Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) masih menghadapi sejumlah tantangan bisnis yang dapat mempengaruhi perkembangan kinerjanya di masa mendatang. Salah satu tantangan yang dihadapi emiten sektor media adalah persaingan memperebutkan pangsa pemirsa (audience share) dengan media lainnya.
Analis Ciptadana Sekuritas Gani mengatakan, pangsa pemirsa sepanjang masa SCMA hingga November 2018 berada di level 32,6%. Angka ini lebih rendah ketimbang kompetitornya yang berada di posisi puncak yakni PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) di level 32,8%. Padahal, di bulan sebelumnya, SCMA memiliki nilai pangsa pemirsa sepanjang masa mencapai 33,7%.
Menurutnya, penurunan tersebut disebabkan adanya beberapa konten acara SCMA yang tidak begitu dilirik penonton di luar jam prime time. Buktinya, nilai pangsa pemirsa SCMA di luar jam prime time hanya berada pada level 31,2% hingga November 2018. Lagi-lagi, SCMA menempati urutan kedua di kategori ini setelah MNCN.
Beruntung, SCMA masih menjadi pemimpin untuk urusan pangsa pemirsa di jam prime time dengan persentase sebesar 35,3% per November 2018 lalu.
Gani menilai, keunggulan di jam prime time seharusnya dapat menjadi modal berharga bagi SCMA. Ini mengingat di periode tersebut, jumlah orang yang menyaksikan tayangan di televisi jauh lebih banyak ketimbang di waktu lainnya. “SCMA tetap perlu meningkatkan kualitas konten acaranya di luar jam prime time agar diminati oleh masyarakat,” katanya, Rabu (2/1).
Kendati demikian, SCMA masih harus dihadapkan berkurangnya pengeluaran belanja iklan dari perusahaan-perusahaan konsumer. Sentimen ini disinyalir bisa memengaruhi kinerja SCMA yang sebagian besar kontribusi pendapatannya berasal dari iklan.
Analis Mirae Asset Sekuritas Christine Natasya dalam riset 6 Desember 2018 mengungkapkan, stagnannya pertumbuhan kinerja sektor konsumer membuat emiten yang bergerak di bidang tersebut mengurangi pengeluaran iklannya. Misalnya, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang persentase belanja iklannya berkurang dari 15,4% di kuartal III 2017 menjadi 9,7% di kuartal III 2018.
Sementara itu, analis NH Korindo Sekuritas, Michael Tjahjadi mengatakan, tren penurunan pengeluaran iklan oleh emiten konsumer sebenarnya sudah terlihat sejak beberapa tahun terakhir. Emiten seperti itu lebih gencar beriklan di media daring atau platform digital dengan biaya yang lebih rendah.
“Kondisi ini akan menekan angka pertumbuhan pendapatan emiten media di kisaran satu digit, tak terkecuali SCMA,” terangnya.
Menurut Gani, SCMA perlu secara gencar mendiversifikasi bisnisnya, terutama ke ranah media digital. Selain untuk meminimalisir berkurangnya pemasukan iklan dari emiten konsumer, upaya tersebut juga untuk menjawab tantangan mulai berubahnya pola konsumsi informasi di masyarakat. “Saat ini tak sedikit banyak masyarakat yang lebih sering mengkonsumsi konten digital melalui Youtube atau Netflix,” ujarnya.
Gani masih menyarankan beli saham SCMA dengan target Rp 2.270 per saham. Senada, Michael merekomendasikan beli saham SCMA dengan target Rp 2.025 per saham. Adapun Christine merekomendasikan hold saham SCMA dengan target Rp 2.100 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News