI 206   0,15   0,07%
  • IDX30 385   -5,43   -1,39%
  • IDXHIDIV20 462   -8,12   -1,73%
  • IDX80 108   -1,53   -1,40%
  • IDXV30 112   -0,99   -0,88%
  • IDXQ30 126   -1,85   -1,44%

Sederet Sentimen yang Bakal Memengaruhi Kinerja Market hingga Akhir Kuartal I-2025


Senin, 10 Maret 2025 / 18:02 WIB
Sederet Sentimen yang Bakal Memengaruhi Kinerja Market hingga Akhir Kuartal I-2025
ILUSTRASI. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/04/03/2025. IHSG) ditutup melemah pada hari ini, Senin (10/3) setelah sebelumnya menghijau pada perdagangan tiga hari belakangan.


Reporter: Rashif Usman | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah pada hari ini, Senin (10/3) setelah sebelumnya menghijau pada perdagangan tiga hari belakangan, bahkan IHSG mulai rebound dan naik 5,83% dalam sepekan kemarin.

Pada perdagangan Senin (10/3), IHSG kembali ke zona merah dengan penurunan 0,57% atau berada di level 6.598,21.

Head of Research Kiwoom Sekuritas, Liza Camelia Suryanata mengatakan pergerakan IHSG masih berpotensi untuk mencapai level 7.000-an hingga tutup akhir kuartal I-2025. 

Meskipun tren jangka menengah masih dalam fase konsolidasi sejak puncaknya pada September-Oktober tahun lalu, level tersebut menjadi resistance psikologis yang cukup wajar untuk jangka pendek. 

"Tapi peluang untuk target tersebut jujur saja masih belum meyakinkan di atas 50%-60% karena ada berbagai pertimbangan," kata Liza kepada Kontan, Senin (10/3).

Sederet pertimbangan dan sentimen yang bakal memengaruhi laju IHSG, antara lain:

Baca Juga: Simak Arah Pasar Saham hingga Tutup Kuartal I-2025, Bisa Mendarat di Level 7.000?

1. Penurunan Peringkat Indonesia oleh Institusi Asing

Beberapa institusi keuangan global menurunkan peringkat IHSG, serta mengecilkan "investment pool" untuk pasar Indonesia.

Keputusan Goldman Sachs yang mengikuti Morgan Stanley dalam menurunkan peringkat Indonesia dari overweight menjadi market weight dapat semakin mendorong arus keluar modal asing, berpotensi kembali menembus Rp 20 triliun hingga Rp 22 triliun seperti yang pernah terjadi sebelumnya.

2. Tantangan Defisit Fiskal 

Jika pemerintah dan Danantara berlomba saling menjual obligasi ke pasar demi membiayai program ambisius pemerintah dan memenuhi investmenst goals dalam upaya mencapai target PDB 8%, maka yang terjadi ialah over-supply surat utang negara (SUN).

"Indonesia bakal terpaksa menaikkan yield SUN demi menarik investasi asing yang sudah semakin mengekerut lantaran turunnya peringkat,"  ujar Liza.

Penyerapan SUN oleh asing diperkirakan menjadi tidak optimal, sehingga institusi lokal seperti Bank Himbara, BPJS dan dana pensiun diharapkan menyerap obligasi negara,

Hal ini berisiko mengurangi likuiditas perbankan dan dapat menekan pertumbuhan kredit atau loan growth.

3. Meningkatnya Rasio Utang Luar Negeri terhadap PDB

Saat ini, rasio utang luar negeri terhadap PDB masih di bawah 40%, namun berpotensi meningkat hingga mendekati 50%. Ini bisa menjadi faktor risiko tambahan bagi stabilitas ekonomi nasional.

4. Ketidakpastian Pasar Global Akibat Perang Dagang dan Geopolitik

Sentimen pasar global masih dipengaruhi oleh dinamika perang tarif yang terus berkembang. Amerika Serikat (AS) kembali menunda pengenaan tarif terhadap Kanada dan Meksiko hingga 2 April, sementara Kanada juga menunda tarif balasan terhadap AS. Selain itu, ketegangan geopolitik meningkat, dengan dunia semakin terbagi menjadi dua kubu.

5. Agenda Makroekonomi Global dan Domestik yang Krusial

Dari pertengahan Maret hingga akhir kuartal, pelaku pasar akan mencermati beberapa indikator ekonomi utama, seperti, dari global ada rilis US CPI & PPI, US Retail Sales, keputusan suku bunga The Fed, BoJ, dan BoE, serta Eurozone CPI. Dari domestik, ada rilis penjualan kendaraan bermotor, indeks keyakinan konsumen, data perdagangan, serta keputusan suku bunga Bank Indonesia.

Selain itu, Liza menambahkan bahwa semakin maraknya pemberitaan kasus korupsi di dalam negeri dapat dilihat sebagai upaya 'bersih-bersih' institusi negara. 

Namun, tanpa penerapan sanksi hukum yang tegas dan memberikan efek jera seperti hukuman mati bagi koruptor di China. hal ini justru dapat memperkuat citra negatif bahwa Indonesia adalah 'sarang tikus'. 

"Konsekuensinya, kepercayaan investor asing terhadap stabilitas hukum dan bisnis di Indonesia bisa semakin menurun, membuat mereka ragu untuk menanamkan modalnya," ujar Liza.

Secara keseluruhan, Liza melihat belum adanya kebijakan struktural yang benar-benar positif dari pemerintah untuk memperkuat fundamental ekonomi. 

Kendati begitu, Liza mengungkapkan pencapaian IHSG ke level 7.000 pada akhir kuartal pertama tahun ini bukan hal mustahil, mengingat para portofolio manager biasanya cenderung mempercantik portofolio mereka menjelang akhir kuartal.

Dari sisi valuasi, dengan P/E ratio di 15.4x dan PBV di 1.8x, IHSG saat ini tergolong lebih murah dibandingkan indeks utama lainnya seperti Shanghai Composite, Taiwan Index, Sensex India, dan Nikkei Japan.

Dalam kesempatan terpisah, Community Lead PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Angga Septianus menjelaskan agar IHSG dapat kembali ke level 7.000, indeks harus mampu mencetak swing high baru dan bertahan di atas level 6.880, didukung oleh arus masuk modal asing yang signifikan.

Sentimen utama yang perlu diperhatikan masih berkaitan dengan kebijakan tarif yang diterapkan oleh Donald Trump, termasuk rencana pengenaan tarif 25% terhadap Uni Eropa, setelah sebelumnya memberlakukan tarif tambahan untuk Kanada, Meksiko, dan China.

"Selain itu, keputusan suku bunga BI juga akan menentukan pergerakan rupiah," terang Angga kepada Kontan, Senin (10/3).

Jika suku bunga diturunkan untuk mendorong daya beli, rupiah berisiko melemah karena pelebaran spread suku bunga.

Untuk peluang investasi, Angga melihat sektor perbankan masih menjadi pilihan utama, dengan melirik saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI). 

Saham Penggerak IHSG

Liza juga menjelaskan bahwa jika IHSG ingin mencapai level 7.000, sektor keuangan khususnya perbankan, yang merupakan tulang punggung indeks harus mampu bangkit dan menembus level resisten dari tren penurunan mereka. 

PT Bank Rakyat Indonesia  Tbk (BBRI): Jika mampu menembus Rp 4.000-Rp 4.050, saham ini berpotensi melanjutkan kenaikan menuju target Rp 4.500.

PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) : Perlu menembus level Rp 9.000 untuk membuka peluang kenaikan menuju Rp 9.300-Rp 9.400 dalam jangka pendek.

PT Bank Mandiri Tbk (BMRI): Sebaiknya tidak turun di bawah support Rp 4.600 dan harus segera menembus resisten Rp 5.000 agar dapat bergerak menuju target Rp 5.400-Rp 5.500.

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI): Jika bertahan di atas Rp 4.600, saham ini berpotensi naik menuju target Rp 4.800 hingga Rp 5.000.

Baca Juga: IHSG Melemah 0,57% ke 6.598 pada Senin (10/3), INCO, ANTM, MDKA Top Losers LQ45

Selanjutnya: Mendagri: Kepala Daerah Hasil Putusan MK Tak Dilantik Serentak

Menarik Dibaca: 5 Tips Tetap Produktif Saat Puasa, Sempatkan Tidur Siang dan Olahraga

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×